Kepala BNPT ingatkan bahaya paham radikal ke mahasiswa baru
Mahasiswa baru masih labil dan memiliki keingintahuan tinggi sangat rentan disusupi radikalisme dan terorisme. Bila tidak dibentengi para generasi penerus bangsa ini bisa saja terjerumus ke dalam paham-paham yang merusak tersebut.
Mahasiswa baru masih labil dan memiliki keingintahuan tinggi sangat rentan disusupi radikalisme dan terorisme. Bila tidak dibentengi para generasi penerus bangsa ini bisa saja terjerumus ke dalam paham-paham yang merusak tersebut.
Untuk itu Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Suhardi Alius meminta perguruan tinggi harus memberikan program khusus penguatan nasionalisme dan kebangsaan serta pembekalan tentang radikalisme dan terorisme di masa orientasi.
-
Bagaimana cara BNPT membantu para penyintas terorisme agar tetap berdaya? Selain itu, BNPT juga sering mengadakan agenda gathering yang ditujukan untuk menumbuhkan semangat hidup dan mengembalikan kepercayaan diri bagi para korban terorisme agar tetap berdaya.
-
Bagaimana peran Ditjen Polpum Kemendagri dalam menangani radikalisme dan terorisme? Ketua Tim Kerjasama Intelijen Timotius dalam laporannya mengatakan, Ditjen Polpum terus berperan aktif mendukung upaya penanganan radikalisme dan terorisme. Hal ini dilakukan sejalan dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme Tahun 2020-2024.
-
Bagaimana cara mencegah tindakan terorisme? Cara mencegah terorisme yang pertama adalah memperkenalkan ilmu pengetahuan dengan baik dan benar. Pengetahuan tentang ilmu yang baik dan benar ini harus ditekankan kepada siapa saja, terutama generasi muda.
-
Dimana BNPT menemukan landasan hukum untuk memberikan kompensasi kepada korban terorisme? Ibnu menjelaskan, landasan pemerintah melakukan pembayaran kompensasi atau ganti rugi tertuang dalam PP No. 35 Tahun 2020 tentang pemberian kompensasi, restitusi, dan bantuan kepada saksi dan korban.
-
Kenapa Ditjen Polpum Kemendagri menggelar FGD tentang penanganan radikalisme dan terorisme? Direktorat Jenderal (Ditjen) Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menggelar Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka Fasilitasi Penanganan Radikalisme dan Terorisme di Aula Cendrawasih, Kantor Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Jawa Tengah, Rabu (23/8).
-
Apa yang dirayakan di Hari Peringatan dan Penghargaan Korban Terorisme? Tujuan diadakannya peringatan ini untuk menghormati serta mendukung para korban terorisme serta melindungi hak asasi manusia.
"Para mahasiswa baru adalah masa depan Indonesia, orang-orang pintar, kalian jadi target. Ini karena anak-anak muda yang masih labil, rasa ingin tahu yang tinggi sehingga jadi sasaran brain washing. Kalian harus hati-hati. Persiapkan diri kalian dengan baik, karena bangsa ini ke depan kalian yang akan pimpin," ujar Suhardi kepada merdeka.com, Kamis (9/8).
Suhardi memberikan pembekalan kepada 5.800 lebih mahasiswa baru di Universitas Andalas (Unand) dan 3.000 lebih mahasiswa baru di Universitas Negeri Padang (UNP), Padang, Sumatera Barat, kemarin.
Mantan Kabareskrim Polri ini menjelaskan pentingnya ada program khusus dari Universitas atau Perguruan Tinggi pada masa orientasi mahasiswa. Program itu berupa penguatan jiwa nasionalisme dan kebangsaan serta pembekalan terhadap paham radikal terorisme.
"Semua perguruan tinggi harus mengalokasikan pola untuk mengundang, siapapun itu untuk memberikan pemahaman dalam pencegahan bahaya radikalisme di lingkungan kampus dan harus terstruktur seluruhnya. Apakah perguruan tinggi negeri, swasta, di awal-awal penerimaan mahasiswa baru sebaiknya diprogramkan untuk diisi dengan ceramah-ceramah terkait pencegahan radikal terorisme," ujar alumni Akpol tahun 1985 ini.
Suhardi juga menyampaikan materi-materi yang harus dipahami para mahasiswa juga para tenaga pendidik dan semua civitas akademika. Ia menjelaskan pentingnya pemahaman terhadap makna kata radikal.
"Hati-hati menggunakan istilah radikal. Radikalisme itu juga ada yang positif. Pahlawan zaman dahulu menggunakan istilah radikal agar bebas dari penjajah, itu baik. Tapi yang saya maksud di sini adalah radikal negatif yaitu anti NKRI, anti Pancasila, intoleransi dan penyebar paham takfiri, yang suka mengkafir-kafirkan orang. Ini yang sangat berbahaya dan harus dilawan," jelasnya.
Ia juga menjelaskan terkait tereduksinya nilai-nilai kebudayaan dan kearifan lokal, sehingga sering terjadi permusuhan dan pertikaian dalam masyarakat. Itu menjadi tantangan berat dalam masyarakat. Untuk itu ia ingin mengembalikan dan memompa semangat para generasi muda untuk cinta terhadap tanah air dan kebudayaan lokal tersebut.
"Nilai-nilai lokal, rasa persaudaraan kita sekarang tergerus, tereduksi. Seperti kata mantan Presiden Soekarno, 'perjuangan kita lebih berat, karena menghadapi bangsa kita sendiri'. Kalau zaman dahulu kita hadapi penjajah dengan bambu runcing, jaman sekarang? Saudara kita sendiri yang memecah belah," tuturnya.
Menurutnya, masalah kebangsaan tidak bisa hanya diselesaikan dengan logika, karena hanya sebatas norma, sehingga perlu digunakan perasaan dan hati, sehingga bisa menyentuh akar masalahnya.
"Masalah kebangsaan, saya tidak pakai logika, saya pakai hati. Kalau berbicara dengan dengan logika tidak akan selesai, harus pakai perasaan. Ingat, Republik ini bukan hanya untuk kalian, tetapi anak cucu kalian, pertanyaannya apa yang kita wariskan? Kita harus merawat kebhinekaan ini," tandasnya.
Baca juga:
Deputi KSP ingatkan anak muda bahaya paham radikalisme
BNPT: Kampus mampu cegah radikalisme
Pengadilan nyatakan JAD terlarang, Polri lebih mudah tangkap terduga teroris
Soal paham khilafah, JPU akui tidak memasukkan dalam tuntutan pembubaran JAD
Sia-sia dan tak ada gunanya, alasan JAD tak banding vonis pembekuan
Sosok di balik pemahaman radikal ISIS dipastikan tewas