Reaksi Santai Mendikbud Nadiem Ditanya Kasus Mahasiswa Kedokteran Bunuh Diri Karena Dibully Senior di Kampus
Dokter Aulia Risma diduga bunuh diri karena dibully senior.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makariem mananggapi santai soal kabar mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anastesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, dr Aulia Risma Lestari diduga bunuh diri karena dibully senior.
Usai rapat kerja dengan Komisi X DPR RI, Nadiem enggan mengomentari kasus tersebut. Termasuk masukan untuk Mendikbudristek pada periode berikutnya.
Padahal, dr Aulia Risma ditemukan tewas pada 12 Agustus 2024. Artinya, kasus tersebut sudah bergulir hampir sebulan.
"Oh belum tahu saya," kata Nadiem santai, Jumat (6/9).
Saat kembali ditanya soal maraknya aksi perundungan di satuan pendidikan, Nadiem enggan menjawab.
"Makasih, mari," ucapnya sambil masuk ke dalam mobil.
Keluarga dr Aulia Minta Kemendikbudristek Turun Tangan
Keluarga dr Aulia Risma meminta Kemendikbudristek ikut turun tangan dalam mengungkap dugaan perundungan di PPDS Undip.
"Ini sebenarnya bukan ranah Kementerian Kesehatan. Kementerian Pendidikan yang seharusnya bertanggung jawab," kata kuasa hukum keluarga dr Aulia, Misyal Achmad, dikutip dari Antara, Jumat (6/9).
Menurut dia, pihak keluarga memang belum berkomunikasi langsung dengan Kementerian Pendidikan. Namun, dia meyakini Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan telah berkomunikasi terkait dengan kasus ini.
Dia menyebut kasus perundungan di dunia pendidikan pencetak dokter ini sebagai fenomena gunung es.
"Banyak kasusnya, namun tidak ada yang berani melapor," tambahnya.
Dokter Aulia Sempat Lapor Undip Tapi Tak Ditanggapi
Misyal Achmad mengungkapkan, dr Aulia pernah melaporkan dugaan perundungan maupun beban kerja yang berat selama menempuh pendidikan kepada Undip. Namun, laporan itu tidak pernah ditanggapi.
"Keluarga bahkan sudah menyampaikan kondisi tersebut ke ketua program studi, namun tidak ada tanggapan," kata Misyal.
Menurut dia, keluhan sudah berkali-kali disampaikan sejak tahun 2022. Dia menduga terdapat pembiaran sehingga praktik perundungan tersebut terus terjadi.
"Ibu almarhum sudah melaporkan, namun tidak ada perubahan," katanya.
Investigasi Kematian dr Aulia
Sebagai informasi, dr Aulia diduga bunuh diri di indekos Lempongsari, Gajahmungkur, Semarang, karena dibully senior pada Agustus 2024. Kasus kematian ini masih ditangani Polda Jawa Tengah.
Kemenkes mengungkapkan temuan sementara dalam proses investigasi kematian dr Aulia. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi menjelaskan, pihaknya menemukan adanya dugaan permintaan uang di luar biaya pendidikan resmi yang dilakukan oleh oknum-oknum dalam program PPDS kepada dr Aulia.
"Permintaan uang ini berkisar antara Rp20-Rp40 juta per bulan," kata Nadia kepada merdeka.com, Minggu (1/9).
Berdasarkan keterangan saksi, permintaan ini berlangsung sejak dr Aulia masih di semester pertama pendidikan atau sekitar Juli hingga November 2022. Saat itu, lanjut Nadia, dr Aulia ditunjuk sebagai bendahara angkatan yang bertugas menerima pungutan dari teman seangkatannya.
Korban juga bertugas menyalurkan uang tersebut untuk kebutuhan-kebutuhan non-akademik antara lain membiayai penulis lepas membuat naskah akademik senior, menggaji office boy, dan berbagai kebutuhan senior lainnya.
"Pungutan ini sangat memberatkan almarhumah dan keluarga. Faktor ini diduga menjadi pemicu awal almarhumah mengalami tekanan dalam pembelajaran karena tidak menduga akan adanya pungutan-pungutan tersebut dengan nilai sebesar itu," jelas Nadia.
Nadia menyebut, bukti dan kesaksian akan adanya permintaan uang di luar biaya pendidikan ini sudah diserahkan ke pihak kepolisian untuk dapat diproses lebih lanjut.
"Investigasi terkait dugaan bullying saat ini masih berproses oleh Kemenkes bersama pihak kepolisian," kata Nadia.