KPK nyatakan belum ada calon tersangka kasus Hambalang
Kasus ini sebelumnya menyeret banyak petinggi Partai Demokrat saat SBY masih menjabat sebagai presiden.
KPK menyatakan belum ada calon tersangka baru dalam kasus mega proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON), Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Kasus ini sebelumnya menyeret banyak petinggi Partai Demokrat saat SBY masih menjabat sebagai presiden.
"Belum ada (tersangka baru)," kata Pelaksana harian Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andriati kepada merdeka.com, Rabu (23/3).
Pada kasus ini adik kandung mantan menpora Andi Mallarangeng, Andi Alfian Mallarangeng alias Choel Mallarangeng menjadi daftar rentetan tersangka terkait korupsi pembangunan Hambalang.
Seperti diketahui, pembangunan proyek sarana prasarana untuk Pusat Pelatihan, Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang masuk pada tahun anggaran 2010-2012 yang dilakukan di atas tanah seluas 32 hektare. Proyek itu dihentikan karena KPK menemukan kasus korupsi.
Menpora saat itu Andi Mallarangeng dan adiknya Choel Mallarangeng menjadi terpidana dan tersangka dalam kasus ini. Andi yang dituntut jaksa 10 tahun penjara, divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta pada Juli 2014 lalu. Putusan itu diperkuat di tingkat banding dan kasasi. Sementara Choel Dalam kasus ini, Choel diduga menyalahgunakan wewenang terkait proyek tersebut. Ia dianggap telah memperkaya diri sendiri dan orang lain, juga korporasi atas perbuatan yang dilakukannya.
Mantan Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga (Sesmenpora), Wafid Muharam, mengatakan, ada permintaan commitment fee sebesar 15 persen oleh Andi Zulkarnain Mallarangeng alias Choel Mallarangeng dari proyek Hambalang. Menurut Wafid, Choel mengatakan, uang itu untuk kakaknya, Andi Alfian Mallarangeng, yang saat itu baru saja menjabat Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora).
Kasus ini juga menyeret Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan mantan Direktur Operasional 1 PT Adhi Karya(persero) Teuku Bagus Mukhamad Noor. Anas diduga menerima pemberian hadiah terkait perencanaan, pelaksanaan, dan pembangunan pusat olahraga Hambalang.
Hukuman Anas paling berat. Di tingkat kasasi, dia divonis 14 tahun penjara wajib membayar denda sebesar Rp 5 miliar subsider satu tahun dan empat bulan kurungan. Anas juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 57.592.330.580 kepada negara. Hak politik Anas pun dicabut. Padahal di tingkat pertama, Anas divonis 8 tahun penjara dan diringankan di tingkat banding menjadi 7 tahun penjara. Sedangkan Teuku Bagus Noor divonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp 150 juta.