Keresahan Kapolri tak ingin NKRI runtuh
Keresahan Kapolri tak ingin NKRI runtuh. Kapolri resah dengan sistem demokrasi Indonesia yang mengarah liberal. Ujian lain berupa adanya ideologi kekerasan dan munculnya isu primordialisme dan kesukuan. Dikhawatirkan mengarah pada perpecahan bangsa.
Kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini menarik perhatian Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Ujaran kebencian, hasutan, hingga berita bohong yang membanjiri media sosial, berujung pada perpecahan di tengah masyarakat. Ini semua menjadi ujian untuk mempertahankan Pancasila sebagai ideologi bangsa.
Kapolri seolah menyadari betul ancaman akan kebhinekaan. Berulang kali Kapolri menyampaikan pandangannya akan kondisi kehidupan berbangsa yang mengkhawatirkan. Di hadapan ratusan advokat yang tergabung dalam Forum Advokat Pengawal Pancasila, Kapolri mengakui saat ini Polri dihadapkan dengan situasi dilematis. Terlebih, menyangkut kasus-kasus intoleransi. "Kasus yang rawan persatuan bangsa kadang disikapi pro kontra," kata Tito di Komplek Mabes Polri, Jakarta, Senin (5/6).
-
Kapan Kota Tua Jakarta didirikan? Sejarah Kota Tua Jakarta berawal pada 1526, ketika Fatahillah, seorang komandan dari Kesultanan Demak, menyerang Pelabuhan Sunda Kelapa yang merupakan milik dari Kerajaan Pajajaran.
-
Kenapa Raden Adipati Djojoadiningrat berani melamar Kartini? Karena gagasannya ini, pada awal abad ke-20 Kartini mampu mendirikan sekolah perempuan pertama di rumahnya yang berada di Kabupaten Rembang untuk memberdayakan perempuan sehingga bisa membaca, berhitung, dan menulis.
-
Kapan Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo lahir? Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo lahir pada 7 Januari 1905, di Cepu, Jawa Tengah.
-
Kapan kerangka manusia ditemukan di Bekasi? Dia menjelaskan, kerangka manusia ditemukan di lahan Kosong Grand Wisata, Kampung Bulak Jambu, Tambun Selatan Kabupaten Bekasi pada pukul 17:00 WIB pada Rabu, 4 September 2024.
-
Kapan Arca Totok Kerot ditemukan? Pada tahun 1981, penduduk melaporkan adanya benda besar dalam gundukan di tengah sawah. Gundukan tersebut digali hingga terlihat sebuah arca. Penggalian hanya dilakukan setengah badan saja yaitu pada bagian atas arca.
-
Di mana Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo berada ketika HUT PP Polri? Pak Kapolri beliau jam 5 sudah berada di Papua, dengan Panglima TNI. Jadi beliau tidak bisa hadir, karena beliau tidak bisa hadir tentunya kita tidak mengikutsertakan para pejabat lainnya. Sehingga murni kita adalah PP Polri pada acara hari ini ya.
Padahal, dalam bertindak Polri selalu menggunakan dua pilar yakni legitimasi hukum dan legitimasi sosial. Menyadari tak bisa bekerja sendiri menciptakan kedamaian di tengah masyarakat, Polri meminta dukungan dari para advokat. "Kehadiran advokat perkuat legitimasi sosial sehingga Polri lebih berani," katanya.
Keresahan ini juga dibawa Kapolri saat menggelar safari Ramadan di Pondok Pesantren (Ponpes) Raudlatut Tholibin di Leteh, Kabupaten Rembang, Jateng, Selasa (6/6). Kedatangan Tito disambut pengasuh sekaligus pimpinan Ponpes Radhlatul Thalibin, KH Mustofa Bisri yang akrab disapa Gus Mus dan ulama kharismatik tokoh NU KH Maemun Zubair dari Sarang, Rembang. Jenderal bintang empat ini juga didampingi Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Kapolda Jateng Irjen Pol Condro Kirono dan Kasdam IV Diponegoro Brigjend Sabrar Fadilah.
Tito mengaku sangat ingin bercengkrama dan beriskusi dengan beberapa ulama dan tokoh muslim di Jateng. Termasuk dua ulama yaitu Gus Mus yang merupakan ulama menyejukan dan KH Maemun Zuber ulama kharismatik dan sesepuh tokoh NU.
"Saya pikir pingin diskusi, muter-muter ke Jateng. Saya tanya ke Pak Kapolda di mana? Mestinya di Rembang. Tokohnya ada Gus Mus. Saya belum kenal pribadi, saya selalu ikuti pernyataan beliau. Bukan karena Gus nya di depan tapi Gus ulama sangat menyejukkan," ucap Tito.
Di hadapan para ulama dan santri, Tito mulai membeberkan keresahannya akan kondisi bangsa. Sistem demokrasi di Indonesia saat ini sudah mengarah ke sistem demokrasi liberal. Ini terlihat dari kebablasannya kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.
"Demokrasi kita lihat, mengarah pada liberal membuka kebebasan berserikat, berkumpul dan lainya, ada dampak dan efek negatifnya," tegasnya.
Sesungguhnya sistem demokrasi yang dianut Indonesia sudah sangat baik. Kekuasaan berada di tangan rakyat, bukan otoriter maupun oligarki penguasa. Dengan kata lain, rakyat ikut menentukan ke mana arah bangsa. Namun saat ini sistem demokrasi di Indonesia tengah diuji dengan beragam persoalan.
"Saya melihat di tengah situasi bangsa sekarang ini terima ujian lagi. Demokrasi memang positif karena demokrasi sistem pemerintahan kuat," ucapnya.
Ujian lain berupa adanya ideologi kekerasan dan munculnya isu primordialisme dan kesukuan. Dampak ini lahir akibat kebebasan berpendapat yang seolah tanpa batasan. Dikhawatirkan mengarah pada perpecahan bangsa. Tito mencontohkan, konflik di Lampung yang membuktikan masih kuatnya isu primordialisme, kesukuan dan agama yang rentan memecah belah rakyat. Tito juga menceritakan konflik di Tanjung Balai yang memecah belah bangsa dengan isu ras dan kesukuan.
"Primordialisme keagamaan juga kita lihat. Menyentuh pada hal-hal sensitif berbasis agama. Bahkan tidak hanya antar agama tapi intra agama. Kamu keturunan anu, kamu barat, kamu timur tengah," jelasnya.
Mantan Kepala BNPT ini mengutip buku 'destructive power of religion' karangan Harold Ellens yang membawa pesan bahwa sesungguhnya agama hadir untuk membangun nilai kecintaan dan kedamaian. Namun dia menyayangkan yang terjadi di Indonesia justru agama diinterprestasikan untuk kepentingan sendiri dan kepentingan politik, bahkan aksi teror atas nama agama. "Bom bali atas nama Tuhan ratusan meninggal," ungkapnya.
Di hadapan para peserta, Tito juga menceritakan pengalamannya mendampingi Presiden Jokowi bertemu dengan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani. Saat itu Presiden Afghanistan menyampaikan kekagumannya pada Indonesia. Kondisi yang jauh berbeda dengan di negaranya yang terus menerus diliputi ketakutan akibat peperangan. Presiden Afghanistan membeberkan dampak buruk perang antar umat Islam yang mengakibatkan negara itu terpuruk bahkan mengalami kemunduran dan keterbelakangan dalam pembangunan. Dari cerita itu, Indonesia seharusnya bersyukur karena setelah merdeka, negara tetap berdiri kokoh dalam bingkai NKRI meski isu kekerasan dan keagamaan muncul.
"Tidak perlu berdiam diri anggap tantangan kesatuan bangsa tidak ada. Hadirin, disampaikan Pak Gubernur (Ganjar Pranowo) mulai muncul isu keagamaan, kekerasan. In The Name Of God, mengatasnamakan agama kita bisa hancur," ucapnya.
Sesungguhnya persoalan ini semua sudah diantisipasi oleh pendiri negara dengan menancapkan dasar negara berupa empat pilar. Keempat pilar itu diantaranya terdiri dari Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika.
"Diucapkan tiga kata satu tanah air, satu bangsa, satu bahasa. Kita lihat UUD 1945 dan Pancasila jadi dasar kita dan Bhineka Tunggal Ika karena founding father kita mengerti bangsa kita bangsa unik."
Dari keresahan itu, Kapolri meminta bantuan ulama untuk bersama-sama menjaga keutuhan NKRI. Upaya ini penting untuk menjauhkan negara ini dari keruntuhan akibat persoalan Suku, Agama, RAS dan Antargolongan.
"Mari jaga kesatuan. Kita jaga NKRI apapun terjadi harus sama-sama kita harus jaga NKRI. Jangan sampai bangunan runtuh. Kita akan berdoa bersama, ibadah bersama tapi semua kembali kepada Allah," harap Kapolri.
Gus Mus sebagai tuan rumah sangat berbahagia dengan kedatangan orang nomor satu di tubuh Polri itu. Dia juga menginginkan agar Indonesia tetap damai, masyarakatnya tak terpecah belah akibat isu SARA.
"Mudah-mudahan kita bersama diberi kekuatan lahir batin untuk kejayaan dan persatuan negara kita Indonesia," kata Gus Mus.
Baca juga:
Gus Mus minta pemerintah dan tokoh agama bersatu demi NKRI
Kapolri: Isu primordialisme sepertinya mulai mengental kembali
Kapolri sebut demokrasi Indonesia mengarah ke liberal dan berbahaya
Kapolri minta bantuan ulama jaga NKRI agar tak runtuh
Temui Gus Mus, Jenderal Tito sebut jadi Kapolri harus mutar-mutar