Marak Kasus Bullying, Pentingnya Peran Orangtua dan Guru Dalam Membekali Anak
Orangtua perlu bersikap kritis dan berusaha mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang lembaga pendidikan.
Jangan sampai seorang anak ditanamkan nilai yang terdistorsi.
Marak Kasus Bullying, Pentingnya Peran Orangtua dan Guru Dalam Membekali Anak
Pembentukan karakter anak dipengaruhi oleh banyak faktor. Selain lingkungan pergaulannya, orangtua memiliki peranan yang besar terhadap penanaman nilai yang dianut oleh anaknya. Jangan sampai seorang anak ditanamkan nilai yang terdistorsi, sehingga perbuatan buruk yang dia lakukan dianggap sebagai suatu kebaikan.
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Pancasila, Maharani Ardi Putri, menjelaskan, pembentukan perilaku anak didasarkan oleh banyak faktor. Pola orangtua dalam mendidik dan menanamkan nilai pada anak-anaknya juga penting, tetapi perlu diingat bahwa bagaimanapun anak-anak punya proses kehidupannya sendiri.
Pelaku perundungan cenderung melakukan hal yang agresif, merugikan orang lain, bahkan berani menentang hukum karena ia memiliki nilai yang salah untuk dirinya ikuti.
"Ketika seorang anak memasuki usia remaja hingga dewasa, mereka akan mencari sendiri jalan hidupnya. Pengalaman si anak yang didapatkan ketika bertemu orang-orang yang berbeda pandangan atau perspektif, akan ikut menentukan orientasi hidup dari anak itu sendiri. Seorang anak akan mengikuti pandangan yang dirasa sesuai dengan apa yang ia yakini," kata dia, dilansir Antara, Kamis (5/10).
Kepala Biro Humas dan Ventura Universitas Pancasila ini menambahkan bahwa pada usia remaja, anak juga sudah menentukan apakah dia lebih percaya pada lingkungan sosialnya yang baru, ataukah pada keluarganya sendiri.
"Pada akhirnya, semua orang akan mengembangkan nilainya masing-masing, walaupun kebanyakan anak akan mengadopsi sebagian besar nilai yang sama dengan milik orangtua mereka. Terkadang pula, ketika anak-anak menerima aliran atau perspektif yang berseberangan dengan apa yang ditanamkan oleh orangtua, bisa jadi nanti dalam prosesnya mereka justru kembali lagi pada original nilai asli keluarganya," katanya.
Merdeka.com
Ia menggarisbawahi, kebanyakan guru atau tenaga pendidik di Indonesia seringkali terburu-buru untuk melihat anak didiknya punya perilaku yang agamis. Keinginan ini menyebabkan lingkungan pendidikan anak di Indonesia akhirnya lebih banyak dikemas oleh aspek ritual semata, seperti cara berpakaian, sikap yang terlihat santun, tetapi pemahaman agamanya sangat dangkal.
"Bahkan masih ada saja guru yang memaksakan persepsinya terhadap agama yang dia yakini. Beberapa sekolah juga masih ada yang hanya menitikberatkan pada perspektif agama saja. Sebagai contoh, kadang-kadang anak di usia remaja itu ada kalanya bicara tentang pacaran, tetapi seringkali ditanggapi dengan cepat bahwa pacaran itu dosa, tanpa diberikan pemahaman dari sudut pandang yang lebih mudah untuk dicerna para remaja," paparnya.
Ia mengatakan, ketika penjelasan yang orang tua atau guru berikan sulit diterima oleh anak, mereka jadi malas untuk mengikuti ajakan baik yang datang padanya.
Putri yang juga aktif sebagai psikolog anak dan keluarga ini pun mengajak pada orang tua untuk mau mempertimbangkan secara bijak dalam memilih lembaga pendidikan bagi anak-anaknya. Orangtua perlu bersikap kritis dan berusaha mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang lembaga pendidikan yang mengajarkan agama terhadap anak-anak mereka.
"Misalnya, walaupun orang tua mau menitipkan anaknya di pesantren, tetap harus dipelajari dulu kredibilitas lembaganya seperti apa? Kurikulumnya bagaimana? Hal ini tentunya berlaku untuk semua latar belakang agama," katanya.
"Kita sebagai orangtua juga perlu belajar untuk mengaitkan semua pengalaman yang dimiliki untuk menjadi pemahaman yang komprehensif untuk anak-anak kita dan mendampingi mereka untuk mencerna segala fenomena yang terjadi," tandas Putri.