Ke DPR, Rizieq curhat soal makar sampai kriminalisasi ulama
Rizieq menegaskan aksi 2 Desember 2016 bukanlah aksi makar seperti yang dituduhkan sejumlah pihak. Dia membantah tudingan Polri dan oknum tertentu yang mengarahkan isu bahwa aksi bela Islam jilid III telah ditunggangi aktor makar.
Imam Besar Front Pembela Indonesia (FPI) Rieziq Shihab dan pendukungnya menyambangi Gedung DPR/MPR. Tujuan kedatangan Rizieq untuk mengadukan sejumlah persoalan. Rizieq dan rombongan diterima oleh Wakil Ketua DPR Fadli Zon, Fahri Hamzah dan Anggota Komisi III M Syafi'i.
Mulai dari gerakan Aksi Bela Islam jilid III yang dipelopori Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI dan indikasi makar di gerakan tersebut, hingga penegakkan hukum beberapa kasus yang menjerat Rizieq dibahas dalam pertemuan itu.
Rizieq menegaskan aksi 2 Desember 2016 bukanlah aksi makar seperti yang dituduhkan sejumlah pihak. Dia membantah tudingan Polri dan oknum tertentu yang mengarahkan isu bahwa aksi bela Islam jilid III telah ditunggangi aktor makar.
"Kami merasakan di lapangan itu ada gerakan sistematis yang mencoba menstigmakan bahwa aksi 212 erat kaitannya yaitu dengan pertemuan-pertemuan yang dituduh oleh aparat penegak hukum sebagai pertemuan makar. Karena itu kami ingin tandaskan kembali, bahwa aksi 212 bukan aksi makar," kata Rizieq di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (11/1).
Aksi 2 Desember, kata dia, bisa berjalan super damai karena adanya komunikasi yang baik antara GNPF MUI dan Polri. Kedua belah pihak telah berkomitmen untuk bersama-sama menjaga ketertiban dan keamanan.
"Aksi 212 bisa masif, aman, super damai, salah satunya adalah justru keberhasilan komunikasi antara pimpinan Polri, dalam hal ini Kapolri dan jajaran, dengan pimpinan GNPF-MUI. Setelah dilakukan berkali-kali dialog dan pertemuan, sampai ada komitmen, bahkan sampai ada bapak Kapolri pun ikut hadir memberikan sambutan, itu adalah buah dari komunikasi yang baik," jelasnya.
Dalam forum ini, Rizieq juga menyayangkan adanya pernyataan pimpinan partai tertentu soal ideologi tertutup untuk mengkonfrontir agama Islam dengan Pancasila.
"Ini sangat kami sesalkan. Padahal Pancasila dan agama Islam tidak perlu ada yang diperdebatkan dan diperselisihkan. Karena Pancasila itu sendiri diambil dari ajaran islam, itu menurut keyakinan kami umat Islam," tandasnya.
Persoalan lain yang dikeluhkan Rizieq adalah terkait dugaan kriminalisasi terhadap ulama dan ketidakadilan penegakkan hukum. Dia mencontohkan, ulama di Purwakarta melaporkan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi atas tuduhan penistaan agama. Namun, laporan para ulama tersebut dihentikan dengan keluarnya SP3.
"Di Polda Jawa Barat umpamanya, itu ada 3 laporkan para ulama Purwakarta terhadap Bupati Purwakarta terkait penistaan agama. Tiga kali laporan tapi setiap kali dilaporkan di SP3 sekali lagi dilaporkan lagi di SP3 dilaporkan ketiga kali di SP3," klaimnya.
Hal tersebut berbeda saat para ulama terjerat kasus. Polisi terkesan sangat cepat melakukan proses hukum kasus yang menyeret ulama. Terlihat dari kasus dugaan pelecehan Pancasila yang disangkakan kepada Rizieq.
"Dimana kala ada ustaz, ulama tokoh agama yang dipersoalkan begitu cepat sekali diproses atau dengan kata lain singkat saja yang saya laporkan adalah kriminalisasi ulama dan itu yang kami tidak terima," ujar Rizieq.
Masalah lain yang tak kalah menyita perhatian Rizieq yakni laporan soal dugaan pemalsuan Ijazah oleh putri sulung Proklamator, Sukmawati Soekarnoputri yang dibuatnya. Dia menilai polisi lamban melengkapi berkas perkara Sukmawati meskipun bukti-bukti yang dilampirkan sudah lengkap.
"Ada laporan di Mabes Polri tentang Sukmawati, dalam kasus pemalsuan ijazah dan itu sudah terbukti dengan bukti-bukti yang lengkap tapi kok enggak naik ke pengadilan. Ada apa?," ungkapnya.
"Ada apa? Seorang Sukmawati putri proklamator publik figur memalsukan ijazah itu persoalan serius, kami menanyakan. Tapi giliran Sukmawati melaporkan saya yang dituduh katanya melecehkan Pancasila langsung begitu sigap ini polisi kerja," sambung dia.
Terakhir, Rizieq mengadukan soal laporan Solidaritas Merah Putih (Solmet) terkait pernyataannya tentang lambang palu arit dalam uang kertas baru yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI). Dia mengklaim ucapannya itu bukan opini pribadinya melainkan bentuk keresahan masyarakat.
Pihaknya hanya ingin meminta tindaklanjut dari pemerintah dan Bank Indonesia terkait dugaan penggunaan logo palu arit. Sayangnya, Polisi malah mengamini laporan kelompok itu sebagai upaya penghasutan.
"Kami menyampaikan kegalauan masyarakat tentang adanya logo mirip palu arit di atas uang kertas baru RI. Jadi kita minta juga pihak BI bukan hanya mengklarifikasi tapi juga harus bertanggungjawab atas persoalan itu. Maka itu kita dorong persoalan ini ke DPR agar segera bisa diatasi," ujar Rizieq.
Menurutnya, persoalan simbol itu merupakan masalah serius. Penyebarluasan simbol komunis itu, lanjutnya, melanggar konstitusi dan KUHP.
"Karena ini persoalan simbol bukan persoalan main-main. Simbol yang namanya penyebarluasan daripada paham komunisme atau paham PKI dalam segala bentuk perwujudan termasuk dalam bentuk logo itu dilarang oleh Tap MPR Nomor 5 Tahun 1966 dan juga UU Nomor 27 tahun 1999 dan juga dalam KUHP dalam pasal 107 a, b, c, d sampai e," tegas dia.
Oleh sebab itu, Rizieq dan pendukungnya meminta peran DPR untuk melakukan fungsi pengawasan dan mengkomunikasi masalah-masalah tersebut ke kepolisian. Tujuannya demi penegakkan hukum di Indonesia.
"Kami minta peran dari DPR RI untuk bisa mengkomunikasikan persoalan ini dalam rangka untuk penegakkan hukum," pungkasnya.