Kompolnas Minta Kasus Kematian Bripka Arfan Diungkap Secara Transparan
Kompolnas berharap kasus kematian Bripka Arfan disampaikan kepada publik secara transparan.
Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti menyatakan pihaknya turut menyoroti kematian Bripka Arfan Saragih (AS). Dengan adanya kejanggalan yang ditemukan keluarga, Kompolnas berencana melakukan klarifikasi terhadap Polda Sumatera Utara (Sumut).
“Ada tiga hal yang kami catat, pertama, menurut pihak kepolisian, almarhum meninggal karena bunuh diri minum racun sianida yang dibuktikan dengan hasil autopsi dan bukti-bukti lain,” tutur Poengky kepada wartawan, Senin (27/3).
-
Kenapa polisi menduga korban pembunuhan? Polisi menduga LS merupakan korban pembunuhan. Sebab, kondisi kepala dan tubuhnya berlumuran darah.
-
Bagaimana polisi berusaha menangkap para buronan? Polisi mendatangi rumah empat buronan penyekap dan pemerkosa secara bergilir siswi SMP selama tiga hari di Lampung Utara, Lampung, inisial NA.
-
Bagaimana polisi tersebut disekap? Saat aksi percobaan pembunuhan itu dilakukan, korban memberontak sehingga pisau badik yang dipegang pelaku N mengenai jari korban dan mengeluarkan darah. "Selanjutnya tersangka N melakban kedua kaki agar korban tidak berontak.
-
Apa yang dimaksud dengan pangkat polisi? Mengutip dari laman polisi.com, tanda kepangkatan Polri adalah daftar tanda pangkat yang dipakai oleh Kepolisian Negara Indonesia.
-
Bagaimana polisi menangani kasus perundungan ini? Polisi akan menerapkan sistem peradilan anak terhadap kedua pelaku. Kedua pelaku terancam pidana penjara selama tiga tahun dan denda Rp72 juta.
-
Buah apa yang sering diincar polisi? Buah yang sering diincar polisi?" Buahndar narkoba.
Kedua, lanjut Poengky, keluarga almarhum telah melaporkan kasus tersebut ke Polda Sumatera Utara tentang dugaan pembunuhan Bripka AS. Pasalnya, keluarga menemukan kejanggalan tentang meninggalnya almarhum.
"Bahkan keluarga menduga ada pengancaman terhadap almarhum oleh Kapolres Samosir," jelas dia.
Adapun yang ketiga, kematian Bripka AS disebut-sebut ada kaitannya dengan dugaan kasus korupsi dana pembayaran pajak masyarakat yang melibatkan almarhum dan orang lain sebesar Rp2,5 milyar, yang diduga dilakukan sejak tahun 2018.
“Oleh karena itu untuk mendapatkan kejelasannya, Kompolnas akan segera melakukan klarifikasi kepada Polda Sumatera Utara terkait tiga hal tersebut dan akan turun langsung ke Sumatera Utara dalam waktu dekat,” katanya.
Poengky berharap kasus dugaan korupsi tersebut dapat diusut tuntas lantaran ada indikasi melibatkan orang lain dan memiliki jumlah kerugian yang besar.
Terkait laporan dari keluarga almarhum, jika ada temuan bukti-bukti yang menguatkan dugaan pembunuhan maka laporan yang telah dilayangkan sepatutnya ditindaklanjuti oleh Polda Sumatera Utara secara profesional.
“Dengan dukungan scientific crime investigation, termasuk memeriksa apakah benar Kapolres Samosir mengancam almarhum seperti yang diduga keluarga. Kami mendukung langkah Kapolda Sumut yang membentuk Tim Khusus untuk menuntaskan semua kasus ini. Kami berharap kasus-kasus ini dapat disampaikan secara transparan kepada publik sebagai bentuk akuntabilitas,” Poengky menandaskan.
Analisis Psikolog Forensik
Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri menilai bahwa kasus kematian Bripka AS perlu melalui rangkaian autopsi fisik maupun psikologis. Terlebih, dia menyebut kecil kemungkinan disebabkan oleh bunuh diri.
“Penyebab pasti kematian Bripka AS perlu autopsi fisik dan autopsi psikologis. Tapi kalau kita sisir, kecil kemungkinan faktor alami (natural), faktor kecelakaan (accident), dan faktor bunuh diri (suicide). Tinggal satu, pembunuhan (homicide),” tutur Reza kepada wartawan, Senin (27/3).
Reza mempertanyakan apakah cukup dugaan penyimpangan pajak Samsat menjadi masalah utama dalam kasus kematian Bripka AS alias bad apple theory.
Perlukah pula mendalami relevansi situasi sistemik, penyimpangan struktural, pidana terorganisasi atau rotten barrel theory, sebagai unsur yang menyebabkan masalah pajak tersebut.
“Untuk memutuskan teori yang tepat, mari kita bernalar, seberapa kuat seorang Bripka melakukan police misconduct sendirian?” jelas dia.
Ketika ada personel polisi yang melakukan penyimpangan, lanjut Reza, patut diduga ada rekan sejawatnya yang mengetahui atau bahkan ikut serta dalam penyimpangan tersebut. Namun yang terjadi, selama 2023 hanya ada satu laporan yang masuk ke dalam whistleblowing system Polri.
“Padahal, Bripka AS meninggal dunia pada 6 Februari 2023. Itu artinya, hingga sebulan lebih sejak Bripka AS meninggal dunia, tetap belum ada laporan yang Polri terima dari sistem tersebut. Dengan kata lain, tidak ada satu pun personel Polri terutama di satwil Samosir dan Sumut yang terpanggil untuk menjadi peniup pluit,” ujarnya.
Reza melihat bahwa upaya mendorong personel untuk memanfaatkan whistleblowing system (WBS) tampaknya tidak ampuh. Maka dari itu, Mabes Polri dinilai perlu mengeluarkan bahasa ancaman.
“Misalnya, Mabes akan menjamin perlindungan bahkan penghapusan hukuman bagi personel yang memberikan informasi tentang kematian Bripka AS dan penyimpangan pajak di Samsat Samosir selambatnya tanggal 30 Maret 2023. Tapi jika selepas tanggal itu tetap tidak ada personel yang meniup pluit, dan nantinya diketahui terlibat atau tutup mulut, maka sanksi dengan pemberatan akan dijatuhkan,” Reza menandaskan.
Kasus Ditarik ke Polda Sumut
Polda Sumatera Utara menarik kasus tewasnya Bripka AS, usai pihak keluarga merasa janggal atas perkara tersebut. Bripka AS disebut tewas bunuh diri diduga terlibat menggelapkan uang wajib pajak kurang lebih Rp2,5 miliar di Samsat Samosir UPT Pangururan.
Kabid Humas Polda Sumatera Utara Kombes Hadi Wahyudi mengatakan, kasus ini telah dilaporkan pihak keluarga ke Mapolda Sumut. Saat itu, Kapolda Sumut Irjen Panca Putera mendengarkan langsung keluhan istri dan keluarga Almarhum.
"Kapolda sudah bertemu dengan istri almarhum dan mendengar apa yang menjadi kegusaran pihak keluarga," kata Hadi dalam keterangannya, Minggu (26/3).
Dengan ditariknya kasus ini ke Mapolda Sumut, maka pihaknya telah membentuk tim yang terdiri dari Reserse Krimsus, Reserse Krimum dan Propam.
"Bapak Kapolda memastikan proses penanganan perkara yang saat ini ditarik Polda Sumut berjalan trasparan dan terbuka," tegasnya.
Sebelumya, polisi menduga Bripka AS memesan racun sianida dari Bogor. Kapolres Samosir, AKBP Yogie Hardiman, Senin, 20 Maret 2023, menyampaikan, hasil autopsi dan pemeriksaan luar dalam kedokteran forensik, kematian Bripka Arfan Saragih karena bunuh diri dengan meminum cairan sianida.
"Hasil pemeriksaan dokter forensik, Bripka AS meninggal akibat minum cairan sianida," ucap Kapolres Samosir saat itu.
Bripka Arfan Saragih ditemukan tewas di tebing curam Dusun Simullop, Desa Siogung Ogung, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, oleh sesama rekan polisi.
Menurut keterangan, di dekat jenazah ditemukan botol minuman bersoda berwarna keruh yang diduga telah dicampur racun sianida dan botol diduga berisi serbuk racun. Pada jarak 80 sentimeter dari tubuh korban ditemukan tas berwarna hitam, di dalamya terdapat 19 BPKB dan 25 STNK.
Berdasarkan keterangan diperoleh dari Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Hadi Wahyudi, dalam konferensi pers beberapa waktu lalu, Kapolres Samosir, AKBP Yogie Hardiman mengungkap sejumlah hal terkait kematian dan penggelapan pajak di UPT Samsat Pangururan diduga melibatkan Bripka Bripka Arfan Saragih dan 4 oknum Pegawai Harian Lepas Dispenda Samosir.
Menurut Yogie, tindakan penggelapan ini sudah mulai sejak tahun 2018. Jumlah warga yang menjadi korban dalam penggelapan ini sudah mencapai 300 orang WP (Wajib Pajak) yang tidak disetorkan kepada Dispenda Bank Sumut.
"Atas dasar laporan daripada korban-korban, pada 31 Januari 2023 Polres Samosir melakukan proses penyelidikan. Tentu saja dari pihak internal melakukan pemeriksaan melalui Kasi Propam," terangnya.
Persoalan ini juga sudah dilaporkan ke Polda Sumut berdasarkan laporan korban penggelapan. Lalu Polda Sumut melakukan pemeriksaan di Polres Samosir, khususnya terhadap kaitan anggota yang keterlibatan permasalahan.
Reporter: Nanda Perdana Putra
Sumber: Liputan6.com.