Mantan Dirut Amarta Karya Catur Prabowo Didakwa Korupsi Rp46 Miliar dan TPPU
Kerugian negara ini didapat sebagaimana hasil dari laporan auditPKN dan BPKP pusat.
Kerugian negara ini didapat sebagaimana hasil dari laporan auditPKN dan BPKP pusat.
Mantan Dirut Amarta Karya Catur Wibowo Didakwa Korupsi Rp46 Miliar dan TPPU
Mantan Direktur Utama PT Amarta Karya (Persero) Catur Prabowo didakwa melakukan korupsi terkait proyek pengadaan subkontratkor fiktif di perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Amarta Karya tahun 2018-2022. Dugaan korupsi ini merugikan keuangan negara sebesar Rp46.085.415.706.
Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut korupsi dilakukan Catur Prabowo bersama-sama dengan Direktur Keuangan PT Amarta Karya Trisna Sutisna, Kepala Devisi Keuangan Pandhit Seno Aji, dan Staf Akuntansi Deden Prayoga.
"Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi," ujar Jaksa KPK Gina Saraswati di Pengadilan Tipikor Bandung, Jawa Barat, Senin (2/10).
- Catat! Ini Rute yang akan Dilewati Prabowo-Gibran saat Daftar ke KPU Besok
- Dalami Korupsi Pemanfaatan Aset di Labuan Bajo, Dua Kantor Pemda di NTT Digeledah Kejati
- Kelakar Prabowo Untuk Cak Imin: Gus Jangan Ke mana-mana Gus!
- Menpora Dito Jawab Kabar Kembalikan Rp27 M terkait Korupsi BTS: Saya Tidak Tahu Menahu
Catur diduga bersama Trisna dan Deden merekayasa dan melakukan pembayaran pekerjaan fiktif kepada CV.Cahaya Gemilang, CV Guntur Gemilang, dan CV Perjuangan, serta perorangan untuk kepentingan pribadi yang tidak sesuai dengan ketentuan.
Atas tindakan itu, Catur diduga diuntungkan sebesar Rp30.140.137.677, Trisna Sutisna sejumlah Rp1.321.072.184, Royaldi Rosman senilai Rp938.578.000, I Wayan Sudenia senilai Rp8.429.286.855, Firman Sri Sugiharto senilai Rp870.000.000, Rusna Reinaldi senilai Rp273.800.000, serta Phandit Seno Aji dan Deden Prayoga senilai Rp4.122.028.228.
"Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu merugikan keuangan negara sejumlah Rp46.085.415.706 atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut," kata jaksa.
Kerugian negara ini didapat sebagaimana hasil dari laporan audit Perhitungan Kerugian Negara (PKN) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Pusat.
Setidaknya tercatat ada 22 proyek pengerjaan perusahaan plat merah bidang konstruksi itu yang pembayarannya melalui CV Cahaya Gemilang, CV Guntur Gemilang, dan CV Perjuangan.
"Bahwa pekerjaan-pekerjaan tersebut adalah pekerjaan fiktif dimana CV Cahaya Gemilang, CV Guntur Gemilang, dan CV Perjuangan tidak pernah melaksanakan pekerjaan tersebut," ujar jaksa.
Atas pekerjaan fiktif itu, PT Amarta Karya membayarkan sejumlah uang ke CV Guntur Gemilang senilai Rp17,4 miliar, CV Cahaya Gemilang senilai Rp13,8 miliar, dan CV Perjuangan senilai Rp12,7 miliar.
Selain itu juga dilakukan pembayaran kepada rekening perseorangan seolah-olah sebagai vendor penyedia alat atau bahan yang digunakan PT Amarta Karya.
"Bahwa total pembayaran yang dikeluarkan PT Amarta Karya atas pekerjaan fiktif dalam kurun waktu tahun 2018 sampai dengan tahun 2020 sejumlah Rp46.085.415.706," kata jaksa.
Atas perbuatannya, Catur didakwa dengan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan korupsi juncto pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP.
Selain itu, Catur Prabowo juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari hasil korupsi di PT Amarta Karya. Dia diduga menempatkan, menyembunyikan, membelanjakan, mengalihkan, membelanjakan, menghibahkan, mengubah bentuk, dan menukarkan dengan mata uang asing atau surat berharga.
Catur didakwa dengan Pasal 3 Undang Undang RI nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.