MA: Sulit merancang undang-undang soal santet
MA menilai rencana memasukkan pengaturan hukum santet dalam RUU KUHP, butuh waktu dan harus mendatangkan pakar terkait.
DPR berencana memasukkan sejumlah pasal baru, dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal-pasal baru tersebut terkait dengan adanya ketentuan baru pengadilan, terkait kasus kekerasan gaib seperti santet.
Terhadap hal itu, Mahkamah Agung (MA) belum dapat memberikan banyak komentar. Ini lantaran kasus santet memang belum dikenal sebagai perkara pidana.
"Sebelumnya belum pernah ada pasal seperti itu. Artinya baru, bukan revisi. Pasal itu (gaib) belum dikenal dalam tata perundang-undangan kita secara hukum pidana," ujar Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur di Gedung MA, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Senin (11/3).
Ridwan mengatakan, pasal-pasal tersebut masih dalam tahap pemrosesan. Dia mengakui, proses perancangan tersebut akan membutuhkan waktu, disebabkan pasal-pasal gaib semacam itu memang sulit dirancang.
"Saya kira masih diproses untuk pasal-pasal (gaib) itu. Tentunya akan ada partisipasi masyarakat, melalui beberapa pertemuan. Sebab, ya, tidak mudah," kata dia.
Lebih lanjut, Ridwan menambahkan, para pembuat RUU perlu mendengarkan keterangan pakar-pakar hukum, sebelum memasukkan pasal-pasal gaib dalam KUHP yang baru. Hal ini dimaksudkan agar tidak menimbulkan kesulitan, jika nantinya pasal-pasal gaib tersebut diterapkan dalam pengadilan.
"Itulah, nanti kita lihat bagaimana para pakar kita, pembentuk UU juga para ahli. Tentu akan memberi masukan, dan diberikan ruang untuk mengkiritisasi dan partisipasi dalam rancangan UU tersebut terhadap pasal-pasal yang nantinya akan disetujui sebagai UU," terang Ridwan.