Larangan Tegas Panglima TNI ke Prajurit di Pemilu 2024: Foto Pose Jari hingga Tanggapi Quick Count
Panglima TNI Yudo menyampaikan sebanyak 6 hal yang dilarang dilakukan prajurit selama Pemilu.
TNI dilarang tegas ikut politik praktis
Larangan Tegas Panglima TNI ke Prajurit di Pemilu 2024: Foto Pose Jari hingga Tanggapi Quick Count
Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono memberikan pengarahan kepada prajurit terkait netralitas di Pemilu 2024 pada Selasa (12/9). Pemilu bakal berlangsung pada 14 Febuari 2024.
Yudo menyampaikan sebanyak 6 hal yang dilarang dilakukan prajurit selama Pemilu. Perintah pertama, prajurit dan PNS TNI tidak memihak atau memberikan dukungan kepada partai politik atau pasangan calon.
- Aturan Lengkap Larangan ASN Selama Pemilu 2024: Dari Pose Foto sampai Like dan Komen di Medsos Capres
- Panglima TNI Peringatkan Prajurit: Jangan Tanggapi Hasil Quick Count!
- Panglima TNI Pastikan Prajurit Boleh Ada di Lokasi TPS, Tapi Tidak Menggunakan Simbol Jari
- Prajurit TNI Geruduk Polrestabes Medan Bikin Panglima Geram, Dua Jenderal Langsung Diberi Perintah
Selanjutnya ketiga, prajurit hingga PNS TNI tidak memberikan arahan kepada keluarga prajurit dan/atau PNS TNI terkait pemilu.
Kemudian keempat, prajurit dan PNS TNI tidak memberikan tanggapan terhadap hasil hitung cepat (quick count) dalam bentuk apapun. Kelima, atasan atau komandan menindak tegas prajurit dan PNS TNI yang terlibat politik praktis.
Keenam, prajurit dan PNS TNI yang mencalonkan diri misalnya sebagai calon anggota legislatif/calon kepala daerah harus mengundurkan diri.
Mantan Kepala Staf Angkatan Laut (KASAL) ini akan mengeluarkan Keputusan Panglima (Keppang) yang akan berlaku hanya saat Pemilu. Aturan ini bakal menjadi pedoman bagi prajurit TNI agar terjaga netralitasnya selama Pemilu.
"Keppang (pedomannya) karena ini dipakainya hanya Pemilu ini, nanti kalau Perpang mungkin akan berubah situasinya. Keppang sambil kita seperti ini nanti memberikan sosialisasi kepada prajurit jadi pedoman kalau ada sesuatu," ujar Yudo.
"Ini loh tidak memberikan fasilitas sudah jelas perintahnya Panglima TNI, sehingga nanti kalau aku melanggar aku akan ada hukuman. Mereka bisa setiap saat melihat bagaimana ini bisa dipedomani dengan mudah, di samping kita membuat buku sakunya untuk pedoman prajurit tadi," sambungnya.
Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono memerintahkan prajurit serta Pegawai Negeri Sipil (PNS) TNI tidak berfoto dengan menggunakan simbol jari. Hal ini dikhawatirkan menimbulkan persepsi berbeda-beda jika mereka mendukung salah satu pasangan calon (paslon).
"Prajurit dan PNS TNI mulai sekarang tidak berfoto selfie dengan menggunakan simbol jari, karena bisa diputarbalikkan sebagai bentuk dukungan kepasangan calon,"
kata Yudo.
merdeka.com
Prajurit boleh saja dilakukan saat berfoto dengan para purnawirawan. Namun, hal ini dilarang terhadap mereka yang masih aktif dan berfoto dengan pose jari.
"Nah ini kan ada leting-leting kan gitu, ada leting yang gini (meragakan pakai tangan), ada yang gini, kalau yang pensiun enggak apa-apa. Ini kan leting 33 sudah mau pensiun semua ini, tapi yang belum pensiun untuk sementara ini," ungkapnya.
"Ya kayak kemarin mungkin ragu-ragu masuk di TPS. Tadi saya tanyakan, di situ kan ada larangan masuk TPS. Loh, TPS ini dia mengamankan supaya enggak ribut di situ, ya boleh-boleh saja. Masa enggak boleh di TPS," kata Yudo kepada wartawan.
Namun, hal ini akan dilarang apabila personel yang berada di lokasi bukan untuk melakukan pengamanan, melainkan untuk mengarahkan warga untuk memilih salah satu pasangan calon (paslon).
"Kecuali di TPS ngajari 'Pak, pak besok nyoblos ini ya'. Nah, itu yang enggak boleh, gitu, loh. Tapi di sana sama-sama mungkin Babikamtibmas, Babinsa mantau bagaimana situasi aman. Aman, sudah," ujarnya.
"Begitu ada yang ribut, mungkin rebutan kertas suara, ya kita pisah. Masa rebutan suara gitu, loh," sambungnya.
Sehingga, kata Yudo, kehadiran prajurit TNI di lokasi TPS tersebut hanya untuk melaksanakan pengamanan saja, dan bukan untuk terlibat mempengaruhi pencoblosan.
"Jadi kehadiran kita di sana semata-mata mengamankan. Jadi bukan ikut. Nah, kalau ikut kan ada yang mengawasi. Di situ ada Bawaslu, ada KPPS. Laporkan kalau sampai ada TNI yang ikut-ikutan atau mengarahkan, atau mungkin tidak sesuai dengan tugas pokok yang diemban di situ," ungkapnya.
"Kalau ditanya masalah pelanggarannnya, ya enggak tahu. Wong belum dimulai," pungkasnya.