Mahfud: Politik Identitas Itu Jahat, Jangan Sampai Terulang seperti 2019
Dirinya pun mencontohkan pada saat menjadi hakim Mahkamah Konstitusi banyak sekali kasus yang serupa dengan hal itu.
Politik identitas memang acap kali terjadi terlebih pada saat pemilihan
Mahfud: Politik Identitas Itu Jahat, Jangan Sampai Terulang seperti 2019
Menteri Kordinator Politik Hukum dan HAM (Menko Polhukam) Mahfud MD mengakui menjelang kontestasi pemilu memang acap kali terjadi politik identitas. Politik yang cara seperti itu pun dinilai jahat baginya bahkan sulit dihilangkan.
Meskipun acap kali ada politik identitas, namun tetap saja ada hal yang membedakannya seperti untuk menyampaikan aspirasi.
"Politik identitas itu jahat. Tetapi identitas politik tidak bisa dihindarkan. Ini supaya dibedakan karena setiap orang punya identitas politik yang katakanlah ditonjolkan tetapi itu dalam rangka aspirasi bukan dalam rangka politisasi."
-Mahfud MD dalam pidatonya di acara Rapat Kordinasi Kesiapan Operasi Mantap Brata Jelang Pemilu 2024, di Hotel Tribrata, Jakarta Selatan, Rabu (27/9).
Menurut Mahfud, politik identitas memang acap kali terjadi terlebih pada saat pemilihan.
Diharapkan hal tersebut menjadi asistensi oleh Polri dalam pengamanan Pemilu 2024 nanti.
"Politik identitas yang sering terjadi dan riak-riak kecil sudah mulai terjadi politik identitas pada setiap ada pemilihan. Politik identitas itu menggunakan identitas premordial, agama, suku ras, kedaerahan, bahasa daerah untuk menyerang kelompok identitas lain dalam sebuah tindakan permusuhan dan upaya mendiskriminasi," beber Mahfud.
merdeka.com
Selain itu, juga ditemukan adanya penyerangan atau upaya sabotase terhadap aparat baik sarana maupun prasarana saat pemilu.
Dirinya pun mencontohkan pada saat menjadi hakim Mahkamah Konstitusi banyak sekali kasus yang serupa dengan hal itu.
"Banyak terjadi di pengadilan perampasan hak suara, dikumpulkan ke satu orang lalu ada yang mewakili, lalu mobilisasi pemilih dari satu daerah ke daerah lain dengan rombongan bus orang yang tidak berhak ini diatur sedemikian rupa secara curang memilih di tempat lain. itu banyak terjadi," jelas dia.
merdeka.com
Ia juga bernostalgia pada saat pemilu 2019 yang diadakan secara serentak. Dimana banyak sekali petugas KPU berjatuhan hingga ada di antaranya meninggal dunia.
Kejadian itu pun lantas menjadi ruang bagi kelompok tertentu melakukan penyerangan.
"Jangan terulang seperti terjadi pada tahun 2019 yang menimbulkan fitnah. Fitnahnya yang tidak masuk akal misalnya ada peracunan massal karena tidak mendukung kelompok tertentu. Itu sangat tidak mungkin karena yang meninggal bervariasi tidak hanya dari satu kelompok politik," ungkapnya.
merdeka.com
Menurutnya tragedi 2019 dimana petugas KPU banyak yang berjatuhan hingga meninggal dikarenakan kelelahan. Sebab beban kerja pada saat itu sangat amat berat terlebih di lingkup pedesaan. Ia berharap pada operasi Mantap Brata kali ini, polisi dapat mengantisipasi hal tersebut.
merdeka.com