Kontras Menilai Pelibatan TNI/Polri-BIN Menangani Covid Rentan Jadi Alat Pembungkam
Rivanle pun khawatir adanya pelibatan sangat jauh aparat keamanan dalam hal ini Polri, TNI, dan BIN bisa dijadikan alasan untuk membenarkan tindakan kesewenangan aparat, bahkan berimbas sampai Pandemi Covid-19 selesai nantinya.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengkritik pemerintah yang menggunakan pendekatan securitysasi (pengamanan) untuk penanganan Pandemi Covid-19, dengan melibatkan unsur Polri, TNI sampai dengan Badan Intelejen Negara (BIN).
Hal itu disampaikan Wakil koordinator Kontras, Rivanle berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan timnya melihat penanganan Pandemi Covid-19 terkesan carut marut, hingga banyak menimbulkan kekerasan dan pelanggaran HAM selama pandemi Covid-19 sejak Maret 2020 sampai Juli 2021.
-
Di mana TNI dibentuk? Dahulu TNI dibentuk dan dikembangkan dari sebuah organisasi bernama Badan Keamanan Rakyat (BKR).
-
Siapa menantu Panglima TNI? Kini Jadi Menantu Panglima TNI, Intip Deretan Potret Cantik Natasya Regina Ini potret cantik Natasya Regina, menantu panglima TNI.
-
Kapan TNI dibentuk secara resmi? Sehingga pada tanggal 3 Juni 1947 Presiden Soekarno mengesahkan secara resmi berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI).
-
Apa yang berhasil diamankan oleh prajurit TNI? Menariknya, penyusup yang diamankan ini bukanlah sosok manusia. Salah satu tugas prajurit TNI adalah menjaga segala macam bentuk ancaman demi kedaulatan dan keselamatan bangsa Indonesia.
-
Di mana lokasi banjir rob yang dikunjungi personel TNI-Polri? Salah satunya adalah Desa Blendung, Kecamatan Ulujami.
-
Bagaimana anggota TNI itu ditemukan? Anggota TNI dari kesatuan POM AD III/Siliwangi itu pertama kali ditemukan tergeletak berlumuran darah oleh warga di halaman bengkel mobil, Jalan Pangkalan 5, Kelurahan Ciketing Udik, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, Jumat (29/3) sekira pukul 03.30 WIB.
"Pada intinya pemantauan ini menyimpulkan bahwa bahwa keterlibatan aparat keamanan atau pertahanan dalam penanganan Pandemi itu tidak efektif sehingga berdampak pada Angka yang baik tidak terkontrol atau tidak terkendali," kata Rivanle dalam webinar pada Selasa (27/7).
"Sejumlah langkah-langkah yang diambil oleh negara atau pejabat publik kepada aparat penegak hukum itu nyatanya hanya sebagai bentuk pembungkaman terhadap kebebasan sipil semata," tambahnya.
Terlebih, kata Rivanle, dampak dari pengerahan unsur securitysasi nyatanya tidak berpengaruh besar terhadap pengendalian Covid-19 dan malah berdampak terhadap kebebasan masyarakat. Semisal terbitnya Surat Telegram (ST) Kapolri terkait penanganan para penyebar hoaks dan penghina presiden saat pandemi virus corona atau Covid-19
"Nyatanya tidak signifikan, seperti sejumlah aturan yang dikeluarkan oleh aparat kepolisian melalui Perkapnya pada tahun lalu ada perkap mengenai pasal penghinaan presiden dan terusnya itu ternyata tidak berpengaruh pada pengendalian Virus Covid-19," katanya.
Tak hanya itu, Kontras juga mengkritik pelibatan TNI yang disibukkan dengan penjagaan, penjemputan, dan pemberian vaksinasi. Sampai dengan BIN yang kala itu sempat terjun langsung dalam pembuatan obat maupun survei di lapangan penanganan Covid-19, telah keluar dari kewenangannya.
"Menurut kami negara telah membiarkan sektor keamanan ini tidak berjalan sesuai reformasi. Kami melihat bahwa keterlibatan sektor keamanan, selama penanganan pandemi atau setidaknya dalam satu tahun terakhir ini justru membiarkan kesewenangan dilakukan aparatur penegak hukum di sektor keamanan dan pertanahan," ujarnya.
Rivanle pun khawatir adanya pelibatan sangat jauh aparat keamanan dalam hal ini Polri, TNI, dan BIN bisa dijadikan alasan untuk membenarkan tindakan kesewenangan aparat, bahkan berimbas sampai Pandemi Covid-19 selesai nantinya.
"Kami khawatir bahwa pembiaran langkah kesewenangan tersebut berdampak pada nantinya pasca pandemi telah usai atau terkendali. Atas nama penanganan pandemi, maka tiga institusi yang kami soroti selama tahun terakhir yakni Polri, BIN dan juga TNI mampu berlaku sewenang-wenang kepada masyarakat sipil," sebutnya.
Jatuh Ratusan Korban Selama Pandemi Covid-19
Pada kesempatan yang sama, Andi Muhammad Rizaldi selaku Kepala Divisi Hukum Kontras menyebut selama tahap PSBB dan PSBB transisi pada April 2020 hingga Januari 2021 setidaknya kami mencatat terdapat 17 peristiwa kekerasan yang melibatkan TNI, Polisi, Satpol PP, dan juga Satgas Gabungan.
"Peristiwa ini beragam mulai dari bentuknya, penganiayaan, penangkapan, kesewenangan, penembakan dengan water cannon dan juga intimidasi serta pembubaran paksa. Dari berbagai bentuk dan juga ragam dari kekerasan tersebut kami mencatat setidaknya sudah banyak jatuh korban ratusan korban, dengan rincian satu korban tewas, dua korban luka luka, dan 326 korban penangkapan," sebutnya.
Terlebih, kata dia, data tersebut mayoritas dialami oleh masyarakat kelas bawah. Padahal apabila pemerintah memakai UU Nomor 6 Tahun 2018 Kekarantinaan Kesehatan, negara wajib memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, sehingga pendekatan securitysasi seperti sekarang tidak perlu dilakukan.
"Padahal dalam konteks Undang-undang Kekarantinaan Kesehatan itu Pemerintah memiliki kewajiban dan warga negara memiliki akses terhadap kebutuhan dasarnya. Namun itu tidak diambil oleh pemerintah, justru yang terjadi sebaliknya Pemerintah lebih mengedepankan pendekatan keamanan atau securitysasi, dari pada pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar warga negaranya," ujarnya.
Baca juga:
Update 27 Juli 2021: Kasus Positif Covid-19 Capai 45.203, Sembuh 47.128
Megawati Perintahkan Gerak Kemanusiaan dan Jaga Lingkungan di Tengah Pandemi
Viral Wanita Ber-APD Jual Surat Bebas Covid-19 di Bus, Ini Faktanya
Polisi Kantongi Identitas Perekam Video Wanita Pakai APD Jual Surat Tes Usap di Bus
DPR akan Sediakan Hotel untuk Anggota Dewan yang Terpapar Covid-19
Soroti BOR Covid-19 di Tangsel, Mendagri Minta Fasilitas Isolasi Mandiri Ditambah
Anies Soal Dine In 20 Menit: Makannya Cepat Ngobrolnya yang Panjang