Kelas Menengah RI Turun, Jokowi: Imbas Pandemi Covid-19
Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia, Budihardjo Iduansjah menyebut bahwa ada perubahan pola konsumsi masyarakat kelas menengah.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) bicara mengenai kelas menengah di Indonesia yang mengalami penurunan. Menurutnya, semua negara mengalami hal serupa.
Kepala negara berpendapat, hal ini terjadi karena ekonomi global yang menurun imbas pandemi Covid-19 2-3 tahun lalu.
- Kelas Menengah Diperkuat dengan Diberi Insentif, Pemerintah Incar Peningkatan Pajak
- Nasib Kelas Menengah Usai Dihantam Pandemi Covid-19: Uang Habis untuk Beli Makan dan Bayar Cicilan Rumah
- Ekonomi Indonesia Mandek: Penduduk Kelas Menengah Merosot, Kelas Rentan Miskin Meningkat
- Jokowi Pangkas Tamu HUT RI di IKN dari 8.000 Jadi 1.300 karena Modal dan Akomodasi Tak Mencukupi
"Itu problem terjadi hampir di semua negara karena ekonomi global turun semuanya, ada covid 2-3 tahun lalu mempengaruhi," kata Jokowi di RS Persahabatan, Jakarta, Jumat (30/8).
"Semua negara saat ini berada pada kesulitan yang sama," sambungnya.
Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia, Budihardjo Iduansjah menyebut bahwa ada perubahan pola konsumsi masyarakat kelas menengah. Alur penyaluran (stok) barang yang dilakukan peritel pun ikut berubah.
Dia mengatakan, ada perbedaan signifikan pada kelompok kelas menengah yang berbelanja menjadi lebih sedikit. Padahal, sebelumnya kerap membeli barang untuk stok bulanan.
"Sudah (ada perubahan), jadi kelas menengah itu waktu tidak banyak, sekarang mereka lebih fast and grab, kalau beli barang itu enggak ada waktu muter-muter karena mereka sibuk kerja," kata Budi, di Jakarta, dikutip Jumat (30/8).
Dia mengatakan, saat ini kalangan kelas menengah cenderung belanja di antara selingan menjalankan pekerjaannya. Misalnya, ketika menjalankan pekerjaan di kafe-kafe, dan menyelanginya dengan belanja kebutuhan harian.
Budihadjo juga menyadari kalau saat ini kelas menengah terdampak kondisi ekonomi global. Sehingga berpengaruh pada pola belanja mereka.
"Dulu belanja bulanan sekarang itu pakainya belanja harian atau 2 harian. Kalau dulu sebulan ditumpuk di rumah sekarang enggak," katanya.
Dengan perubahan pola belanja kelas menengah itu, pemasukan ke toko ritel pun ikut terpengaruh. Sebelumnya ada nominal transaksi dalam satu kali belanja, kini angkanya menjadi lebih kecil.
Dengan penjualan yang juga berkurang setiap harinya, pengusaha ritel turut menyesuaikan pasokan dari gudang ke toko-tokonya. Budihardjo mencatat, besaran gudang penyimpanan pun ikut mengecil seiring arus keluar barang yang dijualnya.
"Ya berarti kan penjualan kita jadi lebih dikit. Cuma secara akumulasi sebulan sama. Cuma dulu banyak bayar langaung sekali. Jadi metode stoknya kita juga ngikutin, nyetok ke suplier dikit-dikit kalau dulu banyak, jadi gudangnya kita kecilin," jelasnya.
Subsidi Kelas Menengah
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan banyak kas negara yang digunakan untuk menopang masyarakat kelas menengah. Bahkan, asuransi kesehatan yang diberikan disebut lebih banyak dari negara lain.
Dia mencatat, jumlah masyarakat kelas menengah di Indonesia mencapai 164 juta orang. Seluruhnya, turut dibantu negara seperti melalui program penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan.
"Memang middle class banyak program yang pemerintah dukung antara lain di sektor kesehatan melalui PBI untuk BPJS Kesehatan," kata Menko Airlangga dalam Indonesia Retail Summit 2024, di Pantai Indah Kapuk (PIK), Jakarta, Rabu (28/8).
Dia mencatat, cakupan asuransi yang diberikan BPJS Kesehatan, yang juga diterima kelas menengah RI lebih banyak dibandingkan negara lain. Misalnya, jaminan kesehatan antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS).
"Coverage BPJS kesehatan kita ini salah satu yang terlengkap dan terdalam di seluruh berbagai negara, banyak fitur atau lingkup kesehatan yang oleh insurance negara lain termasuk di Amerika tidak diberikan, di Indonesia berikan," katanya.