Mahfud: Saya tidak merekomendasikan Akil Mochtar
Semua orang yang berperkara di MK akan berusaha mencari bantuan untuk memenangkan perkaranya.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengakui, ada peluang suap di MK. Apalagi menyangkut sengketa pemilihan kepala daerah.
"Pilkada pemilihan bupati itu membutuhkan biaya sekitar Rp 5 miliar. Kalau di sini bisa menang dengan Rp 5 miliar, maka mereka akan lakukan juga," kata Mahfud dalam pertemuan mantan hakim agung di Gedung MK pada Kamis (3/10) malam.
Menurut Mahfud, semua orang yang berperkara di MK akan berusaha mencari bantuan untuk memenangkan perkaranya. Bahkan menurut Mahfud, cara-cara tidak lazim pun akan digunakan.
"Semua yang berperkara di sini selalu ingin ada yang membantu. Termasuk kalau perlu menghadirkan kambing yang bisa berbicara agar bisa membantu dan akan dibayar," ujar Mahfud.
Tak mengherankan posisi hakim di MK sangat rentan dengan suap. Meski rentan suap di MK, menurut Mahfud, ternyata MK tidak ada pengawasan dalam membentengi hakim-hakimnya.
"Sejak dulu saya usul adanya pengawas fungsional. Dulu itu pengawas fungsional KY tapi oleh MK dibatalkan. Sekarang tidak punya dan dipercayakan ke hati nurani. Sulit juga, karena tidak semua hati nurani orang bersih," kata Mahfud.
Dengan pengawasan hakim konstitusi dikembalikan ke hati nurani, tertangkapnya Akil, menurut Mahfud, memang tidak terdeteksi sejak dulu. Mahfud mengaku dia tidak mengetahui hal itu, karena menurutnya saat terpilihnya Akil dia sudah pergi dari MK.
"Saya juga tidak tahu kenapa tidak ketahuan dari dulu. Dia terpilih saat saya tidak ada di sini. Saya keluar pada 1 April, sedangkan Pak Akil terpilih pada tanggal 5 April. Saya tidak memilih dan tidak merekomendasikan Pak Akil, tapi saya ucapkan selamat saat terpilih," ujar Mahfud.