Mantan Kepala BNPT: Kikis Adu Domba dan Hoaks Demi Demokrasi Santun
Menurut Suhardi, bila nasionalisme dan wawasan kebangsaan bangsa Indonesia kembali seperti dulu, otomatis radikalisme berkonotasi negatif serta terorisme akan terkikis.
Mantan Kepala BNPT, Komisaris Jenderal Polisi (Purn) Suhardi Alius, mengatakan, penguatan nasionalisme dan wawasan kebangsaan harus terus dilakukan. Dengan begitu dapat mengikis maraknya adu domba dan hoaks demi terciptanya kehidupan kebangsaan yang harmonis serta demokrasi yang santun di Indonesia.
Menurut dia, bila nasionalisme dan wawasan kebangsaan bangsa Indonesia kembali seperti dulu, otomatis radikalisme berkonotasi negatif serta terorisme akan terkikis.
-
Kapan kemacetan di Jakarta terjadi? Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Rani Mauliani menerangkan, kemacetan parah di beberapa titik di Jakarta kerap terjadi pada jam berangkat dan pulang kerja.
-
Di mana kemacetan parah di Jakarta sering terjadi? Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Rani Mauliani menerangkan, kemacetan parah di beberapa titik di Jakarta kerap terjadi pada jam berangkat dan pulang kerja.
-
Bagaimana peran Ditjen Polpum Kemendagri dalam menangani radikalisme dan terorisme? Ketua Tim Kerjasama Intelijen Timotius dalam laporannya mengatakan, Ditjen Polpum terus berperan aktif mendukung upaya penanganan radikalisme dan terorisme. Hal ini dilakukan sejalan dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme Tahun 2020-2024.
-
Di mana banjir terjadi di Jakarta? Data itu dihimpun hingga Jumat 15 Maret 2024 pada pukul 04:00 WIB. "Kenaikan status Bendung Katulampa dan Pos Pantau Depok menjadi Siaga 3 (Waspada) dari sore hingga malam hari serta menyebabkan genangan di wilayah DKI Jakarta," kata Kepala Pelaksana BPBD DKI Jakarta, Isnawa Adji dalam keterangan tertulis, Jumat (15/3).
-
Siapa saja yang diarak di Jakarta? Pawai Emas Timnas Indonesia Diarak Keliling Jakarta Lautan suporter mulai dari Kemenpora hingga Bundaran Hotel Indonesia. Mereka antusias mengikuti arak-arakan pemain Timnas
-
Apa yang menjadi masalah utama yang dihadapi warga Jakarta saat ini? Belakangan ini, kualitas udara Jakarta jadi sorotan masyarakat.
"Ini yang terjadi sekarang. Radikalisme dalam perspektif negatif yang sudah sering saya sampaikan saat menjabat sebagai kepala BNPT. Ada empat indikatornya, yaitu intoleransi, anti Pancasila, anti NKRI dan penyebaran paham takfiri (mengkafirkan orang)," kata dia dalam keterangan diperoleh di Jakarta. Demikian dikutip dari Antara, Rabu (16/6).
"Kalau masuk klasifikasi ini harus kita kikis, kita reduksi dan hilangkan. Mari kita sosialisasikan pada anak-anak kita, pada generasi kita khususnya generasi muda agar tidak mudah terpapar paham itu, bagaimana kita harus kuatkan nasionalisme dan wawasan kebangsaan," kata dia.
Ia mencontohkan, implementasi penguatan nasionalisme dan wawasan kebangsaan itu dengan kembali mengadakan upacara bendara setiap hari Senin, dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, pembacaan naskah Pancasila.
"Inilah salah satu yang membuat karakter bangsa dengan baik, kalau tidak dilakukan itu akan hilang. Sekarang generasi muda kita banyak yang tidak hafal Pancasila, lagu Indonesia Raya, itu tidak bisa disalahkan karena kurikulumnya sudah seperti itu. Nah sekarang kita ubah kembali, di mulai dari sekarang sehingga kita bisa melihat hasilnya nanti 5-10 tahun mendatang," kata dia.
Ia mengungkapkan, saat ini generasi muda menjadi sasaran empuk penyebaran paham-paham tersebut, selain masyarakat umum lainnya. Faktanya, media sosial sekarang dipenuhi dengan berbagai macam hoaks dan adu domba. Ironisnya, kondisi ini dimanfaatkan kelompok-kelompok radikal intoleran untuk memecah belah masyarakat.
Ia menilai, saat ini budaya 'saring sebelum sharing' generasi muda dan masyarakat sangat rendah. Mereka 'menelan' begitu saja berbagai informasi yang masuk karena tidak punya kemampuan memverifikasi dan memfilter pesan-pesan yang masuk. Kondisi itu, katanya, dipengaruhi salah satunya adalah tingkat pendidikan masyarakat.
"Kalau yang sudah berpendidikan cukup intelektual kan akan berpikir saat menerima informasi benar atau tidak, tetapi untuk yang golongan menengah ke bawah termasuk yang tidak punya pemahaman itu, hal itu akan dianggap menjadi suatu kebenaran. Ini yang berbahaya, mereka bisa menyebarkan kembali informasi yang diterima yang padahal belum tentu kebenarannya, bisa saja itu berisikan hal terkait radikal terorisme. Ini yang harus kita jaga," tutup Suhardi.
Baca juga:
Kepala BNPT Ingatkan Warga Papua Waspadai Terorisme dan Radikalisme
Jokowi: Ideologi Transnasional Radikal Semakin Meningkat Memasuki Berbagai Lini
'Akibat Kemiskinan Mereka Bisa Terpapar Paham Radikal Intoleran'
OIC Youth Indonesia Dorong Negara Islam Sinergi Cegah Radikalisme
Milenial Rawan Radikalisme, Eks Napiter Wanti-Wanti Orang Tua Awasi Anak