Kejagung Fokus Analisis Barang Bukti Elektronik di Kasus Mafia Minyak Goreng
kejagung sudah ada 34 saksi dengan empat di antaranya ditetapkan sebagai tersangka dan 650 dokumen sitaan.
Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengusut kasus mafia minyak goreng terkait pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada bulan Januari 2021 sampai dengan Maret 2022. Salah satunya lewat analisis dan pencarian berbagai barang bukti.
Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Febrie Adriansyah menyampaikan, sejauh ini sudah ada 34 saksi dengan empat di antaranya ditetapkan sebagai tersangka dan 650 dokumen sitaan.
-
Kapan Atang Sendjaja meninggal? Pada 29 Juli di tahun itu menjadi hari duka bagi AURI.
-
Kenapa Waduk Gajah Mungkur dibangun? Waduk ini dibangun pada tahun 1978 dengan maksud untuk menyediakan sumber daya air bagi irigasi, perikanan, dan energi listrik.
-
Bagaimana Jaka Sembung melawan Ki Hitam? Akhirnya Jaka Sembung teringat pesan gurunya, Ki Sapu Angin yang menyebut jika ilmu rawa rontek bisa rontok saat pemiliknya tewas dan tidak menyentuh tanah. Di film itu, Jaka Sembung kemudian menebaskan parang ke tubuh Ki Hitam hingga terpisah, dan menusuknya agar tidak terjatuh ke tanah.
-
Kenapa sabun muka khusus jerawat penting? Wajah berminyak dan kotor bisa meningkatkan risiko jerawat karena penumpukan kotoran dan penyumbatan pori-pori.
-
Kenapa KEK Singhasari penting? KEK Singhasari berkonsentrasi pada platform ekonomi digital untuk bersinergi dengan perkembangan antara bisnis pariwisata dan ekonomi digital.
-
Apa saja khasiat cengkih dalam jamu? Cengkih memiliki kandungan antioksidan dan senyawa aktif yang sangat tinggi. Rempah ini dapat membantu menurunkan kadar asam urat dan kolesterol, mengurangi peradangan, melawan radikal bebas, serta meningkatkan fungsi hati dan mencegah osteoporosis.
"Penyidik sedang konsentrasi di barbuk elektronik. Barbuk ini lah yang akan memperkuat bagaimana kerjasama antara para tersangka," tutur Febrie di Kejagung, Jakarta Selatan, Jumat (22/4/2022).
Febrie belum dapat membeberkan isi materi penyidikan dalam kasus tersebut. Meski begitu, penyidik mendeteksi adanya kerja sama antara pihak Kementerian Perdagangan (Kemendag) dengan perusahaan pemohon izin ekspor CPO.
"Penyidik meyakini bahwa ini ada kerjasama antara para tersangka dengan para pengusahanya, swastanya," jelas dia.
Selain itu, lanjut Febrie, kemajuan lain dalam penanganan kasus mafia minyak goreng adalah sudah dilakukannya diskusi terkait kerugian perekonomian negara antara penyidik Kejagung dengan para ahli, auditor, dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Ini untuk menyamakan presepi antara penyidik dengan rekan-rekan ahli, BPKP, auditor," Febrie menandaskan.
Sebelumnya, Kejagung menyatakan pengusutan kasus mafia minyak goreng tidak akan berhenti usai penetapan empat tersangka. Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Febrie Adriansyah, menyampaikan, penyidik tentu menelusuri dan memeriksa seluruh perusahaan ekspor CPO.
"Itu ada 88 perusahaan yang ekspor, semua itu kita cek benar enggak ekspor, tapi telah memenuhi DMO di pasaran. Kalau enggak, bisa tersangka lah," ujar Febrie di Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (20/4/2022).
Febrie menyebut, pemeriksaan terkait penanganan kasus mafia minyak goreng tentu juga akan menyasar kepada pihak-pihak yang terkait dengan penerbitan izin Persetujuan Ekspor (PE).
"Jadi intinya itu ketentuan ekspor, Persetujuan Ekspor, diberikan apabila terpenuhi DMO. Itu secara mutlak sehingga tidak kosong," ujar Febrie.
"Nah ini terjawab nih, kenapa kosong, karena ternyata di atas kertas dia mengakui sudah memenuhi DMO nya sehingga diekspor, tapi di lapangan dia enggak keluarkan ke masyarakat sehingga kosong lah. Sehingga bisa terang lah dengan perbuatan ini, makanya langka," imbuhnya.
Empat Tersangka
Kejagung telah menetapkan empat tersangka dalam kasus mafia minyak goreng, yakni dugaan tindak pidana korupsi terkait pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada bulan Januari 2021 sampai dengan Maret 2022. Salah satunya adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan atau Dirjen PLN Kemendag, Indrasari Wisnu Wardhana.
"Tersangka ditetapkan empat orang. Yang pertama pejabat eselon I pada Kementerian Perdagangan bernama IWW, Direkrut Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan," tutur Jaksa Agung ST Burhanuddin di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (19/4/2022).
Secara rinci, keempat tersangka adalah Indrasari Wisnu Wardhana selaku Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Stanley MA selaku Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Grup, Master Parulian Tumanggor selaku Komisaris Utama PT Wilmar Nabati Indonesia dan, Pierre Togar Sitanggang selaku General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas.
Menurut Burhanuddin, ketiganya tersangka dari pihak perusahaan telah secara intens berusaha mendekati Indrasari agar mengantongi izin ekspor CPO. "Padahal perusahaan-perusahaan itu bukanlah perusahaan yang berhak melakukan impor," jelas dia.
Keempat tersangka pun langsung dilakukan penahanan di dua tempat berbeda. Indrasari Wisnu Wardhana dan Master Parulian Tumanggor ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung, sementara Stanley Ma dan Pierre Togar Sitanggang di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
"Selama 20 hari ke depan terhitung hari ini," kata Burhanuddin.
Peran Empat Tersangka
Jaksa Agung ST Burhanuddin turut membeberkan peran dari para tersangka. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Dirjen PLN Kemendag), Indrasari Wisnu Wardhana diduga memberikan izin ekspor CPO kepada perusahaan yang tidak berhak.
"Adanya permufakatan antara pemohon dan pemberi izin dalam proses penerbitan persetujuan ekspor, dikeluarkannya persetujuan ekspor kepada eksportir yang seharusnya ditolak izinnya karena tidak memenuhi syarat, yaitu mendistribusikan CPO atau RBD Palm Olein tidak sesuai dengan harga penjualan dalam negeri (DPO), tidak mendistribusikan CPO dan RBD Palm Olein ke dalam negeri sebagaimana kewajiban yang ada dalam DMO 20 persen dari total ekspor," tutur Burhanuddin.
Menurut Burhanuddin, tiga tersangka yakni Stanley MA selaku Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Grup, Master Parulian Tumanggor selaku Komisaris Utama PT Wilmar Nabati Indonesia dan, PT selaku General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas, berusaha berkomunikasi dengan Indrasari agar dapat meloloskan izin ekspor CPO.
"Ketiganya telah berkomunikasi secara intens dengan IWW sehingga PT Permata Hijau Group, PT Wilmar Nabati, PT Musim Mas, PT Multimas Nabati Asahan untuk mendapatkan persetujuan ekspor padahal perusahaan-perusahaan tersebut bukanlah perusahaan yang berhak untuk mendapatkan persetujuan ekspor, karena sebagai perusahaan yang telah mendistribusikan CPO atau RDB Palm Oil tidak sesuai dengan harga penjualan dalam negeri atau DPO" kata Burhanuddin.
Keempat tersangka diduga melanggar Pasal 54 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a, b, e, dan f Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan melanggar Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 129 Tahun 2022 jo Nomor 170 Tahun 2022 tentang Penetapan Jumlah untuk Distribusi Kebutuhan Dalam Negeri atau Domestic Market Obligation (DMO) dan Harga Penjualan di Dalam Negeri atau Domestic Price Obligation (DPO) dan Ketentuan Bab II Huruf A angka (1) huruf b, juncto Bab II huruf C angka 4 huruf c Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Nomor 02/DAGLU/PER/1/2022 tentang petunjuk teknis pelaksanaan kebijakan dan pengaturan ekspor CPO, RDB Palm Olein dan UCO.
(mdk/ray)