Kisah korban tsunami dikira meninggal, ternyata pulang ke rumah
Dalam pikiran keluarga, mustahil pemuda ini bisa selamat dengan kondisi Banda Aceh rata dengan tanah.
Ada beragam kisah dibalik tragedi gempa dan tsunami yang terjadi 10 tahun silam di Aceh. Sampai kisah di luar prediksi sampai ditemukan kisah mistis.
Kini ada sebuah kisah seorang anggota keluarga yang dikira sudah tewas diterjang tsunami. Akan tetapi ternyata masih selamat dan kembali ke rumah setelah 5 hari tsunami.
Kisah ini bermula, Minggu pagi, 26 Desember 2004, tepatnya 10 tahun silam. Seorang pemuda yang masih menimba ilmu di Univertitas Syiah Kuala (Unsyiah) jurusan Perguruan Guru Sekolah Dasar (PGSD) di Darussalam, Banda Aceh.
Sebelum tsunami sudah berada di Pulau Aceh untuk menyelesaikan kuliah kerja nyata, sebagai salah satu syarat bisa menyelesaikan studinya.
Pulau Aceh adalah sebuah pulau terpencil dan terluar di Aceh dan bahkan di Indonesia. Kala itu, pulau ini tergolong daerah tertinggal. Wilayah administrasi masuk dalam Kabupaten Aceh Besar, Pulau Aceh, merupakan sebuah kecamatan.
Menempuh perjalanan ke sana, harus terlebih dahulu menumpang perahu nelayan yang sengaja disulap menjadi perahu penumpang dengan jarak tempuh sekitar 2,5 jam jalur laut.
Namun, keluarga pemuda ini mulanya berpikir dia meninggal ketika tsunami melanda. Sebab Banda Aceh sudah tenggelam dan bangunan rata dengan tanah. Mereka berpikir, pulau Aceh juga mengalami nasib sama.
Tentu dalam pikiran keluarga pemuda ini, saudara kandungnya ini sudah tiada. Konon lagi, setelah 5 hari pasca-tsunami, pihak keluarga belum mendapatkan kabar keberadaan pemuda tersebut.
Tak pelak, semua keluarga besarnya panik, resah dan risau. Pupus semua harapan tatkala melihat langsung kondisi Kota Banda Aceh saat itu. Dalam pikiran mereka, mustahil pemuda ini bisa selamat dengan kondisi Banda Aceh rata dengan tanah.
Rasa kecewa terpencarkan dari raut wajah keluarga pemuda ini. Miris hati mereka mengenang saudara kandungnya ini pergi dengan cara tragis. Tangisan pun pecah, ibu dan ayah pemuda ini yang sudah lansia lantas langsung bermuram durja.
Air matanya menetes di pipinya. Menangis, sedih dan ingin rasanya bertemu meskipun hanya jasad yang telah terbujur kaku. Ingin rasanya orang tua pemuda ini memandikan si buah hatinya dan menguburkan di desa tempat tinggal mereka.
Namun, saudara kandung pemuda ini, Wirjaini masih saja tetap memberikan harapan kepada kedua orangtuanya dan meyakinkan bahwa adiknya masih hidup. "Saya sangat yakin adik saya selamat, meskipun tidak, saya ingin mencari jenazahnya," kata Wirjaini.
Wirzaini Usman, PNS yang bekerja di Pemerintah Kota Banda Aceh menuturkan kisah yang mengharukan itu pada merdeka.com, Kamis (25/12).
"Yang belum jumpa hanya adik saya Hamdani, saat itu orang tua saya yang sudah tua semakin pesimis, seakan-akan Hamdani tidak selamat, sedangkan saya dan adik perempuan hari kedua sudah jumpa," kata Wirzaini,
Hari ke-3 tsunami, tepatnya pada hari Rabu, dia bersama ayahnya kembali berangkat ke Banda Aceh untuk mencari Hamdani yang belum mendapat kabar apakah selamat atau tidak dalam pencarian dua hari sebelumnya.
Mereka hari itu masih optimis Hamdani selamat, lalu ia mencari dari posko pengungsi dari Lambaro dan juga di sejumlah lokasi pengungsian lainnya. Akan tetapi tetap tidak ada tanda-tanda keberadaan Hamdani.
"Saat itu kami sudah semakin pasrah, apa lagi setelah mendengar cerita salah seorang petugas PMI, Desa Lampunyang, Pulau Aceh terbelah dua, kecil orang bisa selamat di situ," imbuhnya.
Saat itulah, kisah Wirzaini, ayahnya semakin syok dan nyaris jatuh saat mendengar informasi tersebut. Sebab Desa Lampunyang itu lokasi KKN Hamdani di Pulau Aceh.
Karena melihat kondisi ayahnya tidak memungkinkan, Wirzaini memutuskan untuk kembali ke Sigli. "Kami takut ayah semakin syok, karena ayah ada sakit jantung, makanya kami pulang dulu," ujarnya.
Pada hari Kamis, tepatnya hari kelima setelah tsunami, Wirzaini bersama kakak kandungnya kembali ke Banda Aceh untuk mencari Hamdani. Namun tiba-tiba saat hendak berangkat menggunakan sepeda motor, dia dipanggil oleh ayahnya sambil tertatih-tatih mendekati mereka.
"Nak, ini kantong mayat, tolong kamu cari yang mirip dengan Hamdani, kamu bawa pulang ke sini," kata Wirzaini meniru pesan Ayahnya saat hendak berangkat ke Banda Aceh mencari Hamdani.
Tak terasa isak tangis kedua orang tuanya tidak terbendung, demikian juga sejumlah sanak keluarganya yang berkumpul di rumah sudah pasrah. Mereka hanya berharap bisa melihat mayat Hamdani, keluarga besar tidak lagi menaruh harapan Hamdani bisa selamat.
Sesampai ke Banda Aceh, dia mencari ke seluruh tumpukan mayat dan juga lokasi pusat pengungsian korban tsunami. Tujuannya hanya satu, mau membawa pulang Hamdani meskipun mayat yang dia dapatkan. Hal ini sesuai dengan permintaan kedua orang tuanya.
"Jadi waktu itu saya dan abang, mau pinjam perahu nelayan mau ke Pulau Aceh untuk cari Hamdani," ungkapnya.
Namun, tiba-tiba ada sekelompok anak muda yang menggunakan jas almamater PGSD. Lantas terbesit dalam pikirannya untuk mempertanyakan keberadaan Hamdani.
Tanpa menunggu waktu lama, Wirjaini bergegas menghampiri mahasiswa tersebut dan menanyakan keberadaan adiknya dengan memberitahukan ciri-ciri Hamdani.
"Jadi langsung mereka bilang, ada di Desa Go Gajah, karena sedang menghantar sekitar 6.000 korban tsunami dari Pulai Aceh," kisah Wirzaini.
Saat itulah, Wirzaini merasa lega dan senang. Kendati demikian, dia belum puas hatinya, karena Wirjaini harus bisa memastikan wujudnya secara langsung. Karena teringat akan pesan orang tuanya, dia diamanahkan untuk membawa pulang Hamdani hidup ataupun sudah meninggal.
"Waktu jumpa langsung saya minta dia pulang, karena keluarga dan ayah dan ibu menunggu," ungkap Wirzaini.
Kini Hamdani sudah menjadi PNS di Pemerintah Kabupaten Pidie. Saat ini mengajar di Sekolah Dasar (SD) di Lamlo, Kecamatan Sakti. Selain itu, Hamdani memiliki usaha kerepuk jengek di Beureunuen.
Namun satu hal keluarga ini resah, sampai saat ini Hamdani belum mendapatkan pasangan hidupnya. Soal penghasilan, Hamdani tergolong sudah matang, sudah siap untuk berkeluarga.
"Kami kesal sekarang Hamdani belum menikah, jadi dia sekarang sedang mencari pasangan hidupnya," kelakar Wirzaini.
-
Kapan Museum Tsunami di Banda Aceh didirikan? Museum Tsunami menjadi monumen untuk memperingati bencana tsunami yang melanda Aceh pada penghujung 2004.
-
Mengapa Museum Tsunami Aceh dirancang dengan konsep seperti Rumoh Aceh? Museum ini berkonsep seperti Rumoh Aceh dan on escape hill dan secara gaya arsitektur mengedepankan nilai-nilai Islam, budaya lokal, dan abstraksi tsunami.
-
Mengapa Masjid Baiturrahim Ulee Lheue disebut sebagai saksi bisu tsunami Aceh? Bangunan berwarna putih dengan balutan pilar-pilar menghiasi bagian depan ini dulunya sempat menjadi pengungsian di masa pemerintahan Hindia Belanda. Mengunjungi Masjid Baiturrahim Ulee Lheue, Saksi Bisu Dahsyatnya Tsunami Aceh 2004 Sebuah bangunan religius terletak tidak jauh dari pelabuhan ini memiliki nilai historis yang tidak bisa dibeli menggunakan apapun. Lebih dari itu, bangunan ini menjadi saksi bisu kedahsyatan bencana alam Tsunami Aceh pada tahun 2004 silam.
-
Kapan gempa dan tsunami Aceh yang menghancurkan Rumah Sakit Umum Meuraxa? Peristiwa gempa dan tsunami Aceh pada 2004 masih terus dikenang sampai saat ini.
-
Apa yang menjadi tujuan utama dari pembangunan Museum Tsunami Aceh? Museum yang dirancang sebagai bangunan simbolis untuk mengenang tragedi Tsunami tahun 2004 silam sekaligus tempat edukasi dan tempat perlindungan darurat bencana alam.
-
Dimana lokasi Museum Tsunami Aceh berada? Letaknya berada di Jalan Sultan Iskandar Muda, dekat dengan Simpang Jam serta berseberangan dengan Lapangan Blang Padang.