Hidup Nomaden dan Bergantung Pada Alam, Ini Fakta Menarik Suku Sakai dari Pedalaman Riau
Salah satu suku di Indonesia yang mendiami hutan pedalaman Riau ini hidup bergantung pada alam dan pola kehidupannya yang masih bepindah-pindah.
Salah satu suku di Indonesia yang mendiami hutan pedalaman Riau ini hidup bergantung pada alam dan pola kehidupannya yang masih bepindah-pindah.
Hidup Nomaden dan Bergantung Pada Alam, Ini Fakta Menarik Suku Sakai dari Pedalaman Riau
Indonesia memiliki ragam suku yang masih hidup tradisional dan masih mengandalkan potensi alam di sekitarnya. Suku Sakai, suku dari pedalaman Riau ini salah satunya.
Memang secara umum kata Suku Sakai jarang terdengar di telinga kita. Namun, mereka salah satu dari sekian banyak suku di Indonesia yang memiliki pola hidup berpindah-pindah atau nomaden. (Foto: Pixabay)
-
Kenapa Suku Kalang hidup nomaden? Sistem kasta pada masa Hindu Buddha membuat Suku Kalang tersisih. Mereka mengasingkan diri hingga hidup nomaden dari hutan ke hutan.
-
Di mana Suku Sekak tinggal? Suku Sekak atau Orang Sekak merupakan sub Suku Laut yang menetap di Pulau Bangka dan Belitung.
-
Di mana Suku Akit tinggal? Mengutip situs kemdikbud.go.id, Suku Akit adalah salah satu sub-suku Melayu atau Proto Melayu yang sudah lama tinggal di Riau sebelum adanya suku lain.
-
Dimana Suku Piliang berada? Suku Piliang memiliki beberapa sub-suku yang cukup beragam dan tersebar di beberapa wilayah di Sumatra Barat, di antaranya:
-
Di mana Suku Orang Laut tinggal? Suku ini telah mendiami wilayah perairan Sumatra Timur tepatnya di Kepulauan Riau.
-
Bagaimana Suku Darat di Pulau Rempang mencari nafkah? Mengutip dari kanal liputan6.com, Lamat kini hidup sebagai pemanen kelapa muda dan membersihkan kebun perusahaan yang ada di sekitar kampungnya. 'Memanen kelapa diupah 1 butir Rp1.000, untuk membersihkan kebun per pohon kelapa Rp.2000,' ucap Lamat.
Mengutip dari beberapa sumber, Suku Sakai atau Orang Sakai ini konon masih terdapat darah keturunan dari Minang dan Ras Weddoid. Campuran tersebut berasal dari keturunan Pagaruyung.
Konon awal masuknya Suku Sakai ke kawasan Tepian Sungai Gasib, Hulu Sungai Rokan yang ada di pedalaman Riau ini terjadi sekitar pada abad ke-14 silam. Suku ini menjadi salah satu dari sekian puluh suku di Indonesia yang hidupnya begitu dekat dengan hutan dan alam.
Asal-usul Suku Sakai
Melansir dari berbagai sumber, nama "Sakai" sendiri konon adalah sebuah singkatan dari Sungai, Kampung, Anak, dan Ikan. Hal ini berkaca dari pola kehidupan Suku Sakai yang berpindah-pindah ke berbagai tepian sungai ataupun sumber air.
Kehidupannya yang sering berpindah-pindah ini, mereka biasa tinggal di sebuah pondokan yang mudah dibongkar pasang. Biasanya di dalam pondokan itu terdapat beberapa keluarga dan seorang pemimpin yang disebut Batin.
Beberapa daerah yang menjadi lokasi tempat tinggal Suku Sakai ini adalah daerah Kandis, Balai Pungut, Kota Kapur, Minas, Duri, sekitar Sungai Siak, dan hulu Sungai Apit.
Kebudayaan Suku Sakai
Meski kehidupan masyarakat Suku Sakai berpindah-pindah atau nomaden, namun mereka meninggalkan jejak kebudayaan yang unik. Suku Sakai kerap sekali menggunakan alat-alat yang murni terbuat dari alam dan berfungsi yang cukup sederhana.
Tempat tinggalnya di pinggir sungai atau sumber air ini tidak membuat mereka begitu tergantung dengan air. Kebudayaan Suku Sakai sendiri bisa terbilang bercorak agraris. Hal ini terlihat dari peninggalannya yang berfungsi sebagai alat pertanian.
Selain penggunaan alat-alat yang terbuat dari alam. Suku Sakai juga menggunakan busana yang juga terbuat dari alam. Biasanya mereka membuat pakaian dari kulit kayu.
Masalah Kesehatan
Dengan pola kehidupan yang serba sederhana, membuat mereka mudah sekali terkena penyakit atau masalah kesehatan lainnya. Suku Sakai identik dengan kulitnya yang berkurap dan berpanu karena memilih mandi di genangan air. Mereka percaya jika mandi di aliran air, maka roh-roh mereka akan ikut hanyut terbawa air.
Kemudian, mereka juga mudah terserang Malaria akibat lingkungan tempat tinggal mereka. Apabila salah satu anggota keluarga ada yang sakit, maka akan dibawa ke dukun lalu diberi obat yang juga berasal dari alam.
Walaupun mereka mudah terserang penyakit, namun Suku Sakai ini tetap bisa bertahan hidup dan begitu dekat dengan alam. Bahkan, mereka juga memenuhi kebutuhan sehari-hari masih bergantung pada alam.