Lopa larang istri pakai mobil dinas, ke pasar naik angkot
Lopa tegas dalam memisahkan mana urusan negara, mana urusan pribadi.
Integritas dan kejujuran mantan jaksa agung dan menteri hukum dan HAM Baharuddin Lopa seakan tidak pernah habis. Selain kisah kesederhanaan, Baharuddin Lopa juga dikenal sebagai sosok yang terbiasa memisahkan urusan dinas dan pribadi.
Prinsip tersebut bukan hanya diterapkan kepada anak buahnya. Pemisahan urusan dinas dan keluarga juga diterapkan untuk keluarga dan anak-anaknya. Menurut putrinya Masita Lopa, Baharuddin Lopa sehari-harinya menerapkan kepada keluarga untuk tidak menggunakan fasilitas-fasilitas kedinasan. Lopa juga menekankan keluarga agar tidak memanfaatkan kedudukan dan jabatan orangtua untuk kepentingan diri sendiri.
Sebuah kisah menyentuh dan menggetarkan tentang prinsip Lopa ini diceritakan Redy Kambo, seorang staf di kantor Pusat Diklat Kejaksaan Agung dalam buku Apa dan Siapa Baharuddin Lopa karangan Hendro Dewanto dkk.
Suatu hari, istri Baharuddin Lopa sedang naik mobil dinas bersama Pak Lopa ke kantor Pusat Diklat Kejaksaan. Saat itu ada urusan kedinasan yaotu mengelola Kejar Paket A yang didirikan untuk warga di sekitar Diklat Ragunan.
Setelah urusan selesai, istri Lopa akan keluar untuk urusan pribadi. "Kalau tidak salah ke pasar," tutur Redy Kambo. Rupanya, Lopa tidak mengizinkan istrinya untuk menggunakan mobil dinas. Ibu Lopa pun harus naik angkot ke pasar.
Kisah lain disampaikan Putut, seorang pegawai Diklat. Dia pernah dilarang Lopa menggunakan motor dinas Suzuki A 100 inventaris Pusdiklat. Padahal motor itu akan digunakan untuk menolong temannya yang ban motornya kempes di jalan.
"Ini motor dinas bukan untuk urusan pribadi," kata Lopa. Kunci motor pun diminta, lalu Lopa meninggalkan Putut dan motor dinas A 100 di area parkir.
Begitulah Lopa. Tegas dalam memisahkan mana urusan negara, mana urusan pribadi. Mari kembali berpikir, adakah pejabat sekarang menerapkan prinsip seperti Lopa?