Mahfud MD Sebut Simpatisan ISIS Asal RI Tak Akui Status WNI
Pemerintah tidak membuat opsi lain soal nasib WNI tersebut.
Pemerintah telah memutuskan untuk tidak memulangkan WNI yang pernah menjadi Foreign Terorists Fighter (FTF) atau mantan kombatan ISIS ke Tanah Air. Pemerintah tidak membuat opsi lain soal nasib WNI tersebut.
"Enggak ada (langkah hukum lain yang diambil). Wong mereka pergi dari sini, mau diapain. Kita tidak tahu mereka siapanya," kata Menko Polhukam Mahfud Md di kantornya, Rabu (12/2).
-
Bagaimana cara orang tersebut pamit dari grup WA Islami? Asalamualaikum. Halo teman-teman, dengan ini saya mengajukan izin untuk keluar dari grup. Mohon maaf jika ada kata-kata yang kurang berkenan, baik itu disengaja maupun tidak. Semoga sukses selalu untuk kalian semua! Wasalamu'alaikum.
-
Bagaimana prajurit TNI ini bertemu dengan calon istrinya? Lebih lanjut ia menceritakan bahwa awal perkenalan keduanya bermula dari media sosial. Menariknya selama berpacaran 3 tahun mereka hanya bertemu satu kali saja di kehidupan nyata.
-
Kapan Iswadi Idris menjadi Kapten Timnas Indonesia? Berkat karakternya itu, Iswadi dipercaya menjadi kapten Timnas Indonesia dari tahun 1970 hingga tahun 1980.
-
Kapan Wibowo Wirjodiprodjo meninggal? Di akhir hidupnya, Ari dan Ira Wibowo menceritakan bahwa sang ayah pergi dengan tenang, tanpa rasa sakit, dan dikelilingi oleh keluarga tercinta.
-
Di mana TNI dibentuk? Dahulu TNI dibentuk dan dikembangkan dari sebuah organisasi bernama Badan Keamanan Rakyat (BKR).
-
Kenapa anggota TNI menculik dan menyiksa Imam Masykur? Pomdam Jaya/Jayakarta mengungkap motif anggota TNI terlibat dalam kasus dugaan penculikan, penyiksaan hingga tewas pemuda asal Aceh, Imam Masykur (25) hanya karena ekonomi. "(Motif) Uang tebusan. karena tidak saling kenal antara tersangka dan korban," kata Danpomdam Jaya Kolonel Cpm Irsyad Hamdue Bey Anwar saat dikonfirmasi, Senin (28/8).
Menurut dia, WNI eks simpatisan ISIS tidak pernah berkomunikasi dengan pemerintah. Keberadaan mereka di luar negeri justru ditemukan pihak luar.
"Mereka kan tidak lapor. Hanya ditemukan oleh orang luar. Yang menemukan kan CIA, ICRC, (berkata) ini ada orang Indonesia. Kita juga enggak tahu apanya. Paspornya udah dibakar, terus mau diapain. Kalau kamu jadi pemerintah mau diapain kira-kira?," jelas Mahfud.
"Enggak bisa kan. Ya dibiarin aja. Enggak bisa dipulangkan," lanjut dia.
Mahfud Md melanjutkan, WNI eks simpatisan ISIS di luar negeri sebetulnya selalu menghindar. Bahkan sudah tak mengakui dirinya lagi sebagai WNI.
"Mereka kan enggak mengakui sebagai WNI," kata Mahfud.
Dia menuturkan, sebenarnya pihak pemerintah sudah mengirim tim untuk mencoba melakukan pendataan. Namun, mereka tak mau melaporkan diri.
"Udah, udah mengirim. BNPT udah ke sana, kita udah ke sana. Hanya ketemu sumber-sumber otoritas resmi aja. Di situ ada ini katanya, tapi orangnya enggak pernah menampakkan juga," jelas Mahfud.
Dia menuturkan, data hanya diperoleh dari CIA dan ICRC atau Komite Palang Merah Internasional.
"Kita ke sana cuma dapat nama-nama juga tidak langsung dengan mereka. Itu dapat dari Palang merah Internasional, CIA, cuma gitu-gitu. Mereka kan menghindar dari kita," ungkap Mahfud.
Menurut dia, selama ini tak ada pernyataan langsung bahwa mereka minta dipulangkan. Semuanya hanya berdasarkan laporan semata.
"Iya (mereka menghindar). Mereka kan enggak pernah menampakkan diri. Paspornya dibakar. Itu kan hanya laporan, bahwa ada itu, lalu ada isu-isu mereka ingin pulang. Siapa (yang menyampaikannya) enggak ada. Minta pulang ke siapa ? Itu laporan kok. Laporan," pungkasnya.
Mahfud Md mengatakan, jika memang ada anak-anak WNI eks ISIS yang berada di Suriah dan Turki, silahkan melaporkan diri ke pihak pemerintah Indonesia.
"Ya kalau ada, ini silahkan saja lapor. Ini enggak ada. Hanya ada laporan dari pihak luar, bukan dari Indonesia. Indonesia sendiri sudah mencari ke sana. Sumbernya juga tidak pernah langsung ketemu orangnya," kata Mahfud saat memberikan keterangan di kantornya, Rabu (12/2).
Dia menuturkan, sejauh ini pihaknya hanya mendapatkan laporan dari pihak luar soal keberadaan WNI eks ISIS. Bahkan, yang terbaru laporan dari Turki.
"Ya kita cuma ada laporan, anak sekian. Ini tadi baru ada laporan dari Turki anak sekian, perempuan sekian. Berapa ya, lima atau berapa gitu. Tapi enggak ada paspor, enggak ada apa-apa," tegas Mahfud.
Sebelumnya, Direktur Imparsial Al Araf mengatakan, sebenarnya pemerintah mempunyai opsi lain untuk mengatasi hal ini. Agar mereka bisa kembali ke tanah air.
"Pemerintah sebenarnya bisa menggunakan opsi lain untuk mengatasi ini, yakni bisa menggunakan UU Anti-terorisme untuk menjerat FTF dan memproses hukum di sini. Jika mereka masuk Indonesia. Dan melakukan program deradikalisasi terhadap anak-anak dan perempuan yang tidak terlibat aktif dalam FTF," ungkap Al Araf.
Senada, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mempertanyakan sikap pemerintah terkait nasib 689 WNI tersebut, jika akhirnya tak dipulangkan.
"Kalau tidak memulangkan, lantas langkah pemerintah selanjutnya apa, terutama terkait penegakan hukum. Jangan lupa sebagian dari mereka, terutama yang dewasa ikut terlibat dalam organisasi teroris, berdasarkan UU Anti Terorisme yang baru, pasal 12 A itu tindak pidana," kata Ahmad saat dikonfirmasi, Selasa (11/2).
"Jika ikut pelatihan atau malah menjadi pelatih atau instruktur dalam pasal 12 B juga diancam hukuman maksimum 15 tahun. Kita belum jelas pemerintah akan melakukan langkah apa untuk penegakan hukum terhadap mereka-mereka ini. Yang anak-anak bagaimana?Juga kurang jelas," lanjut dia.
Menurutnya, pemerintah bisa mengambil langkah lain, yakni ikut mendorong peradilan internasional untuk mereka terutama, yang kombatan.
"Yang penting kita mesti melakukan langkah penegakan hukum bagi mereka. Pisahkan antara yang kombatan, baik pria mau pun wanita, dengan yang bukan kombatan. Kalau kombatan, itu pidana. Pakai hukum nasional atau hukum internasional," jelas Ahmad.
(mdk/gil)