Kasus Menghalangi Penyidikan Korupsi Timah, Toni Tamsil Divonis 3 Tahun Penjara
Putusan tersebut lebih kecil dibandingkan dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman 3,5 tahun penjara.
Pengadilan Negeri Pangkal Pinang menjatuhkan vonis tiga tahun penjara terhadap terdakwa Toni Tamsil alias Akhi terkait kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015 sampai dengan tahun 2022.
Majelis hakim menyatakan, terdakwa Toni Tamsil terbukti secara sah melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa [Toni] oleh karena itu dengan pidana penjara selama 3 tahun," tulis putusan yang tertera dalam SIPP PN Pangkalpinang dikutip Senin (2/9).
Adapun persidangan digelar pada Kamis 29 Agustus 2024. Diketahui, putusan tersebut lebih kecil dibandingkan dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman 3,5 tahun penjara.
Selain itu, JPU juga menuntut agar Toni Tamsil dikenakan denda sebesar Rp200 juta, yang apabila tidak bisa dibayarkan maka diganti dengan pidana pengganti atau subsider tiga bulan.
PT Timah Tbk ternyata telah mendapat predikat penilaian baik dari Kementerian Lingkungan Hidup dan dan Kehutanan (KLHK). Penilaian itu terkait dengan pengelolaan lingkungan tambang kepada PT Timah Tbk.
Hal itu sontak membuat majelis hakim yang mengadili perkara terdakwa Harvey Moeis dalam dugaan korupsi pada pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) menjadi terheran-heran.
"Kalau mengenai lingkungan, kalau lingkungan itu kan perusahaan seperti ini kan ada amdalnya. Di dalam amdal ini kan mencakup UPL dan UKL-nya sebagai saudara, ada enggak?" tanya hakim dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Kamis (28/8).
"Ada Yang Mulia. Tahu (terkait UPL dan UKL), Yang Mulia," kata Mantan Direktur Operasi PT Timah periode 2020-2021, Agung Pratama yang hadir dalam persidangan sebagai saksi.
Berangkat dari situ, Majelis Hakim langsung mencecar terkait UKL dan UPL PT Timah yang diketahui saksi. Di mana telah mendapatkan penilaian baik dari KLHK selaku kementerian yang berwenang.
"Selama ini kalau soal lingkungan itu kan menilai Kementerian Lingkungan Hidup, Yang Mulia," kata Agung.
"Ya tapi kan bagian saudara masa dilepaskan saja. Saudara enggak terlibat? Makanya saya tanya tupoksi saudara," cecar Hakim.
"Maksudnya gini, Yang Mulia. Jadi selama ini kita dari penilaian, baik dari KLHK, artinya kan selama ini dilaksanakan apa yang di amdal itu," timpal Agung.
Penjelasan itu membuat majelis hakim merasa heran. Karena ketika penilaian baik itu diberikan KLHK, namun dalam korupsi ini sesuai dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terjadi kerugian negara akibat kerusakan lingkungan mencapai Rp271 triliun.
"Penilaiannya baik? Tapi dalam dakwaan jaksa ini merugikan negara loh Rp271 triliun. Kerugian negara di situ terkait kerusakan lingkungan. Yang mengatakan baik pihak mana?" tanya Hakim.
"Dari proper," jawab Agung.
"Proper? Siapa propernya?" cecar Hakim.
"Setahu saya dari Kementerian Lingkungan Hidup," timpal Agung.
"Kementerian Lingkungan Hidup, dinilainya baik gitu ya?" tanya hakim yang langsung dibenarkan Agung, "Iya."
Adapun dalam perkara ini, suami artis Sandra Dewi, Harvey telah didakwa bertindak mewakili PT Refined Bangka Tin dan terlibat kongkalikong dengan pihak PT Timah untuk pengelolaan timah.
Harvey Moeis bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange, Helena Lim diduga memperkaya diri sebesar Rp420 miliar dari kerja sama pengelolaan timah tersebut, dan telah merugikan negara sebesar Rp300 triliun.
Atas perbuatannya, Harvey Moeis dijerat Pasal Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP terkait dugaan korupsi.
Selain itu, dia juga didakwa tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait perbuatannya menyamarkan hasil tindak pidana korupsi, yakni Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.