Ketua DPR Minta Polisi Usut Tuntas Penganiayaan Balita di Daycare Depok: Kekerasan Anak Tak Bisa Dibiarkan
Puan menekankan pentingnya pendampingan hukum dan psikologi bagi para korban dan keluarganya.
Ketua DPR RI Puan Maharani prihatin dengan aksi kekerasan yang dilakukan pemilik tempat penitipan anak atau daycare di Harjamukti, Cimanggis, Depok terhadap anak usia 2 tahun. Dia meminta dengan tegas kepada Pemerintah untuk memperketat pengawasan dan aturan di tempat penitipan anak (TPA).
- Pemilik Daycare di Depok Aniaya Balita, KPAI Sebut Pelaku Bisa Dipenjara Lebih dari 5 Tahun
- Tersangka Penganiayaan Balita di Daycare Depok Adik Ipar Elite Partai? Ini Jawaban Polisi
- Polisi Tangkap Pengasuh Daycare di Depok yang Diduga Aniaya Balita
- Polisi Dalami CCTV Balita Diduga Dianiaya di Daycare Harjamukti Depok
"Tidak ada seorang pun, sekalipun orang tuanya sendiri, yang boleh menyakitinya. Kekerasan pada anak tidak bisa dibiarkan,” ujar Puan dalam keterangannya, Kamis (1/8).
Puan merasa prihatin atas penganiayaan yang diterima Batita itu. Oleh karenanya, Puan mendukung pelaporan yang dilakukan orangtua korban ke pihak penegak hukum dan meminta untuk diusut tuntas.
"Kepolisian harus menindaklanjuti serta mengusut kasus kekerasan itu agar pelaku bisa dihukum atas kekerasan yang dilakukannya. Apalagi infonya pelaku melakukan kekerasan ke beberapa anak,” tegasnya.
Lebih lanjut, Puan menekankan pentingnya pendampingan hukum dan psikologi bagi para korban dan keluarganya. Pendampingan psikologi diperlukan untuk mengatasi trauma yang dialami korban.
"Pemerintah melalui lembaga terkait bersama penegak hukum wajib memberikan pendampingan psikologi untuk korban dan keluarganya, bila diperlukan termasuk pendampingan hukum,” kata Puan.
Di sisi lain, Puan juga mengingatkan pentingnya pengawasan oleh Pemerintah terhadap tempat-tempat penitipan anak, termasuk juga lembaga-lembaga bimbingan belajar anak atau Bimba yang belakangan tengah menjamur.
“Pengawasan ini menjadi hal yang harus diperhatikan. Mengingat tempat penitipan anak seperti daycare ini adalah lembaga non-formal, tapi tetap harus mengikuti pedoman perlindungan pengasuhan anak,” tuturnya.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) diketahui telah menginisiasi standardisasi dan sertifikasi lembaga layanan peningkatan kualitas anak di bidang pemenuhan hak anak atas pengasuhan dan lingkungan. Hal ini termasuk untuk memastikan terciptanya TPA atau daycare ramah anak ber-SNI.
“Kami mendorong agar program peningkatan kualitas layanan daycare dioptimalkan dan menjangkau semua daerah. Karena keselamatan anak menjadi prioritas,” ungkap Puan.
Mantan Menko PMK ini pun mendorong Pemerintah untuk memperbanyak program pelatihan dan pembinaan kepada pemilik maupun pegawai TPA, khususnya terkait pola pengasuhan anak serta layanan dan sarana bagi anak. Dengan memastikan daycare ramah anak, kata Puan, orangtua akan merasa aman dan nyaman saat menitipkan anak-anaknya.
“Dan tidak ada yang salah dengan orangtua yang menitipkan anak ke TPA atau daycare karena setiap kebutuhan orang berbeda-beda. Tidak perlu ada jugment dalam hal ini. Kasus kekerasan oleh oknum bukan karena kesalahan orangtua menitipkan anak di daycare,” paparnya.
“Karena daycare sendiri adalah solusi atas kebutuhan pemenuhan hak anak terhadap pengasuhan ketika anak sedang tidak bersama orangtua atau keluarga, khususnya bagi anak yang ayah dan ibunya bekerja,” tambah Puan.
Untuk itu, Puan meminta Pemerintah memberi perhatian lebih dalam mengawasi TPA atau daycare.
“Sosialisasikan dan beri edukasi kepada masyarakat mengenai daycare ramah anak, sehingga orangtua bisa memilih tempat paling aman dan nyaman untuk menitipkan anaknya,”ujarnya.
Puan juga mendorong penyediaan TPA di berbagai fasilitas umum, maupun perusahaan dan instansi negara. Hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan.
Dalam Pasal 30 UU KIA disebutkan bahwa pemberi kerja atau tempat kerja harus memberikan dukungan fasilitas, akomodasi yang layak, sarana, dan prasarana seperti fasilitas pelayanan kesehatan; penyediaan ruang laktasi; dan tempat penitipan anak.
"DPR menginisiasi UU KIA dengan harapan perkembangan anak tetap terjamin saat ibu bekerja. Dan untuk mencapai ini, tentunya diperlukan dukungan dari lingkungan kerja dan lingkungan sosial,” urai Puan.