Kiai se-Jawa Tengah tolak pembatasan usia nikah
Para kiai ini beralasan pembatasan usia nikah lebih banyak dampak negatifnya.
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah menolak pembatasan usia pernikahan bagi lelaki maupun perempuan. Penolakan ini dihasilkan melalui forum diskusi bahtsul masail, yang diikuti para kiai perwakilan dari Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Se-Jawa Tengah di halaman kampus Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) Jalan Suwandi Suwardi, Kabupaten Temanggung Jawa Tengah, Senin (8/8).
Acara yang diikuti ratusan ulama se-Jawa Tengah ini bertujuan untuk menyikapi isu di masyarakat tentang wacana menaikkan batas usia pernikahan, dari 19 tahun dinaikkan menjadi 21 tahun bagi lelaki, dan 16 tahun menjadi 18 tahun bagi perempuan.
"Kita tahu, bahwa kemarin ada yang mengajukan judicial review Pasal 7 ayat (1) dan (2) UU Nomor 1 Tahun 1974. Para kiai keberatan jika batas usia pernikahan harus dinaikkan, karena peraturan yang sudah ada saja kalau dilihat sisi positif (mashlahat) dan negatifnya (mafsadahnya), lebih banyak negatifnya. Jadi sesuai dengan hukum Islam yang selalu mempertimbangkan kebaikan dan manfaat, seharusnya usia pernikahan tidak boleh dibatasi. Hal itu menjadi wilayah orangtua atau wali dari perempuan, bukan pemerintah," jelas Ketua Lembaga Bahtsul Masail (Komisi Fatwa) NU Jawa Tengah, KH Abi Jamroh kepada merdeka.com, Senin (8/8).
Setelah melalui diskusi yang panjang dan beradu argumen, para kiai sepakat menyatakan bahwa pemerintah tidak boleh membatasi usia minimal pernikahan.
"Ada dua alasan yang diajukan para kiai dalam menolak batas usia pernikahan; Pertama, dalam hukum Islam kedudukan pemerintah dalam perkawinan yaitu sebagai wali 'am (penguasa umum), sedangkan orang tua atau keluarga bagi anak-anaknya berkedudukan sebagai wali khos (penguasa khusus). Selama masih ada orang tua dan keluarga, maka pemerintah tidak boleh ikut campur dalam menentukan batas usia nikah. Sedangkan alasan kedua, pembatasan usia nikah tidak membawa kebaikan bagi masyarakat. Yang ada justru mempersulit, dan membawa dampak kerusakan di masyarakat," papar moderator forum diskusi KH Hudalloh Ridwan.
Hasil keputusan rapat para kiai se-Jawa Tengah ini akan disampaikan kepada pemerintah dan pihak-pihak terkait, supaya dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam membuat undang-undang.
"Keputusan ini sangat penting untuk didengar oleh para pemangku kebijakan. Para kiai memutuskan penolakan terhadap batas minimal usia pernikahan ini bukan semata-mata berdasarkan pada dalil-dalil agama, tapi juga berdasarkan penelitian di masyarakat dengan mempertimbangkan manfaat dan madlarat-nya (bahayanya)," pungkas Hudalloh Ridwan.