Laporan Keuangan KPK Kembali Dapat Opini WTP, Tapi BPK Beri Catatan Ini
WTP ini kelima kalinya diterima KPK. BPK tak menemukan permasalahan signifikan yang berdampak kepada kewajaran penyajian LK KPK.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan (LK) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tahun 2023.
“Ini merupakan kali kelima berturut-turut KPK meraih opini WTP sejak tahun 2019,” ujar Anggota I BPK Nyoman Adhi Suryadnyana dalam kegiatan penyampaian laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas LK KPK tahun 2023, dikutip dari keterangan resmi di Jakarta, Kamis (25/7).
Berdasarkan hasil pemeriksaan, BPK tak menemukan permasalahan signifikan yang berdampak kepada kewajaran penyajian LK. Hal ini dianggap prestasi yang pantas dibanggakan dan perlu diapresiasi kerja keras seluruh jajaran KPK karena berhasil mengelola dan mempertanggungjawabkan keuangan negara sehingga mampu mempertahankan opini WTP.
Pemberian opini oleh BPK disebut telah dilakukan sesuai dengan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN), dipastikan pemeriksaan diterapkan dengan menjaga nilai-nilai dasar BPK, yaitu integritas, independensi dan profesionalisme, serta diharapkan dapat memberikan manfaat.
"Oleh karena itu, opini WTP sebagai refleksi kualitas terbaik dalam pertanggungjawaban pelaksanaan APBN melalui penyajian laporan keuangan kementerian/lembaga (LKKL) yang sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) akan semakin mendorong kepercayaan multistakeholder di lingkup sektor publik," kata dia.
Di sisi lain, pihaknya masih menemukan kelemahan dalam sistem pengendalian intern (SPI) maupun permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang perlu diperbaiki.
Kelemahan SPI yang menjadi perhatian adalah penatausahaan piutang uang pengganti dan denda pidana belum memadai, lalu kebijakan akuntansi atas penetapan status pengguna (PSP) barang rampasan yang dikompensasikan dengan piutang uang pengganti dan penyesuaian masa manfaat atas penambahan (kapitalisasi) aset tidak berwujud belum memadai.
“Temuan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan dalam pengelolaan keuangan negara antara lain pembayaran gaji terhadap pegawai negeri yang dipekerjakan (PNYD) tidak sesuai ketentuan, serta belanja barang dan jasa belum dilaksanakan sesuai ketentuan,” ucapnya. Demikian dikutip dari Antara.