Kubu Lady Aurelia Ungkap Tak Adilnya Jadwal Piket Jaga Mahasiswa Koas yang Disusun Korban Penganiayaan Lutfi
Mahasiswa koas M Luthfi hingga kini masih menjalani perawatan usai dianiaya sopir ibunda Lady.
Kubu Lady Aurellia Pramesti, mahasiswi kedokteran Unsri, yang jadi pemicu dokter koas dianiaya mengungkap kejanggalan dalam proses penyusunan jadwal yang diprotes kliennta. Jadwal itu dibuat korban Muhammad Lutfi.
Pengacara Lady, Bayu Prasetya Andrinata, menolak tuduhan yang menyatakan bahwa Lady enggan melaksanakan tugas piket di Rumah Sakit Siti Fatimah Az-Zahra, Palembang, Sumatera Selatan. Namun, yang menjadi perhatian kliennya adalah kurangnya musyawarah dan kompromi saat penentuan jadwal piket.
- Usai Dokter Koas Dibikin Babak Belum Sopir, Kubu Lady Aurelia Kini Ingin Damai dengan
- Lady Aurelia Diperiksa Selama 12 Jam, Ibunya Minta Maaf ke Dokter Koas yang Dianiaya Sopirnya
- Polemik Jadwal Piket Jaga Tahun Baru Lady Aurelia Berujung Dokter Koas Dianiaya hingga Karir Ayahnya Tersorot
- Ayah Mahasiswi Koas Lady Aurelia Pernah Terseret OTT KPK, Kasus Proyek Jalan di Kaltim
Informasi yang beredar di media sosial menunjukkan bahwa kelompok korban hanya memiliki jatah piket sebanyak empat kali dalam sebulan, sementara kelompok Lady mendapatkan lima kali dengan jadwal yang berdekatan. Setelah mengajukan protes, pihak sekretariat Unsri melakukan perubahan, tetapi Lady merasa bingung dengan perubahan kedua yang membuat jarak antara hari piketnya sangat dekat, sehingga waktu istirahat kelompoknya menjadi terbatas.
"Di jadwal kedua kelompok Lutfi, jarak jaga pertama dan kedua, ada 5 hari dan 1 minggu. Di kelompok Lady, di tanggal 20-an ke atas, selisihnya dua hari paling lama. Kalau menurut Lady, tidak adil," ungkapnya setelah menemani kliennya diperiksa di Polsek Ilir Timur II Palembang, Selasa (17/12) dini hari.
Dia menegaskan bahwa Lady hanya memperjuangkan haknya dan mewakili anggota kelompok piketnya. Akhirnya, Lady berbagi cerita dengan ibunya, Sri Meilani, mengenai keresahannya tentang jarak piket yang terlalu berdekatan.
Ibu Lady pun berinisiatif untuk menemui dokter koas Unsri Lutfi untuk menanyakan mengenai jadwal piket anaknya. Namun, Lady menolak jika ibunya ikut campur dalam urusannya. Tanpa sepengetahuan Lady yang saat itu masih menjalani tugas sebagai koas, Sri Meilani pergi menemui Lutfi.
"Lutfi juga bilang (kasar) ke Lady. 'Sudahlah, kau ini berkali-kali minta ganti. Kau atur sendiri saja', nadanya agak tinggi. Padahal hanya satu kali. Mama Lady merasa ada miskomunikasi antara Lutfi dan Lady dan ingin mengklarifikasinya saat itu. Dan akhirnya terjadi (penganiayaan Lutfi)," jelasnya.
Dia memastikan bahwa Sri Meilani hanya ingin melakukan klarifikasi mengenai jadwal piket koas anaknya. Sebelum bertemu dengan Lutfi, Bayu menambahkan bahwa Sri Meilani sudah menanyakan kepada kelompok koas lainnya mengenai pembagian jadwal piket di rumah sakit. Ternyata, kelompok lain membagikan jadwal dengan cara yang adil.
"Sudah nanya ke kelompok lain, ada yang pakai urutan, digoncang (namanya). Agar biar adil, jangan sampai ada kepentingan. Kalau diperhatikan, ada kepentingan mengapa ada jarak di tanggal 20-an ke atas, kenapa," ungkapnya.
Pertemuan dengan korban awalnya bertujuan untuk memberikan masukan agar korban dapat memanfaatkan sistem yang lebih adil, bukan sistem pembagian yang digunakan sebelumnya.
Sesalkan Insiden Pemukulan
Keluarga klien sangat menyesalkan insiden pemukulan yang dilakukan oleh supir Sri Meilani, Fadillah atau yang akrab dipanggil Datuk (37), yang mengakibatkan korban mengalami luka lebam dan berujung pada pelaporan ke Polda Sumsel.
“Ini (pemukulan) di luar apa yang mau dicapai oleh ibunya. Ibunya hanya ingin klarifikasi, menasehati, ternyata ya itu, diresponnya kurang baik. Tidak ada (Sri Meilani disuruh Lady),” ungkap salah satu anggota keluarga korban. Datuk kini telah ditetapkan sebagai tersangka penganiayaan terhadap Muhammad Lutfi. Menariknya, Datuk ternyata memiliki hubungan darah dengan majikannya, Sri Meilani, yang semakin memperumit situasi ini. Akibat tindakannya, Datuk terancam hukuman penjara selama lima tahun.
Baik korban maupun keluarganya belum menunjukkan keinginan untuk menyelesaikan masalah ini secara damai. Meskipun Lady dan keluarganya telah mencoba menghubungi korban serta keluarganya, upaya tersebut belum mendapatkan respon yang diharapkan.