Malasnya anggota DPR lapor harta kekayaan ke KPK
Sekitar 32,5 persen anggota DPR belum melaporkan harta kekayaan mereka.
560 Anggota DPR, 60 persen di antaranya belum mengisi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Padahal KPK sudah berkali-kali mengimbau.
Namun, para anggota DPR hingga kini belum merespons. Persentase angka yang disebutkan KPK pun belum berubah.
KPK beberapa waktu lalu pernah mengatakan sekitar 32,5 persen anggota DPR belum melaporkan harta kekayaan mereka.
"Belum angkanya masih sama," kata Laode kepada merdeka.com, Selasa (15/3).
KPK pun berencana dalam waktu dekat akan mempublikasikan nama-nama anggota DPR atau nama pejabat lainnya yang belum melapor. Namun Laode enggan menyampaikan kapan publikasi itu akan dilakukan.
"Dalam waktu dekat akan publish nama-nama yang tidak lapor LHKPN jika mereka tidak lapor segera," tandasnya.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengaku sudah mengingatkan agar anggota DPR segera melapor harta kekayaan, namun belum digubris. "KPK sudah kirimkan dua kali surat ke anggota anggota DPR, atas imbauan ketua DPR kami masih menunggu laporan dari yang bersangkutan," ujar Agus.
KPK tidak memiliki wewenang memberikan sanksi pada pejabat yang belum lapor harta kekayaan. Hanya pimpinan atau kepala instansi yang terkait yang berwenang memberikan sanksi pada anak buahnya.
Parahnya, bahkan Ketua DPR Ade Komarudin mengakui bahwa dia belum mengisi dan memberikan laporan LHKPN ke KPK. Dia menjadi salah satu dari 203 anggota dewan yang belum mengurus LHKPN. "Saya juga belum (serahkan LHKPN) ," singkat Ade.
Politikus Partai Golkar ini mengakui bahwa sejauh ini dia sibuk. Maka dari itu dia berencana akan mengurus LHKPN bulan depan. "Mungkin pada saat reses," ujarnya.
akil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy pun tidak menampik hal tersebut. Tidak hanya faktor kesibukan, menurutnya proses pengisian LHKPN pun sangat rumit.
"Iya mungkin mereka lalai dan mengisi LHKPN itu kan tidak mudah, ada kolom-kolom yang harus dilengkapi dan itu perlu waktu banyak," ucapnya.
Lukman berharap agar KPK melakukan sistem proses melaporkan LHKPN dengan cara online. "Seharusnya proses online saja kan ini sudah canggih, jangan yang melapor harus bolak balik KPK, seharusnya seperti itu gak repot juga jadinya," bebernya.
Lukman pun meceritakan bahwa dirinya sudah melaporkan LHKPN kepada KPK. "Saya saja sudah melaporkan LHKPN. Prosesnya tidak mudah loh. Saya satu kali ngasih data ngisi 20 lembar dan dibalikin lagi karena gak lengkap, ya semestinya dipermudah aja," tandasnya.
Namun, penyataan berbeda diucap politikus PKS anggota Komisi III Nasir Djamil. Nasir termasuk anggota dewan yang belum memperbarui LHKPN ke KPK. Dia beralasan tak wajib bagi seorang anggota DPR aktif untuk melakukan hal itu.
"Saya belum memperbarui, karena menurut UU yang ada, ketika seorang anggota dewan sudah pernah melaporkan LHKPN, selama dia masih aktif menjadi anggota DPR, dia tidak punya kewajiban untuk memperbarui itu," kata Nasir.
"Jadi kecuali misalnya seorang anggota dalam periode tertentu dia kemudian tidak lagi menjadi sebagai anggota DPR dan kemudian pada periode lainnya dia menjabat, itu seperti itu yang saya pahami," sambung dia.
Selain karena sudah pernah melaporkan harta ke KPK pada awal jabatan, Nasir mengatakan kebanyakan alasan tidak melaporkan LHKPN adalah oleh tidak adanya sanksi atau hukuman.
"Yang kedua, karena menurut saya belum ada sanksi kalau kemudian ada penyelenggaraan negara yang tidak melaporkan LHKPN ini," jelas politisi PKS ini.
Meski tak wajib dan tidak adanya sanksi, Nasir juga takut LHKPN ini justru disalahgunakan dan disebarkan oleh KPK dengan tujuan-tujuan tertentu.
"Yang ketiga menurut saya yang mengkhawatirkan, kita berharap laporan benar-benar menjadi kerahasiaan bagi instansi yang menerima. Jangan kemudian dalam tanda kutip di obral atau dimaharkan untuk kepentingan kepentingan tertentu," tegas dia.
Di luar itu, Nasir mengatakan mendukung KPK untuk memberikan sanksi tambahan. Adapun sanksi yang dimaksud adalah sanksi administratif bukan sanksi pidana.
"Saya sependapat tapi sanksinya seperti apa, jangan sanksinya yang justru sanksinya kemudian melanggar HAM," pungkas dia.