Ma’ruf Amin: Modal Besar Indonesia Menuju Indonesia Emas Sudah Kita Kantongi
Wapres mengingatkan tanggung jawab bersama dalam mengawal kebijakan pembangunan SDM
Wapres mengingatkan tanggung jawab bersama dalam mengawal kebijakan pembangunan SDM
Ma’ruf Amin: Modal Besar Indonesia Menuju Indonesia Emas Sudah Kita Kantongi
Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengingatkan tanggung jawab bersama dalam mengawal kebijakan pembangunan sumber daya manusia Indonesia.
Hal itu diungkap Ma’ruf saat membuka Rapat Kerja Nasional Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan, dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana) dan Penurunan Stunting di kantor BKKBN.
- Tiga Seruan Wapres Ma'ruf Amin Wujudkan Pembangunan Berkelanjutan Demi Ekonomi Hijau
- Ma’ruf Amin Bangga Upacara HUT ke-79 RI Digelar di IKN dan Jakarta: Menurut Saya Ini Bersejarah
- Mahfud Ajak Seluruh Caleg PDIP Terpilih Wujudkan Indonesia Emas Bung Karno
- 3 Isu Ekonomi Usulan Kadin untuk Prabowo-Gibran
“Dengan jumlah penduduk usia produktif diproyeksikan mendekati 70% dari total populasi, bisa dikatakan bahwa modal besar menuju Indonesia Emas 2045 sebetulnya sudah kita kantongi,” jelas Ma’ruf.
Ma’ruf menambahkan, pemerintah ingin sumber daya manusia yang ada nantinya menjadi aset dan kekuatan bangsa.
Apalagi, dihadapkan dengan dinamika dan beragam tantangan dunia yang harus diantisipasi.
“Strategi dan kebijakan pembangunan manusia yang tepat dan komprehensif menjadi semakin krusial,“ jelas Wapres.
Dalam dua dekade mendatang, penduduk dunia diperkirakan akan mencapai lebih dari 9 miliar jiwa.
Kondisi ini tidak hanya dibarengi dengan peningkatan jumlah penduduk usia lanjut, tetapi juga urbanisasi dan arus migrasi.
Di sisi lain, sumber daya alam semakin terbatas, berbanding terbalik dengan kebutuhan penduduk yang semakin meningkat.
Tantangan lainnya mencakup pemanasan global, tren perkembangan teknologi, dan perubahan geopolitik.
“Oleh karena itu, saya menaruh harapan yang tinggi terhadap Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting, untuk menciptakan sumber daya manusia Indonesia yang bisa menjawab berbagai tantangan dimaksud,” ujar Ma’ruf.
"Kita tahu bahwa Sustainable Development Goals (SDGs) 2030 menjadi akhir dari SDGs dan menjadi batu loncatan menuju Indonesia Emas 2045. Untuk itu, kita harus bebas dari kemiskinan ekstrem, kelaparan, di mana stunting juga menjadi bagian di dałamnya," ujar dokter Hasto.
Dokter Hasto mengatakan, tugas BKKBN sangat simpel. Pertama, menjaga Penduduk Tumbuh Seimbang (PTS). Kedua, bagaimana menciptakan keluarga berkualitas.
Untuk menjaga pertumbuhan penduduk seimbang, BKKBN menggunakan indikator Total Fertility Rate (TFR) atau angka kelahiran total rata-rata. Disebutkan, TFR Indonesia di 1971 sebesar 5. Bahkan ada yang melahirkan 6 hingga 10 anak.
"Dulu, anaknya banyak. Tetapi dengan program pemerintah yang luar biasa dengan jargon dua anak cukup, angka rata-rata perempuan melahirkan ditargetkan 2,1 tercapai di 2024. Ternyata di 2022 TFR sudah menyentuh angka 2,18," jelas dokter Hasto.
Ada daerah yang TFR-nya sudah 2,1, seperti di Jawa, Bali, DI Yogyakarta , DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur.
Namun di sejumlah daerah secara keseluruhan frekuensi kehamilan masih cukup memprihatinkan, seperti NTT dan Papua. "Kesenjangan ini harus bisa dikurangi," tandas dokter Hasto.
dokter Hasto menambahkan, mendukung apa yang menjadi target Menteri Kesehatan terkait Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). AKI dan AKB menjadi indikator derajat kesehatan bangsa.
"Satu bangsa dinilai derajat kesehatannya baik kalau AKI dan AKB nya juga baik. Dan dengan KB yang baik dan program yang ada, akan menurunkan AKI dan AKB," jelas dokter Hasto.
Salah satu hal yang perlu mendapat perhatian, dalam pandangan dokter Hasto, bagaimana pergerakan Age Specific Fertility Rate (ASFR) rentang usia 15-19 tahun. Ternyata, dari tahun ke tahun angkanya turun cukup signifikan.
"Setiap 1000 perempuan kalau ditanya sudah hamil atau melahirkan yang menjawab saat ini di angka 20," jelas dokter Hasto.
"BKKBN harus menciptakan keluarga berkualitas. Karena keluarga merupakan fondasi utama, dan kita fokus di dalam keluarga," papar dokter Hasto.
Adapun ukuran kualtias keluarga adalah iBangga. Indeks Pembangunan Keluarga tersebut di atas dihasilkan dari Indeks Ketenteraman (59.44), Kemandirian (53,58), dan Kebahagiaan (71,26). Jika dilihat menurut provinsi, ketiga indeks tersebut bervariasi antar satu provinsi dengan provinsi lainnya.
“Di beberapa daerah walaupun belum mandiri secara ekonomi tapi bahagia banyak, seperti Aceh dan Kalimantan Utara. Di Daerah itu meskipun sebagian penduduknya miskin tapi kebahagian tinggi," urai dokter Hasto.
Perihal stunting, dokter Hasto mengatakan, dari tahun ke tahun prevalensi stunting mengalami penurunan signifikan.
Meskipun penurunan tersebut belum sesuai harapan. Tetapi jumlah keluarga berisiko stunting (KRS) mengalami penurunan signifikan.
“Jadi, keluarga yang tidak punya air bersih, jambannya tidak standar, rumah kumuh, mengalami penurunan yang signifikan,” jelasnya.
Dokter Hasto mengatakan, setiap tahun terjadi 1,7 juta pernikahan di Indonesia. Dari pernikahan itu sering calon pengantin (catin) tidak melakukan persiapan menghadapi kehamilan.
Perhatian mereka terhadap pre konsepsi sangat rendah.
"Dari 1,5 juta yang menikah di tahun 2023, catin yang bersedia mengukur lingkar lengannya, berat badannya, hanya sebanyak 613.113 calon pengantin. Dari jumlah itu masih banyak yang terlalu kurus, mencapai 140.163 catin," papar dokter Hasto.
Sementara catin yang mengalami anemia mencapai 20 persen (anemia ringan, sedang, dan berat).
"Sebetulmya kalau yang nikah di screening betul, banyak yang bisa ditangkap (ditangani) di tingkat hulu. Seharusnya kalau mau hamil harus sehat dulu agar melahirkan bayi yang sehat, terbebas dari stunting," jelas dokter Hasto.