KPK tak berwenang atas OC Kaligis, Bareskrim surati pengadilan
Sebab, berkas perkara Kaligis untuk kasus dugaan suap hakim PTUN Medan sudah dilimpahkan KPK ke pengadilan.
Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Komjen Pol Budi Waseso mengaku bakal melayangkan surat kepada pengadilan untuk memintai izin memeriksa Otto Cornelis Kaligis. Pengacara kondang itu seperti diketahui melapor ke Bareskrim Polri soal dugaan penyalahgunaan kewenangan dan penculikan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut Waseso, saat ini izin memeriksa OC Kaligis sudah bukan lagi kewenangan KPK, melainkan sudah menjadi kewenangan pengadilan. Hal itu mengingat berkas perkara Kaligis untuk kasus dugaan suap hakim PTUN Medan sudah dilimpahkan KPK.
"Ya kan (berkas perkara Kaligis) sudah dilimpahkan dari KPK ke pengadilan. Jadi sudah bukan kewenangan KPK lagi. Jadi kami bikin surat lagi ke pengadilan," kata Budi Waseso di Mabes Polri, Jaksel, Jumat (21/8).
Jenderal bintang tiga ini menjelaskan, sebelumnya Bareskrim sudah menyurati KPK meminta izin memeriksa OC Kaligis. Namun, dalam perkembangan terakhir ternyata izin itu bukan lagi kewenangan KPK.
"Tapi kan ternyata penguasaan pengadilan. Jadi kita (kirim surat) ke pengadilan lah," ujar mantan Kapolda Gorontalo itu.
Pemeriksaan terhadap OC Kaligis akan dilakukan setelah mendapat izin dari pengadilan.
"Ya secepatnyalah (diperiksa). Kok kapan? Kapan, ya terserah penyidik," tegas Waseso.
Seperti diketahui, OC Kaligis dijemput dan ditahan KPK pada 14 Juli 2015. Dia dijemput penyidik di salah satu hotel untuk menjalani pemeriksaan dalam kasus suap hakim dan panitera PTUN Medan. Lantaran penjemputan itu, OC Kaligis menuduh KPK melakukan penculikan terhadap dirinya.
OC Kaligis diduga sebagai pihak yang memiliki andil dalam kasus tersebut. KPK pun menetapkan Kaligis sebagai tersangka setelah sebelumnya, tim satgas menangkap tangan anak buahnya, M Yagari Bhaskara tengah melakukan transaksi suap dengan 3 hakim dan 1 panitera PTUN Medan.
OC Kaligis diduga melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a dan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b dan atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU 20 Tahun 2010 jo Pasal 64 ayat 1 jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.