Kenaikan BBM, 'kado pahit' di Hari Pahlawan
Kebijakan Jokowi untuk menaikkan harga BBM dianggap bertentangan dengan nilai-nilai kepahlawanan.
Keputusan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) hari ini (18/11), menjadi kado pahit di Hari Pahlawan, yang jatuh pada tanggal 10 November lalu. Sebab, keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu, bertentangan dengan nilai-nilai semangat kepahlawanan yang memerdekakan rakyat dari ketertidasan kaum penjajah.
Hal ini diungkap pengamat politik dari Bangun Indonesia, Agus Mahfudz Fauzi kepada wartawan. Menurutnya, kebijakan menaikkan harga BBM itu, justru membuat kesengsaraan rakyat Indonesia di saat nuansa semangat kepahlawan 10 November masih dirasakan rakyat. Padahal, harga minyak dunia mengalami penurunan, sementara Pemerintah Indonesia justru menaikkan harga BBM.
"Seharusnya, pemerintah mengapresiasi perjuangan para pahlawan untuk kemerdekaan. Bukan membuat kebijakan yang menyengsarakan rakyat pada saat bangsa ini baru saja memperingati Hari Pahlawan pada 10 November lalu," kata Agus di Surabaya.
Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Timur ini kembali menjelaskan, kebijakan menaikkan harga BBM, dari Rp 6.500 menjadi Rp 8.500 ini, menunjukkan kalau pemerintah tidak peka terhadap kebutuhan rakyat.
"Saat ini, harga minyak dunia turun, tapi justru Presiden Jokowi menaikkan harga itu (BBM). Kenaikan BBM ini, jelas akan berimbas pada kenaikan harga-harga kebutuhan pokok. Dengan demikian, Jokowi telah melupakan apa yang dikampanyekan dulu. Setelah dilantik sebagai presiden, dia (Jokowi) melupakan visi dan misinya itu," keluh Agus.
Namun, masih kata Agus, agar keputusan Jokowi menaikkan harga BBM itu bisa diterima rakyat, mantan Gubernur DKI Jakarta ini harus bisa menjelaskan secara rasional tujuannya itu, yaitu demi kepentingan infrastruktur, pendidikan dan kesehatan.
"Tapi tujuan ini (infrastruktur, pendidikan dan kesehatan) kan, selama ini tidak ada hubungannya dengan kenaikan BBM. Untuk infrastruktur, selama Pemerintahan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono)-Boediono, berjalan baik," paparnya.
Demikian pula dengan pendidikan, masih kata Agus, pemerintah telah mengalokasikan 20 persen dari anggaran APBD dan APBN untuk pendidikan. Kemudian masalah kesehatan, juga sudah ada kebijakan BPJS dari pemerintahan sebelumnya.
"Tiga kategori bidang ini jelas tidak ada kaitannya dengan kenaikan BBM. Jika Presiden Jokowi menjadikan tiga bidang itu sebagai alasan menaikkan harga BBM, tentunya harus bisa menjelaskan kepada rakyat secara terbuka."
"Kalau bisa menjelaskan secara rasional, saya kira tidak ada masalah. Tapi jika tidak bisa, harga BBM harus kembali diturunkan. Sebab saat ini, harga minyak dunia turun 30 persen, masak di Indonesia mau dinaikkan, ini kan tidak rasional," papar Agus.
Kemudian, Agus-pun menduga, keputusan menaikkan harga BBM, ada pengaruh kuat dari mafia migas. Meski pemerintah telah membentuk tim untuk memberantas mafia migas, tapi kinerja tim tersebut belum maksimal, karena masih baru.
"Realisasi pemberantasan mafia migas harus dibuktikan, karena itu adalah janji-janji semasa kampanye pasangan Jokowi-JK. Kenaikan harga BBM ini, menunjukkan masih banyaknya kebocoran di sana-sini," tandasnya.
Sekadar tahu, tepat pukul 00.00 WIB, tanggal 18 November, secara resmi, pemerintah menaikkan harga BBM. Harga BBM yang ditetapkan, untuk jenis Premium, dari harga Rp 6.500 naik menjadi Rp 8.500, sedangkan untuk jenis Solar, dari Rp 5.500 menjadi Rp 7.500.
Sementara alasan pemerintah mencabut subsidi BBM itu, adalah untuk menambah anggaran biaya infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.