Kejagung Tanggapi Putusan MK Jaksa Agung Tak Boleh dari Pengurus Parpol: Perkuat Independensi
Kejagung menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi bahwa Jaksa Agung tak boleh pengurus partai politik.
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengapresiasi hasil sidang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan uji materi syarat pengurus partai yang harus mundur minimal lima tahun untuk menjadi jaksa agung.
- Kaesang Siapkan Syarat Maju Pilgub Jateng, Komisi II DPR: Ada Putusan MK
- Peta Politik Pilkada Jakarta Berubah, PDIP Bisa Usung Anies Tarung Lawan Ridwan Kamil
- Laksanakan Putusan MK, KPU Jakarta Gelar Rekapitulasi Suara Ulang di 233 TPS
- MK Putuskan Ambang Batas Parlemen 4 Persen Diubah Sebelum Pemilu 2029
Kejagung Tanggapi Putusan MK Jaksa Agung Tak Boleh dari Pengurus Parpol: Perkuat Independensi
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengapresiasi hasil sidang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan uji materi UU 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, terkait syarat pengurus partai yang harus mundur minimal lima tahun untuk menjadi jaksa agung.
“Kami menyambut baik putusan MK dimaksud untuk memperkuat independensi Kejaksaan sebagai Aparat Penegak Hukum,” tutur Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana kepada wartawan, Kamis (29/2).
Menurutnya, Kejaksaan di bawah kepemimpinan Jaksa Agung ST Burhanudin telah melakukan penegakan hukum yang murni untuk kepentingan hukum, tanpa adanya campur tangan politik
“Putusan tersebut sekaligus memberikan kesempatan lebih luas bagi insan Adhyaksa untuk dapat berkarier sampai di posisi puncak sebagai Jaksa Agung RI. Harapan dan kesempatan itu semoga akan memberikan motivasi dalam berkinerja lebih baik dan bermanfaat ke depannya untuk kelentingan penegakan hukum,”
kata Ketut.
merdeka.com
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan pengujian UU 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yang diajukan oleh Pemohon Jovi Andrea Bachtiar.
Ketua MK Suhartoyo menyampaikan, pokok permohonan pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian.
"Mengadili, mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian," tutur Suhartoyo di Gedung MK, Jakarta, Kamis (29/2).
Dia menguraikan, Pasal 20 UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU 16 Tahun 2004 tentang kejaksaan Republik Indonesia bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, sepanjang tidak dimaknai “Untuk dapat diangkat menjadi Jaksa Agung harus memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 huruf a sampai dengan huruf f termasuk syarat bukan merupakan pengurus partai politik, kecuali telah berhenti sebagai pengurus partai politik sekurang-kurangnya lima tahun sebelum diangkat sebagai Jaksa Agung”.
Adapun perkara tersebut teregistrasi pada Rabu, 3 Januari 2024 dengan nomor 6/PUU-XXII/2024 dengan substansi yang dimohonkan untuk diuji materil adalah Pasal 20 Undang-Undang Kejaksaan.
Dalam petitumnya, pemohon selaku jaksa atas nama Jovi Andrea Bachtiar meminta agar pasal tersebut dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
"Pemohon memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi agar berkenan memberikan atau mengeluarkan putusan Menyatakan bahwa Pasal 20 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,"
kata Jovi dikutip dari dokumen permohonannya.
merdeka.com
Menurutnya, pasal tersebut tidak mencantumkan ketentuan agar Jaksa Agung yang dipilih tidak terafiliasi dengan partai politik. Dia meminta pasal itu diisi dengan poin tambahan yang berbunyi “Tidak sedang terdaftar sebagai anggota partai politik atau setidak-tidaknya telah lima tahun keluar dari keanggotaan partai politik baik diberhentikan maupun mengundurkan diri”.