Membuka tabir pembunuhan massal PKI di Bali seperti kata Soe Hok Gie
Soe Hok Gie memberi gambaran tentang Bali yang mencekam saat pembantaian anggota PKI.
Tahun 1965-1966 menjadi fase gelap dalam sejarah bangsa Indonesia. Pada periode tersebut, terjadi pembantaian massal besar-besaran terhadap orang-orang yang dituduh simpatisan dan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI).
Bali menjadi daerah tempat pembantaian massal terhadap mereka yang dituding komunis. Ini pernah diungkap Soe Hok Gie melalui esainya yang dibukukan dengan judul Zaman Peralihan. Soe Hok Gie memberi gambaran tentang Bali yang mencekam saat pembantaian anggota PKI.
-
Siapa yang memimpin sidang PPKI? Sidang bersejarah itu dipimpin oleh Soekarno.
-
Apa tugas utama PPK? Tugas utama PPK adalah mengatur dan mengawasi proses pemilihan di tingkat kecamatan. PPK bertanggung jawab untuk melakukan pemutakhiran data pemilih, melakukan pendataan pemilih, menetapkan atau membuat daftar pemilih tetap, serta mengatur tempat dan waktu pelaksanaan pemilihan.
-
Bagaimana Suparna Sastra Diredja tergabung dalam PKI? Pergerakannya yang masif bersama rakyat membuatnya banyak terlibat di Partai Komunis Indonesia terutama setelah pemilihan 1955. Di sana ia menjadi anggota dewan yang mengurusi konstitusi baru pengganti undang-undang dasar semetara.
-
Apa yang membuat tokoh PKI kebal peluru? Ada sejumlah tokoh PKI ternyata tak mempan ditembak. Mereka punya ilmu kebal peluru.
-
Kapan PPK Pemilu dibentuk? Menurut peraturan tersebut, PPK dibentuk paling lambat 60 hari sebelum hari pemungutan suara.
-
Siapa yang menjadi tokoh penting dalam pergerakan nasional Indonesia, yang juga terlibat dalam berdirinya PKI? Alimin bin Prawirodirjo, Tokoh PKI yang Ditetapkan Sebagai Pahlawan Nasional Indonesia Seorang tokoh pergerakan nasional asal Surakarta ini terlibat aktif dalam pergerakan nasional Indonesia, organisasi politik maupun ikut serta dalam berdirinya PKI. Namanya mungkin tidak begitu dikenal masyarakat Indonesia, bahkan jarang sekali muncul di buku-buku sejarah. Namun, peran selama hidupnya cukup memberikan pengaruh besar terhadap bangsa dan negara ini.
"…Bali menjadi sebuah mimpi buruk pembantaian. Jika di antara pembaca ada yang mempunyai teman orang Bali, tanyakanlah apakah dia mempunyai teman yang menjadi korban pertumpahan darah itu. Ia pasti akan mengiyakan, karena memang demikianlah keadaan di Bali. Tidak seorang pun yang tinggal di Bali pada waktu itu yang tidak mempunyai tetangga yang dibunuh atau tidak dikuburkan oleh setan hitam berbaret merah yang berkeliaran di mana-mana pada waktu itu…" tulis Soe Hok Gie.
Kamis (29/10), menjadi hari penting membuka tabir kebenaran terjadinya pembantaian besar-besaran di Bali seperti yang pernah diungkap Soe Hok Gie. Warga Desa Pakraman Batuagung, Kecamatan Jembrana, Kabupaten Jembrana, Bali akhirnya melakukan pembongkaran kuburan massal eks anggota PKI pada zaman pemberontakan G30S. Pembongkaran diawali dengan prosesi upacara khusus secara Hindu. Prosesi tersebut diikuti oleh ratusan warga krama (warga) adat setempat serta beberapa pihak keluarga jenazah dan disaksikan Ketua DPRD Jembrana, I Ketut Sugiasa serta sejumlah saksi peristiwa.
Satu per satu saksi sejarah peristiwa itu buka suara. Ketua Legiun Veteran Jembrana, Ketut Gede menuturkan, anggota PKI yang berada di sana sedikit yang melakukan tindakan kekerasan. Namun saat peristiwa gerakan 10 September (Gestok) 1965, mereka justru dibantai habis-habisan.
"Yang jelas peristiwa Gestok di Jembrana terjadi setelah peristiwa G30S di Jakarta," ujar Ketut Gede ketua Legiun Veteran Jembrana dengan nada terbata-bata, Minggu (1/11).
Kakek (Kakiang) Kerende (96), salah seorang warga Mesean yang jadi saksi hidup pembantaian juga ikut angkat bicara. Kakek Kerende menuturkan, mereka dieksekusi warga menggunakan pedang. Tidak satu pun yang menggunakan senapan atau bedil. "Mereka itu dikubur di bulan awal-awal tahun 1966. Setelah kejadian G30S PKI di Jawa," jelasnya.
Merdeka.com merangkum kesaksian mereka soal pembantaian besar-besaran di pulau dewata. Berikut paparannya.
Dimulai kasus tertembaknya anggota TNI
Salah satu saksi sejarah di sana, Ketut Gede menerangkan bahwa gerakan pembantaian para anggota PKI di Jembrana terjadi merupakan imbas dari peristiwa penculikan tujuh jenderal di Jakarta. Menurutnya, tidak ada pemberontakan yang dilakukan PKI di Jembrana. Namun saat itu setelah diketahui ada tujuh jenderal yang diculik dan dibunuh, tanpa diperintah barisan PNI bersama TNI membunuh anggota PKI yang dijumpainya.
Tapi sebelum pembunuhan anggota PKI terjadi, terlebih dahulu didahului oleh kasus penembakan salah seorang anggota TNI dan dua orang Pemuda Ansor oleh diduga anggota polisi.
"Saat itu oknum polisi itu memimpin rapat gelap para anggota PKI di Desa Tegal Badeng, Kecamatan Negara, Jembrana. Kemudian datang anggota TNI bersama dua pemuda Ansor untuk membubarkannya. Namun mereka ditembak oleh anggota polisi itu hingga ketiganya tewas," tutur pria yang mengaku kelahiran tahun 1944 ini.
Pembantaian terbesar di Jembrana
Sejak peristiwa penembakan anggota TNI dan pemuda Ansor, terjadi pembantaian besar-besaran anggota PKI. Ada yang dibunuh langsung dan ada pula yang ditangkap dan diletakkan di tahanan, namun akhirnya dibantai juga.
"Pembantaian yang terbesar di Jembrana terjadi di Desa Tegal Badeng, tempat berlangsungnya rapat gelap PKI yang dipimpin anggota polisi itu. Di Desa Tegal Badeng warganya disapu bersih karena sebagian besar warganya PKI," kenangan Ketut Gede sambil menatap atap rumahnya.
Pembantaian PKI di mana-mana
Bahkan tahanan-tahanan anggota PKI di kantor tentara yang tersebar di Jembrana diambil satu persatu dan dikumpulkan di Toko Wong yang berlokasi di Lelateng, Negara.
Setelah terkumpul di toko tersebut jumlahnya mencapai ratusan orang, kemudian dibunuh. Namun Ketut Gede mengaku tidak tahu siapa yang melakukan pembantaian PKI di toko Wong tersebut.Â
"Yang jelas saat itu saya hanya bertugas mengambil mayat PKI di toko Wong untuk dikuburkan. Seingat saya mayat yang saya angkut dengan truk jumlahnya sekitar 30 orang," tutur mantan anggota TNI ini.
Ketiga puluh orang anggota PKI yang dia bawa dikuburkan di pinggir Pantai Candi Kusuma, Desa Candikusuma, Kecamatan Melaya, Jembrana. Pemberangkatan dari toko Wong hingga dikubur mendapat pengawalan ketat dari aparat TNI. Satu liang kubur berisi sekitar 3 sampai lima orang.
"Yang jelas saat itu terjadi pembantaian anggota PKI di mana-mana. Termasuk di desa-desa yang ada di Jembrana. Tapi peristiwa yang terjadi di desa-desa saya tidak tahu karena saya bertugas di kota," terangnya.
Dibunuh bersamaan dan dikubur massal
Kakek (Kakiang) Kerende (96), salah seorang warga Mesean yang jadi saksi hidup pembantaian menuturkan, setelah kasus G30S PKI di Jawa pecah dan para anggota PKI berhasil ditumpas, para anggota PKI di Jembrana semuanya menyerah.
"Termasuk yang di Mesean ini. Para anggota PKI yang memang warga sini tidak ada yang berani melawan. Semuanya menyerah," tuturnya.
Setelah itu di Banjar Mesean, kata Kakiang Kerende, para anggota PKI semuanya ditangkap dan dikumpulkan. Tidak ada perlawanan, mereka hanya pasrah.
"Mereka lantas digiring ke tempat ini (tempat kuburan massal). Kemudian mereka dibariskan dan dibunuh secara bersamaan. Saya sendiri melihatnya sambil mengintip di balik semak-semak bersama beberapa pemuda kala itu," ujarnya.
Perintah habisi PKI meski tidak memberontak
Menurut Kakiang Kerende, ada sembilan orang warga lokal Mesean yang dibunuh dan dikubur di tempat tersebut dan dua orang warga pendatang, satu dari Tabanan dan satu lagi dari Lateng, Negara.
"Yang dari Tabanan itu memang tinggal di sini beberapa hari sebelum dibantai. Dia kabur dari Tabanan ke sini karena takut ditangkap. Begitu pula yang dari Leteng," imbuhnya seraya meyakinkan hanya jumlah tersebut yang dilihatnya. Untuk korban yang lainnya, dirinya tidak tau.
"Mereka memang anggota PKI, tapi setahu saya mereka tidak melakukan pemberontakan. Saat itu memang ada perintah untuk menangkap dan menumpas anggota PKI, seperti daerah-daerah lainnya," lanjut kakek berjenggot putih ini.