Lapindo ngotot pengeboran sumur baru tak terpengaruh Sesar Watukosek
Mereka sesumbar meyakini eksplorasi sumur baru tetap aman.
Ketua Pusat Studi Kebumian Bencana dan Perubahan Iklim dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Amin Widodo, menyarankan PT Lapindo Brantas Inc., tidak meneruskan pengeboran sumur gas di Sidoarjo, Jawa Timur.
Sebab, Sesar Watukosek atau patahan tanah memanjang dari Watukosek, Mojokerto, hingga Madura melewati Sidoarjo. Menurut dia, jika eksplorasi di Tanggulangin tetap dilakukan, peristiwa semburan lumpur panas di Porong pada 2006 silam kemungkinan terjadi lagi.
Menanggapi hal itu, Vice President Operations Lapindo Brantas, Harsa Harjana, tetap ngotot proses pengeboran aman. "Kami memiliki data yang bisa meyakinkan masyarakat, kalau pengeboran di TGA (Tanggulangin) dan TGA 10 di Desa Kedungbanteng aman," kata Harsa di Surabaya, Jumat (12/2).
Menurut Harsa, Lapindo Brantas meyakini hal itu bisa dibuktikan dengan data integritas atau keandalan selubung (casing) pada sumur-sumur di Lapangan Wunut dan Tanggulangin, termasuk di Desa Kedungbanteng. Data ini didapat saat melakukan proses pengerjaan workover pada beberapa sumur, yang hingga kini masih produksi.
"Ini sudah pernah kita lakukan pada Sumur Wunut 19 Tahun 2013, dan TGA 3 pada 2011 silam lalu. Hasilnya, peralatan bisa menyentuh dasar sumur. Ini membuktikan kondisi casing di sumur-sumur itu tidak ada yang bengkok. Ini juga membuktikan sumur-sumur gas yang kita bor di kedalaman 3000 kaki atau 1000 meter tidak berimbas pada semburan lumpur panas," ujar Harsa.
Harsa melanjutkan, dari 21 sumur di Wunut dan 5 Sumur di Tanggulangin, termasuk 3 sumur di Desa Kedungbanteng, tidak ada yang terimbas semburan lumpur atau pun deformasi.
Harsa juga menyangkal pendapat kalau semburan lumpur di Porong mengakibatkan penurunan tanah (subsiden), bisa membahayakan aktivitas pengeboran baru di TGA 6 dan 10.
"Faktanya, kegiatan workover berjalan aman. Kalau terimbas semburan lumpur panas, penurunan tanah, apalagi patahan, pasti casing akan bengkok dan workover tidak bisa diteruskan. Tapi buktinya alat berukuran 6 sampai 9 inci bisa masuk casing hingga dasar sumur," tambah Harsa.
Hingga kini, masih kata Harsa, Sumur Wunut 19 berjarak 1,5 kilometer dari pusat semburan lumpur hingga kini masih berproduksi. Begitu juga dengan sumur gas di TGA 3 sejauh 3 kilometer dari semburan lumpur.
"Di lokasi sumur TGA 2 itulah akan dibor sumur pengembangan TGA 10. Sementara sumur TGA 6 berjarak empat kilometer dari pusat semburan. Letaknya bersebelahan dengan sumur TGA 1 dengan jarak 50 meter. Jadi dua-duanya merupakan sumur pengembangan," sambung Harsa.
Harsa melanjutkan, Lapindo Brantas mempunyai data hasil monitoring tekanan sumur rutin dilakukan saban hari. Hasilnya, lanjut dia, dari pengukuran terlihat tekanan sumur stabil dan tak ada gas yang hilang.
"Ini memperkuat bukti bahwa sumur-sumur yang ada itu tidak ada korelasinya dengan semburan lumpur di Porong. Ini juga diperkuat fakta bahwa penurunan produksi atau declining rate pada sumur-sumur gas itu juga berjalan alamiah," imbuh Harsa.
Harsa lantas mengeluarkan argumen lanjutan. Menurut dia, data lain juga memperkuat keyakinan pengeboran bakal berjalan mulus adalah hasil monitoring subsidence. Yaitu titik-titik akan dibor dengan kedalaman 3.000 kaki, semuanya tidak mengalami penurunan tanah.
"Sumur-sumur itu telah diberi GPS. Hasil monitoring menunjukkan tidak ada penurunan tanah pada lapangan yang kami punyai," umbar Harsa.
"Ini yang memperkuat keyakinan kami bahwa sumur pengembangan TGA 6 ataupun 10 yang akan dibor pada kedalaman 3.000 kaki, berada pada lapisan tanah yang aman dari gangguan rekahan tanah. Data ini juga sesuai dengan data yang dikeluarkan Badan Geologi Nasional di tahun 2012 yang memasukkan Lapangan Tanggulangin tidak masuk pada daerah terdampak," sambung Harsa.
Itu artinya, dalih dia lagi, Lapangan Tanggulangin, termasuk lokasi rencana pengeboran sumur gas di TGA 6 dan 10, berada di zona aman. Dia juga meyakini Sesar Watukosek di Mojokerto, tidak melewati lokasi tersebut.
"Kenapa dinamakan Sesar Watukosek, karena di sana ada bukit yang mengalami patahan, dan patahan ini memanjang. Tapi itu tidak menyentuh lokasi pengeboran ini. Karena itu, kami yakin pengeboran di TGA 6 dan 10 aman," kata Harsa.
Baca juga:
Dari 5 startup yang diinvestasi East Ventures, satu mati
Ketimbang bor sumur lagi, Lapindo diminta lunasi utang ke pemerintah
Nafsu Lapindo masih menggebu
Terkendala SK gubernur, pengeboran sumur gas di Sidoarjo ditunda
Yakin lumpur Sidoarjo tak terulang,Lapindo ngebet bor sumur gas baru
Gubernur Jatim belum teken keputusan, PT Lapindo tak bisa ngebor gas
-
Dimana lokasi semburan Lumpur Lapindo? Pusat maupun titik semburan lumpur panas Lapindo ini berada di Desa Siring, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
-
Apa sebenarnya Lumpur Lapindo itu? Lumpur Lapindo Sidoarjo merupakan salah satu bencana alam di Indonesia yang sampai sekarang belum menemukan jawabannya. Sebab, penyebab munculnya lumpur panas Lapindo masih dalam perdebatan dan belum menemukan hasil yang final.
-
Kapan Lumpur Lapindo mulai muncul? Sejarah Lumpur Lapindo Menurut Pusat Pengendalian Lumpur Sidoarjo, Kementerian PUPR, lumpur Lapindo pertama kali muncul pada tanggal 29 Mei 2006 silam.
-
Kenapa Lumpur Lapindo masih terus menyembur sampai sekarang? 17 tahun berlalu, belum ada tenda-tanda semburan Lumpur Lapindo atau dikenal juga dengan Lumpur Sidoarjo ini berhenti. Bahkan, para ahli geologi memperkirakan semburan lumpur panas tersebut akan berlangsung selama lebih dari 30 tahun.
-
Mengapa Lanny pindah ke Surabaya? Akhirnya saya lari ke Surabaya, dengan menenteng tas, ada bajunya saya tutupi koran. Terus ikut orang di Kapasan," terang Lanny.
-
Dari mana asal Lumpia Semarang? Makanan yang berasal dari Kota Semarang, Jawa Tengah ini sudah sangat populer di berbagai daerah di Indonesia.