Kisah Bung Tomo sowan ke KH Hasyim Asyari sebelum perang
Bung Tomo izin untuk membacakan pidatonya yang merupakan manifestasi dari resolusi jihad.
Pada 10 November 1945, pertempuran dahsyat terjadi antara pasukan Inggris dengan arek-arek Suroboyo. Pertempuran yang oleh pasukan Inggris diduga cuma berlangsung tiga hari, namun ternyata memakan waktu sampai hampir satu bulan. Puluhan ribu nyawa melayang dari kedua belah pihak.
Di balik pertempuran dahsyat yang dimulai pada 10 November 1945 tersebut, kita pasti tak lupa dengan nama Sutomo, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Bung Tomo. Bung Tomo memiliki andil besar dalam mengobarkan semangat arek-arek Suroboyo, memompa jiwa nasionalisme lewat pidato-pidatonya yang menggugah dan memompa semangat.
Bung Tomo lahir di Surabaya pada 3 Oktober 1920. Dia adalah seorang wartawan dan aktif menulis di berbagai surat kabar dan majalah seperti harian berbahasa Jawa Ekspres, Harian Soeara Oemoem, Mingguan Pembela Rakyat, Majalah Poestaka Timoer dan sebagainya. Bung Tomo juga pernah menjabat sebagai wakil pemimpin redaksi Kantor Berita Pendudukan Jepang Domei, serta Pemimpin Redaksi Kantor Berita Antara di Surabaya.
Bung Tomo juga pernah menjabat sebagai pucuk pimpinan Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI). BPRI akhirnya dilebur ke dalam Tentara Nasional Indonesia. Bung Tomo juga kerap berpidato yang disiarkan oleh Radio BPRI untuk mengobarkan semangat perjuangan. Pidato yang disiarkan oleh BPRI ini selalu direlai oleh RRI di seluruh wilayah Indonesia.
Ada cerita tersendiri sebelum pidato Bung Tomo yang akhirnya menjadi pemicu perlawanan arek-arek Suroboyo terhadap tentara sekutu tersebut. Sebelum membacakan pidato yang melegenda itu, Bung Tomo terlebih dahulu sowan kepada Hadratussyaikh KH Hasyim Asyari, Rais Akbar Nahdlatul Ulama pada saat itu. Bung Tomo izin untuk membacakan pidatonya yang merupakan manifestasi dari resolusi jihad yang sebelumnya telah disepakati oleh para ulama NU.
Resolusi Jihad bermula saat Presiden RI Pertama, Soekarno mengirim utusan kepada KH Hasyim Asyari, menanyakan bagaimana hukumnya dalam agama Islam membela tanah air dari ancaman penjajah. KH Hasyim Asyari tidak langsung menjawab, melainkan meminta masukan kepada para kyai terlebih dahulu.
Tepat pada tanggal 21-22 Oktober 1945, KH Hasyim Asyari mengumpulkan wakil-wakil dari cabang NU di seluruh Jawa dan Madura di Surabaya. Dalam pertemuan tersebut, diputuskan bahwa melawan penjajah sebagai perang suci alias jihad, atau saat ini populer dengan istilah resolusi jihad.
Setelah resolusi jihad dicetuskan, ribuan kiai dan santri bergerak ke Surabaya. Pada 10 November 1945 atau tepatnya dua minggu setelah resolusi jihad dikumandangkan, meletuslah peperangan sengit antara pasukan Inggris melawan tentara pribumi dan juga warga sipil yang cuma bersenjatakan bambu runcing. Konon, ini adalah perang terbesar sepanjang sejarah Nusantara.
Perang yang berlangsung kurang lebih selama tiga minggu ini akhirnya dimenangkan oleh arek-arek Suroboyo. Pasukan Inggris yang tangguh itu pun lumpuh, dan bertekuk lutut.
Kisah-kisah pertempuran arek-arek Suroboyo, bersama para santri dan kyai melawan pasukan Inggris ini terekam apik dalam film 'Sang Kyai' yang tayang belum lama ini, termasuk adegan Bung Tomo yang sowan kepada KH Hasyim Asyari.
Dari berbagai sumber