Kemarau panjang, produksi susu perah di Kediri merosot
Lebih dari tiga bulan lamanya hujan belum turun di wilayah Kabupaten Kediri dan sekitarnya.
Produksi susu sapi perah di Kabupaten Kediri, Jawa Timur, kini tengah merosot. Penurunan produksi susu ini disebabkan oleh kelangkaan rumput sebagai menu makanan utama akibat musim kemarau.
Akibat kelangkaan rumput peternak terpaksa mengganti rumput dengan daun tebu kering yang dicampur dengan konsentrat. Alternatif makanan pengganti ini mengakibatkan biaya produksi membengkak.
Lebih dari tiga bulan lamanya hujan belum turun di wilayah Kabupaten Kediri dan sekitarnya. Akibatnya para peternak sapi perah kini mulai panik.
Kelangkaan pakan berupa rumput ini juga berdampak pada penurunan produktivitas susu yang ada di sentra peternakan sapi perah di Desa Babatan, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri.
Seperti di tempat peternakan milik Subono, produksi susunya merosot hingga 200 liter per hari, sejak musim kemarau melanda. Pemilik peternakan mengaku dalam kondisi normal satu ekor sapi mampu memproduksi susu hingga 40 liter per harinya.
"Tetapi karena asupan pakan rumput berkurang dan cuaca panas yang terjadi saat ini satu ekor sapinya hanya dapat menghasilkan susu sekitar 20-30 liter saja. Itupun harus menambah menu makanan dengan asupan comboran berupa konsentrat sebanyak 6 kilogram per ekor sapi per hari," terang Subono.
Di sentra peternakan sapi Desa Babatan ini terdapat kurang lebih 50 orang peternak. Masing-masing peternak memelihara sapi perah lebih dari lima ekor. Sementara itu khusus di tempat peternakan Subono terdapat sebanyak 25 eko sapi.
Saat ini harga susu sapi perah curah berkisar antara Rp 4.000 hingga Rp 5.0000 per liter. Apabila dibandingkan dengan tingginya biaya produksi akibat penambahan menu makanan alternatif berupa konsentrat harga tersebut dapat dibilang minim. Sebab harga konsentrat di pasaran sendiri kini Rp 2.400 rupiah per kilogram.
Produksi susu dari sentra peternakan sapi perah di Desa Babatan ini biasanya diambil oleh para pengepul yang setiap hari berkeliling. Ada juga di antara peternak yang memilih menjual langsung ke Koperasi Unit Desa (KUD) setempat, sebelum akhirnya dikirim ke perusahaan-perusahaan besar di Jakarta.