KPK Sebut Ada Biaya Angkut Lebihi Standar saat Pendistribusian Korupsi APD Kemenkes
Keterangan mereka dibutuhkan penyidik KPK untuk mengetahui aliran uang distribusi itu ke para tersangka.
Hal itu terungkap pada saat penyidik KPK yang telah menggali keterangan sejumlah saksi.
KPK Sebut Ada Biaya Angkut Lebihi Standar saat Pendistribusian Korupsi APD Kemenkes
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus mendalami dugaan kasus korupsi pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) di Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Dalam korupsi tersebut rupanya terdapat biaya angkut selama pendistribusian APD.
"Adanya biaya angkut dalam distribusi APD yang besarannya melebihi batas standar," kata Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri kepada wartawan, Selasa (23/4).
Ali menyebut hal itu terungkap pada saat penyidik KPK yang telah menggali keterangan sejumlah saksi yang dipanggil hari ini di gedung Merah Putih KPK. Mereka diperiksa pada Senin (22/4) kemarin.
Para saksi tersebut yakni Direktur Utama PT DS Solution Internasional, Ferdian, Komisaris PT Nawamaja Silatama Agus Subarkah, Direktur PT Tria Dipa Medika Dewi Affatia, dan salah seorang dokter Afnizal.
Keterangan mereka dibutuhkan penyidik KPK untuk mengetahui aliran uang distribusi itu ke para tersangka.
Sejauh ini, KPK memang belum merilis siapa pihak yang dijadikan tersangka ata saksi korupsi pada saat masa Pandemi Covid-19 itu. Hanya saja sudah ada satu tersangka yang telah dikantonginya.
Hanya saja KPK belum akan mengungkapkan pihak yang akan bertanggungjawab hingga semua proses rampung.
"Penyidikan masih berjalan dengan ditetapkan beberapa pihak sebagai tersangka, namun sebagaimana kebijakan KPK saat ini, kami akan umumkan identitas para tersangka pada saat penahanan," ucap Ali.
Ali menyebut akibat proyek pengadaan APD yang dikorupsi tersebut, pemerintah diduga mengalami kerugian hingga miliaran rupiah. KPK menyayangkan dugaan korupsi itu yang harusnya digunakan pada saat Pandemi Covid-19 tengah marak-maraknya.
"Dugaan kerugian negara sementara sejauh ini diduga mencapai ratusan miliar rupiah dan sangat mungkin berkembang," kata Ali.
"Kami tentu menyayangkan, gelontoran dana besar dari pemerintah untuk perlindungan keselamatan dan kesehatan warga negara dalam menghadapi pandemi justru disalahgunakan melalui praktik-praktik korupsi seperti ini," tutur Ali.