Empat Bulan Berlalu, Polisi Belum Tetapkan Tersangka Kasus Kematian Mahasiswa PPDS Undip
Meski sudah empat bulan berlalu, menurut dia, tidak ada kendala dalam penanganan perkara tersebut.

Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah belum menetapkan tersangka dalam kasus dugaan perundungan di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Tengah, Kombes Pol. Dwi Subagio mengatakan, pihaknya berhati-hati dalam menangani perkara yang telah naik ke penyidikan sejak Oktober 2024 itu.
"Polisi membutuhkan kehati-hatian dalam penanganan perkara ini," kata Dwi, Kamis (19/12), dilansir Antara.
Meski sudah empat bulan berlalu, menurut dia, tidak ada kendala dalam penanganan perkara tersebut. Hingga saat ini, sudah ada 31 saksi dan 3 ahli yang dimintai keterangan dalam penyidikan kasus tersebut.
Dwi menyebut dalam waktu dekat akan ada kepastian hukum berkaitan dengan penetapan tersangka dalam perkara ini.
Investigasi Kemenkes
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan awal mula mahasiswi Program Studi Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro (Undip) dr Aulia Risma Lestari (ARL) mengalami depresi hingga ditemukan tewas.
Siti Nadia Tarmizi saat menjabat Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes mengatakan, dr Aulia tertekan karena 'dipalak' senior sebesar Rp20 sampai Rp40 juta setiap bulan.
Permintaan uang di luar biaya pendidikan resmi tersebut berlangsung sejak dr Aulia masih di semester pertama PPDS atau sekitar Juli hingga November 2022.
"Pungutan ini sangat memberatkan almarhumah dan keluarga. Faktor ini diduga menjadi pemicu awal almarhumah mengalami tekanan," kata Nadia, Minggu (1/9).
Menurut Nadia, dr Aulia tidak menduga akan 'dipalak' senior hingga Rp40 juta setiap bulan. Saat itu, dr Aulia juga ditugaskan menjadi bendahara angkatan yang bertugas menerima pungutan.
"Almarhumah ditunjuk sebagai bendahara angkatan yang bertugas menerima pungutan dari teman seangkatannya dan juga menyalurkan uang tersebut untuk kebutuhan-kebutuhan non-akademik antara lain; membiayai penulis lepas untuk membuat naskah akademik senior, menggaji OB (office boy), dan berbagai kebutuhan senior lainnya," jelas Nadia.
Nadia mengatakan, temuan ini berdasarkan investigasi yang dilakukan Kemenkes. Bukti dan saksi terkait permintaan uang di luar biaya pendidikan itu sudah diserahkan ke pihak kepolisian.
"Investigasi terkait dugaan bullying saat ini masih berproses oleh Kemenkes bersama pihak kepolisian," kata Nadia.
Sebagai informasi, dr Aulia diduga bunuh diri di indekos Lempongsari, Gajahmungkur, Semarang, karena dibully senior pada Agustus 2024. Kasus kematian ini masih ditangani Polda Jawa Tengah.
Kapolsek Gajahmungkur, Kompol Agus Hartono mengatakan, saat ditemukan wajah korban sudah dalam keadaan kebiruan serta posisi miring seperti orang tertidur.
"Mukanya biru-biru sedikit sama pahanya, seperti orang tidur," kata Kompol Agus Hartono, Rabu (14/8).
Dari hasil pemeriksaan saksi dan bukti di lokasi, polisi menemukan curhatan di sebuah buku harian bahwa korban berniat mundur karena bersinggungan dengan seniornya.
"Kita cek bukti buku harian, bahwa ia merasa berat pelajarannya dan senior-seniornya," ungkapnya.
Dari informasi, korban sudah menempati kos selama setahun. Sebelumnya korban sempat bercerita kepada ibunya ingin resign karena tidak kuat.
"Jadi memang pernah cerita tidak kuat dengan sekolahnya. Ada kemungkinan lain sama seniornya itu kan perintahnya sewaktu-waktu minta ini itu, ini itu, keras," ungkapnya.