Kisah gerilya Letkol Kawilarang dan harimau Sumatera
Di daerah itu gentayangan 'Barisan Harimau Liar'. Mereka adalah kelompok perampok yang mengincar para pengungsi.
Lima pencari kayu alim (biasanya digunakan untuk bahan minyak wangi), dari Desa Simpang Kiri, Kecamatan Tenggulun, Aceh Tamiang terjebak di atas pohon karena dikepung lima ekor Harimau di pedalaman hutan Leuser. Sementara satu orang lagi tewas diterkam. Rupanya harimau itu marah karena anaknya dibunuh salah satu pencari kayu.
Kawasan Bukit Barisan dan Gunung Leuser dikenal sebagai habitat Harimau Sumatera. Ada kisah menarik saat Gerilya mempertahankan kemerdekaan dulu.
Saat itu November 1948, Letkol Alex Kawilarang ditunjuk menjadi Komandan Sub Teritorial VII Tapanuli dan Sumatera Timur. Menjadi Komandan di Sumatera hal baru baginya, saat agresi militer Belanda I tahun 1947, Kawilarang bertugas di Kawasan Bogor dan Sukabumi.
Masalah di Sumatera bukan hanya ancaman serangan Belanda. Perang saudara antara sesama prajurit lokal juga terjadi. Sampai-sampai TNI kekurangan peluru karena sesama pasukannya saling gempur.
Benar saja, Belanda menggelar agresi militer ke II. Yogyakarta sebagai pusat pemerintahan langsung jatuh tanggal 19 Desember 1948. Empat hari kemudian pasukan Belanda mendarat di Sumatera lewat Balige dan Danau Toba.
Kawilarang meminta semua prajurit TNI berhenti bertikai. Kini mereka menghadapi musuh bersama yaitu Belanda.
Kawilarang masuk hutan dia mengecek semua sektor yang ada di bawahnya hingga masuk ke Aceh. Perjalanannya berat, keluar masuk hutan, meniti pegunungan bukit barisan. Seringkali rombongannya yang hanya beberapa orang ditembaki Belanda. Untungnya Kawilarang selalu bisa lolos.
Salah satu pengalaman Kawilarang yang paling menegangkan adalah bertemu Harimau di belantara Sumatera. Saat itu Kawilarang hendak menuju Sidikalang. Tahunya daerah itu sudah dikuasai Belanda. Dia pun kembali masuk hutan.
"Kira-kira tengah malam, tidak jauh dari Sidikalang, tiba-tiba penunjuk jalan yang ada di depan saya berhenti. Ada apa pula? Ternyata di tengah jalan, dengan jarak cuma tiga meter dari kami, dua titik memencar. Macan!" kata Kawilarang dalam biografi Untuk Sang Merah Putih yang diterbitkan Pustaka Sinar Harapan.
Semua menahan napas. Untunglah setengah menit kemudian binatang itu melompat ke pinggir. Semuanya bersyukur. Perjalanan bisa dilanjutkan. Jika terpaksa menembak tentu akan kedengaran Belanda dan akibatnya lebih fatal.
Bertemu Harimau di hutan memang menakutkan. Namun ada lagi yang saat itu lebih menakutkan rakyat Sumatera di saat peperangan. Di daerah itu gentayangan 'Barisan Harimau Liar'. Mereka adalah kelompok perampok yang mengincar para pengungsi.
"Perampasan, perampokan, pembunuhan kerap terjadi dan umumnya dilakukan oleh kelompok ini," kata Kawilarang.
Kawilarang menebar pasukan di pinggir jalan raya Tarutung-Sibolga. Mereka menyerang konvoi Belanda yang lewat sana. Cara itu cukup efektif, Belanda sampai menjulukinya doden weg atau jalan maut.
Baru tanggal 15 Agustus akhirnya Pemerintah Indonesia dan Belanda sepakat gencatan senjata. Kawilarang menceritakan moril TNI dan rakyat sebenarnya masih tinggi untuk terus gerilya. Hanya peluru yang sudah sangat kurang. Tapi tentara harus patuh para kebijakan pemerintah. Tembak menembak di seluruh Sumatera dihentikan total.
Tanggal 27 Desember 1949 Belanda mengakui kedaulatan Indonesia, termasuk seluruh Sumatera.