Majelis hakim kabulkan pencabutan blokir rekening Andi Narogong
Majelis hakim mengabulkan permintaan terdakwa kasus korupsi proyek e-KTP, Andi Agustinus alias Andi Narogong terkait pemblokiran rekening miliknya dan keluarganya. Pertimbangan tersebut dibacakan majelis hakim dalam surat vonis Andi hari ini di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.
Majelis hakim mengabulkan permintaan terdakwa kasus korupsi proyek e-KTP, Andi Agustinus alias Andi Narogong terkait pemblokiran rekening miliknya dan keluarganya. Pertimbangan tersebut dibacakan majelis hakim dalam surat vonis Andi hari ini di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.
"Permohonan pembukaan blokir rekening milik terdakwa atau istri dan keluarganya yang bertujuan dapat melaksanakan kewajibannya menurut majelis hakim adil dan patut rekening-rekening tersebut untuk segera dibuka sepanjang untuk pembayaran uang pengganti," ucap hakim anggota Anshori, Kamis (21/12).
-
Apa yang dikatakan oleh Agus Rahardjo terkait kasus korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto? Agus mengatakan, Presiden saat itu menginginkan penyidikan kasus yang menjerat Setya Novanto dihentikan.
-
Bagaimana Kejagung mengusut kasus korupsi impor emas? Di samping melakukan penggeledahan kantor pihak Bea Cukai, tim juga masih secara pararel melakukan penyidikan perkara serupa di PT Aneka Tambang (Antam).
-
Kapan Kejagung mulai mengusut kasus korupsi impor emas? Kejagung tengah mengusut kasus dugaan korupsi komoditas emas tahun 2010-2022.
-
Siapa yang disebut oleh Agus Rahardjo sebagai orang yang meminta kasus korupsi e-KTP dengan terpidana Setya Novanto dihentikan? Agus mengatakan, Presiden saat itu menginginkan penyidikan kasus yang menjerat Setya Novanto dihentikan.
-
Apa yang sedang diusut oleh Kejagung terkait kasus korupsi? Kejagung tengah mengusut kasus dugaan korupsi komoditas emas tahun 2010-2022.
-
Kapan Ganjar Pranowo berencana menerapkan KTP Sakti? Oleh karena itu, saat terpilih menjadi Presiden Ganjar langsung menerapkan KTP Sakti ini.“Sebenarnya awal dari KTP elektronik dibuat. Maka tugas kita dan saya mengkonsolidasikan agar rakyat jauh lebih mudah menggunakan identitas tunggalnya,” tutup Ganjar.
Kendati demikian, majelis hakim menolak permintaan Andi agar jaksa penuntut umum pada KPK mengembalikan sejumlah aset miliknya. Alasannya, majelis hakim menimbang sejumlah aset yang dijadikan barang bukti masih diperlukan untuk perkara yang sama.
Diketahui, pada kasus korupsi proyek e-KTP, Andi dijatuhi vonis delapan tahun penjara, denda Rp 1 miliar, oleh majelis hakim. Andi dinyatakan secara sah bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan memperkaya diri sendiri dan orang lain dari proyek senilai Rp 5,9 triliun itu.
Majelis hakim juga menjatuhkan vonis pidana tambahan pidana uang pengganti sebesar USD 2.500.000 dan Rp 1.186.000.000 miliar dengan diperhitungkan pengembalian uang USD 350.000. Andi diwajibkan membayar uang pengganti selambat lambatnya 1 bulan setelah berkekuatan hukum tetap.
Apabila tidak mampu membayar dari waktu yang sudah ditentukan maka harta benda terdakwa disita dan dilelang untuk menutupi nilai pengganti dan apabila tidak mempunyai harta benda yang mencukupi maka terdakwa dipidana penjara selama 2 tahun.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim mencantumkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan.
Pertimbangan memberatkan, perbuatan Andi dinilai bertentangan dengan upaya pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi, perbuatan yang terstruktur dan sistematis serta masif. Terlebih lagi, hingga saat ini masih dirasakan dampaknya masih banyak masyarakat kesulitan memiliki kartu identitas berbasis elektronik.
Sementara hal yang meringankan, Andi mengakui dan menyesali perbuatannya, belum pernah dihukum, dan telah mengembalikan uang yang diperoleh dari tindak pidana korupsi yang merugikan negara Rp 2,3 triliun itu.
Vonis majelis hakim tersebut sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum pada KPK. Hanya, majelis hakim menggunakan dakwaan alternatif pertama sebagai landasan hukumnya yakni pasal 2 ayat 1 undang-undang tindak pidana korupsi nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
(mdk/bal)