Korupsi tumbuh subur jika kewenangan KPK digunduli
KPK terancam kesulitan menyadap calon tersangka korupsi.
Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) mengecam rencana revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Rencana revisi ini dinilai bentuk pelemahan KPK yang hendak dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Koordinator MaTA Alfian menilai, pasal-pasal dalam draf revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang KPK ini lambat laun akan mematikan lembaga antikorupsi tersebut. Sehingga korupsi diprediksikan akan tumbuh subur bila kewenangan KPK digundulkan.
"DPR saat ini tengah menabuh genderang perang terhadap pemberantasan korupsi. Revisi UU KPK secara substansial mencoba mematikan KPK secara perlahan," kata Alfian di Banda Aceh, Rabu (7/10).
MaTA mencatat sejumlah poin dari draf tersebut yang menjurus pada pelemahan KPK. Pertama, mengenai pasal 5 yang mengatur pembatasan usia KPK yang hanya 12 tahun sejak Undang-undang tersebut diberlakukan.
"Sepertinya DPR salah menafsirkan KPK sebagai lembaga ad hoc, disamping tak mempertimbangkan putusan MK yang menyatakan KPK sebagai lembaga yang constitutionally important," tukasnya.
Katanya, draf revisi itu juga menunjukkan bahwa KPK tidak memiliki wewenang penuntutan dan pengawasan.
Menurutnya, pembatasan tersebut akan mengamputasi kewenangan penindakan KPK. Terlebih lagi, dalam draf itu disebutkan bahwa KPK berwenang mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) seperti Polri dan Kejaksaan.
Padahal, dalam UU KPK saat ini, lembaga ini tidak memiliki kewenangan tersebut. Karena penyadapan juga harus izin pengadilan. Ini akan menyulitkan OTT (operasi tangkap tangan) KPK karena harus berurusan dengan birokrasi di pengadilan.
Selain itu, pada salah satu pasalnya disebutkan bahwa kasus yang ditangani KPK harus yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 50 miliar. Hal ini jelas akan mempersempit ruang KPK dalam fungsi penindakan korupsi.
KPK juga tidak dapat merekrut pegawai, termasuk penyidik secara mandiri. Dalam pasal tersebut, KPK diharuskan merekrut pegawai dari Polri, Kejaksaan, dan BPKP.
"Negara ini dibangun bukan untuk maju dan sejahtera rakyatnya, tapi hanya untuk kebebasan para politisi dan kekuasaan. Pelemahan KPK sudah didesain sudah sangat lama, baik dengan pola kriminalisasi maupun secara regulasi yaitu dengan merevisi KUHAP dan UU KPK," tegasnya.
Alfian juga mengingatkan bahwa rakyat Indonesia juga penting mencatat partai-partai yang mencoba melumpuhkan KPK saat ini. Partai-partai itu sekarang lagi menyusun draf UU untuk pengampunan terhadap koruptor.
"Ini suatu peristiwa di mana koruptor come back dan penting bagi rakyat untuk menyelamatkan kewenangan KPK," tutupnya.