Hasto Jadi Tersangka Korupsi, Uskup Agung Jakarta Soroti Budaya Feodal hingga Alat Menjegal
Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) menyoroti maraknya kasus korupsi di Indonesia. Fenomena ini membuat gereja terpanggil untuk memperkuat gerakan antikorupsi.
Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) menyoroti maraknya kasus korupsi di Indonesia. Fenomena ini membuat gereja terpanggil untuk memperkuat gerakan antikorupsi.
Menurut Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo, korupsi terjadi karena jati diri sebagai manusia diingkari. Hal ini dia sampaikan menanggapi pertanyaan soal penetapan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Kalau kembali kepada yang tadi saya sampaikan, itu karena jati dirinya di manusia yang korupsi itu jati diri yang paling dasar diingkari. Itu kalau kita ngomong soal konsep," kata Kardinal Suharyo dalam konferensi pers di Gereja Katedral, Jakarta Pusat, Rabu (25/12).
Kardinal Suharyo menilai, budaya feodal dalam masyarakat Indonesia saat ini masih sangat tinggi. Masyarakat yang feodal cenderung mengutamakan kekuasaan.
"Ketika seseorang hidup sadar atau tidak sadar di dalam situasi feodal, dia akan berpikir mengenai gengsi, mengenai kedudukan. Dalam masyarakat feodal yang paling dicari-cari adalah kedudukan. Status itu status sosial, gengsi dan sebagainya," ungkapnya.
Menurut Suharyo, dengan orientasi hidup yang seperti itu, tanpa disadari akan selalu ada pihak-pihak yang bakal menggunakan segala macam cara untuk mendapatkan kekuasaan.
"Entah itu kekuasaan, entah itu namanya gengsi, dan semua itu butuh uang. Jadilah korupsi," ujar dia.
Selain itu, lanjutnya sistem tata kelola negara yang amburadul juga membuat praktik korupsi langgeng di Tanah Air. Bahkan, kasus korupsi belakangan dijadikan alat untuk menjegal orang demi kepentingan tertentu.
"Akhir-akhir ini korupsi itu malah dijadikan alat untuk membunuh dalam tanda kutip ya, untuk mematikan orang, untuk menjegal orang. Korupsi dibiarkan supaya nanti pada waktunya bisa digunakan untuk kepentingan tertentu," beber dia.
Kardinal Suharyo mengaku miris dengan kondisi semacam itu. Dia memandang, praktik tersebut sebagai permainan politik yang busuk.
"Itu kan politik yang busuk sebetulnya dan segala macam cara. Nah, kalau ditanyakan Gereja itu berbuat apa, tentu gereja itu kompleks ya. Gereja itu bukan hirarki, gereja itu adalah umat," pungkasnya.