Kisah pilu pelajar SD di pedalaman Borneo
Seragam bocah-bocah ini lusuh. Warnanya sudah menguning. Tak lagi putih seperti dipakai pelajar di kota-kota besar. Coba tengok ke bawah. Celana sudah tak bisa dikancing. Kaki mereka dekil, hanya sandal butut sebagai pelindung. Boro-boro berpikir beli sepatu.
Dalam keterbatasan anak-anak ini masih punya mimpi. Keadaan tidak menyurutkan niat mereka untuk tetap bersekolah. Meski sampai detik ini perhatian masih sangat minim diberikan.
Seragam bocah-bocah ini lusuh. Warnanya sudah menguning. Tak lagi putih seperti dipakai pelajar di kota-kota besar. Coba tengok ke bawah. Celana sudah tak bisa dikancing. Kaki mereka dekil, hanya sandal butut sebagai pelindung. Boro-boro berpikir beli sepatu.
Sekarang lihat yang mereka tenteng. Hanya kantong kresek. Anak-anak ini tak memiliki tas. Alat tulis, buku pun harus berbagi satu sama lain saat belajar.
-
Siapa yang menginspirasi dengan semangatnya mengajar ngaji? Meski berada dalam keterbatasan, semangatnya berbagi ilmu agama kepada anak-anak benar-benar menginspirasi. Syarif, menjadi contoh sosok yang kuat menjalani kehidupan meski fisiknya berbeda dari kebanyakan.
-
Siapa saja yang menjadi korban tawuran pelajar di Jakarta? Dahulu, korbannya tidak hanya sesama pelajar, namun juga para guru juga rentan menjadi sasaran.
-
Siapa yang menjadi pendakwah muda inspiratif? Jeffry Al-Buchori memiliki nama populer Uje, adalah seorang pendakwah atau ustad yang tampil dengan mengemas bahasa dakwahnya dengan bahasa-bahasa anak muda.
-
Siapa yang menemukan pendatang yang menjadi pemulung di Jakarta? "Ada juga yang beberapa waktu lalu ketemu ya kita pemulung segala macam. Kita kembalikan,"
-
Siapa saja yang bisa memberikan kata-kata motivasi belajar? Berikut ini merdeka.com merangkum 50 kata-kata motivasi belajar yang ampuh untuk meningkatkan motivasi belajar anak.
-
Siapa yang bisa menjadi inspirasi bagi kita? "Jadilah seseorang yang memberikan inspirasi kepada orang lain."
pelajar di tapal batas ©2017 instagram.com/anggitpurwoto
pelajar di tapal batas ©2017 instagram.com/anggitpurwoto
Mau tahu bagaimana pelajar ini sampai sekolah? Dengan berjalan kaki. Jarak tempuhnya tentu berbeda-beda. Terjauh ada yang sampai 45 menit. Bayangkan anak sekecil itu harus menembus hutan di pedalaman dengan jalan berbukit. Belum lagi medan berlumpur.
Kisah pilu ini diceritakan oleh seorang guru. Namanya Anggit Purwoto. Sudah tujuh bulan Anggit mengabdi dari satu tahun masa tugas. Dia ikut program Sarjana Mendidik Daerah Terdepan, Terluar, Tertinggal (SM3T) dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
SDN 04 terletak di Desa Sungkung, Kecamatan Siding, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat. Berbatasan dengan Malaysia. Butuh waktu kurang lebih dua hari dari Bengkayang ke desa dengan jalur darat. Jika cuaca buruk tentu sampainya lebih lama lagi.
"Saya sampaikan ke anak-anak untuk fokus belajar jangan pedulikan kondisi. Tetap semangat menatap masa depan. Mereka punya mimpi," kata Anggit saat berbincang dengan merdeka.com, Minggu (2/4).
pelajar di tapal batas ©2017 instagram.com/anggitpurwoto
pelajar di tapal batas ©2017 instagram.com/anggitpurwoto
Di desa itu ada 4 SD, 1 SMP dan 1 SMA. Semuanya berada dalam satu kompleks. Jaraknya tidak terlalu jauh. Untuk SD jam masuk sekolah pukul 07.00 WIB sampai 11.00 WIB. Kadang banyak siswa sampai di sekolah sudah kelelahan.
Anggit sendiri sebenarnya ditugaskan mengajar di SMA bersama dua rekannya. Dua lainnya di SMP. Disayangkan Dinas Pendidikan Kabupaten Bengkayang tak menempatkan para sarjana pendidikan ini di tingkat sekolah dasar.
Tak ada guru tetap di sana. Sering kali kelas kosong. Biasanya, kata Anggit, kebanyakan guru mengajar selama dua minggu dalam sebulan. Sisanya libur. Kondisinya ini tak dipersoalkan karena rata-rata guru dari kota dan sudah berkeluarga.
"Makanya saya berinisiatif, sukarela mengajar di SD," kata jebolan Universitas Muhammadiyah Purwokerto itu. Pria 23 tahun ini mengajar IPA, menulis, baca, hitung dan bernyanyi.
pelajar di tapal batas ©2017 instagram.com/anggitpurwoto
pelajar di tapal batas ©2017 instagram.com/anggitpurwoto
Menurut Anggit, tak hanya siswa, kondisi bangunan sekolah juga memprihatinkan. Namun yang paling dibutuhkan adalah seragam layak dan alat tulis. Total ada 135 pelajar, 59 laki dan 66 perempuan.
"Kondisinya sangat membutuhkan. Ketika pelajaran tidak punya pensil karena kebutuhan pokok mahal," ungkapnya.
Waktu belajar siswa juga terbatas. Ketika langit gelap sudah tak ada lagi penerangan. Listrik belum masuk. Panel surya menjadi solusi. Tapi tidak bisa menjangkau seluruh kebutuhan.
Dia berharap pemerintah daerah sampai pusat tergerak. Anak-anak ini adalah generasi penerus bangsa. Mereka punya hak untuk memperoleh pendidikan layak.
"Perhatikan pendidikan di pedalaman. Ibaratnya 'keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia' benar ada. Tidak hanya di satu pulau saja," harap Anggit.