Kejagung Tunggu Keputusan Hakim Periksa Brigjen Mukti Terkait Kasus Korupsi Timah
Meskipun nama Mukti tidak ada dalam berkas perkara tersebut, masih ada peluang untuk menghadirkan Jendral bintang satu itu ke muka persidangan.
Nama Direktur Tindak Pidana (Dirtipid) Narkoba, Brigjen Pol Mutki Juharsa mendadak diseret dalam kasus korupsi komoditi timah di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat saat sidang terdakwa Harvey Moeis. Kejaksaan Agung (Kejagung) merespon akan hal tersebut.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar mengatakan proses sidang kasus timah hingga saat ini masih berlangsung. Nama Mukti pun juga tidak ada dalam berkas perkara di kasus korupsi timah.
- Kejagung Buka Peluang Ada Tersangka Baru Terkait Kasus Impor Gula
- Kejagung Belum akan Periksa Brigjen Mukti Juharsa Sebagai Saksi Kasus Korupsi Timah, Ini Alasannya
- Kejagung Terus Kejar Tersangka Korupsi Timah dan Impor Gula
- Kejagung Harus Segera Selesaikan Kasus Korupsi Emas, Khawatir Ada Lobi-Lobi
"Dalam berkas perkara tidak ada nama Yang Bersangkutan," kata Harli saat dikonfirmasi, Senin (26/8).
Meskipun nama Mukti tidak ada dalam berkas perkara tersebut, masih ada peluang untuk menghadirkan Jendral bintang satu itu ke muka persidangan.
Harli menjelaskan kebijakan untuk menghadirkan Mukti dalam sidang korupsi timah adalah kewenangan daripada Majelis Hakim.
"Dalam sistem peradilan pidana kita Hakim memimpin, memeriksa dan mengadili perkaranya sehingga semua berdasarkan kewenangan majelis hakim," jelas Harli.
"Persidangan ini masih berproses, tentu majelis hakim yg menentukan sejauh mana urgensinya," Harli menambahkan.
Nama Mukti permata kali disebut-disebut Ahmad Sayadi dihadirkan dalam kasus korupsi timah yang menyebut PT Timah Tbk. sempat meminta jatah sebesar 50 persen bijih timah dari kuota ekspor lima smelter swasta yang melakukan pertambangan ilegal di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah.
Ahmad, mantan General Manager Produksi PT Timah Wilayah Bangka Belitung 2016—2020 dan 2022—2023, menyebutkan permintaan tersebut diajukan karena kelima smelter telah diberikan persetujuan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) agar bisa melakukan kegiatan penambangan.
"Namun, akhirnya kuota yang disepakati sebesar 5 persen dalam forum komunikasi di grup WhatsApp," ujar Ahmad dalam sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (22/8).
Kelima smelter swasta dimaksud, yakni PT Refined Bangka Tin (RBT), CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa.
Ahmad menjelaskan bahwa pembicaraan mengenai pembagian kuota bijih timah dilakukan terakhir kali sebelum kesepakatan dalam pertemuan di Hotel Borobudur, Jakarta, yang dihadiri oleh perwakilan dari PT Timah dan kelima smelter.
Dalam pertemuan itu, kata dia, terdakwa Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT RBT turut hadir beserta 24 orang lainnya yang mewakili kelima smelter. Selain itu, hadir pula mantan Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman dan mantan Kapolda Bangka Belitung Saiful Zuhri.
Namun, karena kondisi pertemuan kurang kondusif, Ahmad mengaku meminta izin pulang terlebih dahulu. Selang sehari setelah pertemuan, barulah kuota bijih timah yang disepakati untuk PT Timah sebesar 5 persen diumumkan di grup WhatsApp yang bernama New Smelter.
"Pengumuman disampaikan oleh mantan Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kepulauan Bangka Belitung Mukti Juharsa yang merupakan admin grup itu," tutur Ahmad.