Kemendikbudristek Lakukan Pemetaan Dampak Pandemi pada Masyarakat Adat
Dia menambahkan masyarakat adat seringkali memiliki akses yang sangat terbatas terhadap fasilitas kesehatan modern, seperti rumah sakit, klinik, dan puskesmas.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan melakukan pemetaan mengenai dampak pandemi COVID-19 pada masyarakat adat.
“Ini merupakan upaya mitigasi yang dilakukan terhadap masyarakat adat. Tujuannya untuk memberikan gambaran dan pemetaan yang komprehensif mengenai dampak pandemi,” ujar Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat (KMA) Kemendikbudristek, Sjamsul Hadi, dalam taklimat media di Jakarta, Selasa (15/2).
-
Kapan peningkatan kasus Covid-19 terjadi di Jakarta? Adapun kasus positif Covid-19 pada 27 November sampai 3 Desember mengalami kenaikan sebanyak 30 persen dibanding pekan sebelumnya, yaitu pada 20-26 November.
-
Apa yang terjadi pada kasus Covid-19 di Jakarta menjelang Nataru? Kasus Covid-19 meningkat di Ibu Kota menjelang Natal 2023 dan Tahun Baru 2024.
-
Bagaimana peningkatan kasus Covid-19 di Jakarta menjelang Nataru? Peningkatan kasus Covis-19 di DKI Jakarta aman dan sangat terkendali. Tidak ada kenaikan bermakna angka perawatan rumah sakit juga.
-
Apa yang menjadi tanda awal mula pandemi Covid-19 di Indonesia? Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
-
Bagaimana Pilkada 2020 diselenggarakan di tengah pandemi? Pemilihan ini dilakukan di tengah situasi pandemi COVID-19, sehingga dilaksanakan dengan berbagai protokol kesehatan untuk meminimalkan risiko penularan.
-
Kapan kasus Covid-19 pertama di Indonesia diumumkan? Presiden Jokowi mengumumkan hal ini pada 2 Maret 2020, sebagai kasus Covid-19 pertama di Indonesia.
Dia menambahkan masyarakat adat seringkali memiliki akses yang sangat terbatas terhadap fasilitas kesehatan modern, seperti rumah sakit, klinik, dan puskesmas. Masyarakat adat juga harus menghadapi tekanan ekologis, konflik lahan, hingga kehilangan sumber daya utamanya.
Minimnya ketersediaan dan akses terhadap fasilitas dasar kesehatan, penyebarluasan disinformasi terkait pandemi, hingga distribusi vaksin yang tidak merata semakin menambah kerentanan masyarakat adat.
Selain persoalan ketimpangan struktural, masyarakat adat telah memiliki sistem pertahanan tersendiri yang diwariskan melalui pengetahuan dan praktik-praktik lokal, yang secara langsung maupun tidak langsung bermanfaat dalam menghadapi dampak pandemi COVID-19.
“Laporan ini mencatat beberapa praktik isolasi, menjaga jarak, dan karantina wilayah yang bersumber dari pengetahuan lokal masyarakat adat,” kata Sjamsul.
Dirjen Kebudayaan, Hilmar Farid, mengatakan sangat penting dalam strategi penanganan dampak pandemi pada masyarakat adat untuk memperhatikan latar belakang masyarakat adat yang berbeda-beda di setiap wilayahnya.
Penanganan berbasis karakteristik khusus masyarakat adat, kata Hilmar, akan mendorong penanganan pandemi yang lebih berkeadilan, terutama bagi masyarakat adat yang telah memiliki kerentanan sebelum pandemi untuk mendapatkan prioritas penanganan.
“Sedangkan masyarakat adat yang masih tertutup dan telah memiliki sistem pengendalian internal yang kuat, sebaiknya tidak diganggu oleh kedatangan orang luar yang justru akan merusak pertahanan alamiah mereka” kata Hilmar.
Laporan merekomendasikan pentingnya dilakukan pemetaan yang lebih sistematis dan berkala untuk memotret situasi masyarakat adat. Pandemi COVID-19 juga memberi pelajaran pentingnya pendataan yang akurat dan waktu nyata, sehingga bisa diambil langkah- langkah yang tepat sesuai situasi dan kebutuhan masyarakat adat yang beragam.
(mdk/ded)