Kisah pendaki yang panik saat Gunung Slamet 'batuk'
Pada Senin malam sekitar pukul 19.00 WIB masih ada dua pendaki dari Tegal yang melakukan pendakian.
Seorang pendaki asal Purwokerto, Himawan L Nugraha (22), tak menyangka jika hari yang dipilihnya untuk mendaki Gunung Slamet menjadi hari bersejarah dalam hidupnya. Dia bersama delapan pendaki dari Kota Mendoan, merasakan dari dekat saat Gunung Slamet aktif dari kawahnya.
"Saya berangkat dari pos pendakian Bambangan (Desa Kutabawa Kecamatan Karangreja) Purbalingga sekitar pukul 20.00 WIB hari Minggu malam," ujarnya saat ditemui, Selasa (11/3).
Pendakian tersebut merupakan yang kesekian kali dilakukannya untuk menikmati alam bebas yang menjadi hobinya. Mahasiswa pecinta fotografi ini mengaku, saat itu tidak mendapatkan firasat apa pun kalau Gunung Slamet akan 'batuk'.
"Setelah perjalanan sekitar 8 jam, kami tiba di pos 5 pendakian. Saat itu, kami beristirahat untuk melanjutkan perjalanan menuju puncak," ujarnya.
Bersama anggota tim lainnya, dia berencana melakukan perjalanan sekitar pukul 05.00 WIB dari pos 5. Namun niat tersebut urung dilaksanakan lantaran hujan lebat mengguyur kawasan tersebut. Ketika hujan reda sekitar pukul 06.30 WIB, Himawan bergegas menyiapkan diri untuk melanjutkan perjalanan. "Sekitar pukul 07.00 WIB kami melanjutkan perjalanan dan tiba di puncak sekitar pukul 10.00 WIB," katanya.
Sesampainya di puncak gunung, mereka disambut letusan untuk kali pertama. "Saat itu, kami santai-santai saja, karena masih berniat ingin mengambil foto dari puncak dan saat itu arah asap belum ke kami. Tetapi saat letusan kedua, kami terkejut karena disertai dentuman yang besar. Setelah itu, kami lari karena rasa panik yang luar biasa dan memutuskan untuk turun ke bawah," ucapnya.
Saat letusan kedua terjadi, menurut Himawan, arah asap belum mengarah ke rombongannya. Setibanya kembali ke pos 9, dia kembali mendengar letusan ketiga dan dentumannya terdengar lebih besar dari letusan kedua. Dengan rasa panik yang luar biasa, mereka kemudian bergegas turun secepatnya.
"Saat letusan ketiga suaranya lebih besar, bahkan asap sampai di atas kepala, untungnya ada angin jadinya asap pecah," ujarnya.
Himawan mengakui, saat itu berada di puncak sekitar 1,5 jam sebelum memutuskan untuk turun menuju pos pendakian awal di Dukuh Bambangan. Akhirnya, sekitar pukul 16.30 WIB, mereka berhasil sampai di Pos Bambangan.
"Sesampainya di bawah, kami baru tahu kalau status Gunung Slamet sudah berubah menjadi waspada pada malam harinya. Saya juga sempat dapat 'oleh-oleh', kuku jempol saya lepas tersandung batu karena panik," tuturnya sambil tersenyum.
Petugas SAR Kutabawa, Slamet Hardiansyah mengaku, pada Senin sore masih belum ada tanda-tanda kalau status Gunung Slamet akan dinaikkan. "Saat sore memang terlihat asap membumbung tinggi dari puncak gunung. Tetapi, kami sempat memeriksa status Gunung Slamet dari PVMBG dan masih normal," ujarnya.
Selain itu, dia mengemukakan, pada Senin malam sekitar pukul 19.00 WIB masih ada dua pendaki dari Tegal yang melakukan pendakian. Menurutnya, saat itu sempat diperbolehkan.
"Namun ketika status berubah, mereka sudah sampai di Pos 2 dan kami berusaha berkomunikasi. Mereka yang mendaki juga akhirnya memutuskan untuk kembali ke pos Bambangan karena merasa tidak aman, lantaran sudah merasakan getaran dan mendengarkan gemuruh dari Gunung Slamet," ucapnya.