Kekeringan, harga air bersih di lereng Merapi capai Rp 300 ribu per tangki
Kekeringan, harga air bersih di lereng Merapi capai Rp 300 ribu per tangki. Kekeringan yang melanda sejumlah wilayah Kabupaten Klaten, Jawa Tengah membuat warga mulai mengeluh. Tak hanya kesulitan mendapatkan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, warga juga harus merogoh kocek lebih dalam untuk membeli air bersih.
Kekeringan yang melanda sejumlah wilayah Kabupaten Klaten, Jawa Tengah membuat warga mulai mengeluh. Tak hanya kesulitan mendapatkan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, warga juga harus merogoh kocek lebih dalam untuk membeli air bersih.
Harga air bersih yang biasanya berkisar Rp 100 ribu-Rp 150 ribu kini naik menjadi Rp 300 ribu per tangki berisi 5 ribu liter. Harga air bersih yang mahal itu dirasakan oleh ribuan warga lereng Gunung Merapi, Kecamatan Kemalang. Yakni desa Tegalmulyo, Panggang, Talun, Kendalsari, Tlogowatu, dan Sidorejo.
Jauhnya lokasi serta beratnya medan yang harus ditempuh mengakibatkan harga air bersih melambung.
Kondisi tersebut selalu dirasakan warga setiap musim kemarau tiba. Dimana persediaan air di bak penampungan air hujan sudah habis, sementara pengiriman (dropping) bantuan air dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Klaten tidak pernah mencukupi kebutuhan.
Sukiman, tokoh masyarakat Desa Sidorejo, Kecamatan Kemalang menuturkan, kebutuhan air bersih tak hanya digunakan untuk manusia, namun juga untuk hewan ternak. Pasalnya sebagian besar warga merupakan peternak sapi. Saat kemarau seperti ini warga mulai kesulitan mendapatkan air bersih.
"Kami sudah beberapa kali membeli air dari mobil tangki swasta. Dulu waktu belum kemarau harganya cuma Rp 100 ribu atau Rp 150 ribu, bulan lalu harganya masih Rp 230 ribu per tangki isi 5 ribu liter. Sekarang naik menjadi Rp 300 ribu, kami keberatan," ujar pria yang juga Koordinator Radio Lintas Merapi, Senin (4/9).
Sukiman menerangkan, satu tangki air bersih yang dibelnya, biasanya akan habis dalam dua pekan. Untuk memenuhi kebutuhan air warga desa yang hanya berjarak 4,5 km dari puncak Merapi itu menghabiskan Rp 600 ribu-Rp 1 juta per bulan.
Sementara itu, Plt Camat Kemalang, Hajoko, mengemukakan dari 13 desa di wilayahnya hanya 1 desa yang tak mengalami krisis air bersih. Karena sejak bukan Juli lalu, sebagian warga di desa-desa rawan air bersih membeli air dari tangki swasta untuk mengisi bak penampungan.
"Sebelum Merapi mengalami erupsi 2010 ada suplai air dari mata air Bebeng di Sleman, tapi setelah erupsi debit mata air berkurang akibat tertimbun material Merapi sehingga tidak ada suplai lagi," katanya.
Hajoko menjelaskan, hingga awal bulan ini, belum ada pengajuan bantuan air bersih dari desa ke kecamatan atau ke Pemkab Klaten. Warga masih bisa memenuhi air meski harus membeli air dari tangki swasta.
Sejumlah warga mengaku enggan untuk menminta bantuan air bersih ke pemerintah. Selain karena jumlah bantuan tidak pernah mencukupi, datangnya bantuan juga membutuhkan waktu yang cukup lama. Yakni sekitar satu minggu setelah pengajuan.
"Datangnya lama, sampai seminggu mas, cuma satu tangki dan harus dibagi untuk seluruh desa," keluh Hartono, warga Desa Tolowatu.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Klaten, Bambang Giyanto, menjelaskan, selama bulan Agustus lalu pihaknya sudah mengirimkan 5 tangki air bersih ke sejumlah lokasi. Pemkab Klaten, kata dia, tahun ini hanya menganggarkan Rp 100 juta untuk dropping air bersih.
"Tahun lalu kita anggarkan Rp 200 juta, sekarang hanya Rp 100 juta. Tapi kami yakin itu akan mencukupi, apalagi kita masih punya dana siap pakai (DSP) di Pemkab sebesar Rp 500 juta," pungkasnya.