Menanti keberanian KPK-Polri usut kasus Setnov minta jatah Freeport
KPK dan Polri menyatakan siap mengusut kasus tersebut.
Proses penelusuran dugaan menjual nama Presiden Jokowi oleh Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) terus mengalir. Banyak pihak tak lagi percaya pada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) karena seringkali hanya memberikan sanksi ringan.
Maka dari itu, ada kemungkinan bagi lembaga penegak hukum turut bergerak ungkap dugaan pemalakan 20 persen saham perseroan dan meminta jatah 49 persen saham proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Urumuka, Papua pada PT Freeport Indonesia (PTFI).
Wakil Ketua KPK Zulkarnain memberikan sinyal bahwa lembaga antirasuahnya bisa mengusut kasus pencatutan nama Presiden Jokowi meski tanpa aduan. Operasi senyab bisa digelar, akan tetapi KPK butuh waktu untuk pendalaman kasus terlebih dahulu.
"KPK akan menelusuri kasus itu. Terkait hal itu bisa ada laporan tanpa laporan sesuai Pasal 106 KUHP. Melalui proses yang silent. Dari informasi berbagai sumber, kita telaah dulu, kita kumpulkan, dan hasil analisa bagaimana," kata Zulkarnain setelah acara makan malam dalam acara Gathering Jurnalis Antikorupsi 2015 di Ciawi, Bogor, Jumat (20/11).
Namun KPK tak bisa terburu-buru mengusut kasus pertemuan antara Setnov yang diduga dengan Pengusaha Mohammad Riza Chalid dan Dirut Freeport Maroef Sjamsoeddin itu. Jika memang akan dilimpahkan kepada KPK, lembaga antirasuahnya akan mendalami betul-betul dulu. Sebab KPK tak mungkin mempertaruhkan kredibilitasnya untuk mengusut kasus kecil yang belum jelas.
"Tindak pidana kalau menurut pengertian ilmu hukum tindak pidana yang disuguhkan belum sempurna. Percuma juga kita ajukan ribut-ribut, diajukan ke pengadilan bebas. Kalau KPK masuk, begitu dipegang, saya tidak mau bebas. Kami mesti betul-betul mempertaruhkan reputasi," ujarnya Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiequrachman Ruki.
Ruki juga menilai bahwa kasus yang menyeret nama Setya Novanto lebih baik ditangani pihak kepolisian. Karena kepolisian bisa secara luas menelisik kasus atau pelanggaran yang dilakukan oleh ketua DPR tersebut.
"Kalau saran saya yang paling tepat pegang kasus ini Kepolisian saja. Karena mereka bisa masuk dari berbagai penjuru" tuturnya.
Sedangkan kepolisian masih menunggu proses penyidikan di MKD. Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengaku hingga kini pihaknya belum menerima laporan terkait pencatutan nama Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla itu.
"Perlu ada laporan kalau begitu (pencemaran nama baik)," kata Badrodin.
Badrodin mengatakan, timnya tidak akan bergerak terlebih dahulu mengenai permasalahan ini. Menurutnya, lanjutnya, ini akan membuat rancu dengan jalannya penyidikan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD)
"Tidak bisa, itu nantinya bisa rancu kalau kami bergerak, kami tunggu. Kalau produk labfor pro justicia justru itu nanti bisa dibarengi dengan tindakan kepolisian. Tentu siapapun yang lapor bisa," ungkapnya.
Seperti diketahui sebelumnya, Menteri ESDM Sudirman Said menyatakan bahwa anggota DPR tersebut menjanjikan suatu cara penyelesaian tentang kelanjutan kontrak PT Freeport Indonesia dan meminta agar PT Freeport Indonesia memberikan saham yang disebutnya akan diberikan pada Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Sudirman juga menjelaskan bahwa seorang anggota DPR tersebut juga meminta agar diberi saham suatu proyek listrik yang akan dibangun di Timika. Selain itu dia juga meminta PT Freeport Indonesia menjadi investor sekaligus off taker (pembeli) tenaga listrik yang dihasilkan dari proyek tersebut.
Sudirman menjelaskan dengan dalih menjadi penghubung agar proposal tersebut disetujui pemerintah, oknum tadi meminta 20 persen dengan rincian 11 persen akan diberikan kepada Presiden Joko Widodo dan 9 persen sisanya untuk Wakil Presiden Jusuf Kalla. Setnov dianggap mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden untuk meminta 20 persen saham perseroan dan 49 persen saham proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Urumuka, di Papua.