Menelusuri Awal Mula Tes Zig-Zag dalam Ujian SIM yang Disentil Kapolri
"Saya kira kalau saya uji dengan tes ini yang lulus paling 20. benar enggak? enggak percaya? kalian langsung saya bawa ke Daan Mogot langsung saya uji. Ya, karena kalo yang lolos dari situ, nanti pasti bisa jadi pemain sirkus," sentil Kapolri Sigit.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyoroti tes praktik zig-zag dan mengitari angka 8 dalam ujian praktik Surat Izin Mengemudi (SIM). Ia menilai kedua tes praktik itu menyulitkan pemohon. Malah, Jenderal Sigit berkelakar lolos dari tes praktik tersebut bisa jadi pemain sirkus.
"Saya kira kalau saya uji dengan tes ini yang lulus paling 20. benar enggak? enggak percaya? kalian langsung saya bawa ke Daan Mogot langsung saya uji. Ya, karena kalo yang lolos dari situ, nanti pasti bisa jadi pemain sirkus," ucap Sigit saat pidato dikutip lewat channel youtube Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian, Rabu (21/6).
-
Apa yang diubah oleh Korlantas Polri terkait ujian praktik SIM? Korlantas Polri resmi mengubah sirkuit untuk ujian praktik pembuatan surat izin mengemudi (SIM).
-
Siapa yang mengajukan konsep baru ujian praktik SIM? Ide konsep ini berasal dari Polres Bantul.
-
Bagaimana konsep baru ujian praktik SIM akan diterapkan? Ini baru konsep. Kami ajukan dahulu mudah-mudahan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya bisa berlaku secara nasional
-
Kapan perubahan konsep ujian praktik SIM ini akan diterapkan? Ini baru konsep. Kami ajukan dahulu mudah-mudahan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya bisa berlaku secara nasional
-
Mengapa Polda DIY ingin mengubah konsep ujian praktik SIM? Wakapolda mengatakan bahwa konsep ujian praktik roda dua di Polres Bantul ini adalah dari analisis dan evaluasi kecelakaan lalu lintas di wilayah hukum Kabupaten Bantul, yang mana hampir 51 persen adalah faktor manusia.
-
Kenapa Komisi III DPR RI mengapresiasi perubahan ujian praktik SIM? Komisi III mengapresiasi respon cepat Korlantas dalam melakukan adaptasi kebijakan, karena intinya ujian sim ini materinya harus relevan. Yg saya liat selama ini materinya seperti jalur angka 8 itu agak tidak masuk akal." "Kalau yang jalur S saya pikir merupakan kondisi yang kerap dihadapi pengguna jalan saat bernanuver menghindari obstacle, jadi masih make sense lah,” ujar Sahroni dalam keterangannya hari ini (3/8).
"Jadi hal-hal yang begitu diperbaiki jadi hakikat yang ingin kita dapat dari seorang pengendara tanpa harus melakukan hal yang sangat sulit," sambungnya.
Lantas, kapan tes Zig-Zag dan mengitari angka 8 itu mulai berlaku sampai dengan menjadi syarat aturan untuk masyarakat mendapatkan SIM, berikut penelusuran merdeka.com?
Sejak Tahun 1965
Pengamat lalulintas dan hukum Budiyanto memperkirakan tes berkendara zig-zag dan mengitari angka 8 sudah dipakai sejak lama. Namun, ia belum tahu persis waktu pastinya.
Budiyanto mengacu pada UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya No 3 Tahun 1965, dipastikan tahun itu telah mengatur soal syarat mendapatkan SIM.
"Ya gini, kalau sepengetahuan saya gini undang-undang lalu lintas itu sudah diganti sebanyak tiga kali UU tahun 65, kemudian UU no 14 tahun 92, dan UU no 22 Tahun 2009. Nah sepengetahuan saya praktik itu sudah puluhan tahun ya," kata Budiyanto saat dihubungi merdeka.com, Senin (26/6).
Purnawirawan polisi lulusan tahun 1981 yang sempat menjabat Kasubdit Penegakan Hukum (Gakkum) Ditlantas Polda Metro Jaya itu meyakini jika tes praktik zig-zag dan mengitari angka 8 pastinya telah melewati ujian. Kalau ada perbedaan pendapat sebagai evaluasi dalam rangka penyesuaian.
"Tujuannya (tes zig-zag dan mengitari angka 8) untuk mengetes keterampilan saat mengemudikan kendaraan bermotor. Kemudian keterampilan bagaimana ancang-ancang berbelok, kemudian melatih daya refleksi gitu," tambah dia.
Mantan perwira menengah yang sudah berkecimpung dalam bidang korps lalu lintas sejak 1997 menilai tidak masalah apabila praktik itu dievaluasi. Namun, jangan juga dihilangkan karena cara tersebut merupakan salah satu pembuktian skill atau kemampuan berkendara.
"Masalah skill keterampilan tadi bagaimana mengemudikan kendaraan bermotor melewati rintangan-rintangan yang ada zig-zag, angka delapan dan sebagainya. Mungkin karena itu atensi bapak kapolri ya kalau perlu dikaji tidak ada masalah," tuturnya.
Aturan Hukum
Budiyanto mengungkap aturan hukum berlalu lintas telah mengalami revisi sebanyak 3 kali, dengan berbagai pertimbangan. Dalam UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya No 3 Tahun 1965 Pasal 7 Ayat 2 poin a telah mengatur soal syarat memperoleh SIM bagi para pengendara. Dengan berbagai ujian yang harus dilakukan terkait ketangkasan berkendara.
"Syarat-syarat untuk memperolehnya tentang umur kecakapan jasmani dan rohani, kecakapan menulis dan membaca. pengetahuan tentang peraturan-peraturan lalu-lintas jalan dan ketangkasan mengemudikan kendaraan bermotor, untuk mengemudikan kendaraan bermotor umum dapat ditetapkan syarat-syarat istimewa," tulis pasal tersebut.
Sementara itu, UU RI No.14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mengatur ketentutan memperoleh SIM lewat turunan Peraturan Pemerintah (PP). Sedangkan, di Perkapolri Nomor 9 Tahun 2012 mengenai Sarana uji Praktik, dalam poin B dijelaskan uji Slalom/ Zig-Zag maju dan mundur, berikut isinya:
1) wajib bagi setiap peserta uji menggunakan sabuk pengaman sebelum menghidupkan dan menjalankan kendaraan uji;
2) menjalankan kendaraan bermotor uji dengan menggunakan patok 9 buah ditambah 1 untuk batas garis start dan 1 untuk batas garis finish dengan ukuran panjang kendaraan uji ditambah setengan kendaraan uji dengan tidak menyentuh/menjatuhkan patok yang berjumlah jumlah 11 buah;
3) jarak antara patok yang satu dengan yang lain 1,5 kali panjang kendaraan bermotor uji; dan
4) dari setiap tahap melaksanakan pengujian dinyatakan gagal apabila melakukan 2 x kesalahan menyentuh/menjatuhkan patok secara berturut-turut.
Video Praktik Zig-Zag Tahun 1969
Kemudian, dikutip dari akun Instagram @videosejarah, rupanya, tes tersebut sudah ada sejak zaman dulu dadi video arsip nasional itu, terekam kegiatan ujian membuat SIM yang berlangsung di tahun 1969 sudah diberlakukan tes zig-zag.
"Ujian untuk mendapatkan surat izin mengemudi atau rijbewijs sekitar tahun 1969," tulis keterangan video.
Sementara dari sejumlah dokumen yang dihimpun, dasar aturan diberlakukannya teknis ujian praktik berkendara zig-zag maupun angka delapan. Telah tertuang dalam lampiran Peraturan Kapolri Nomor 9 Tahun 2012 tentang Surat Izin Mengemudi.
Dalam dokumen itu turut tertulis tata cara pelaksanaan praktik ujian SIM A, B I, B II, C, sampai D. Dimana, tergambarkan teknis mulai dari ujian slalom/zig-zag yang berlaku untuk semua tes SIM semua kategori kendaraan.
Lalu, untuk kategori kendaraan bermuatan ada tes latihan berhenti di tanjakan maupun turunan. Kemudian khusus tes berkendara melewati rintangan angka delapan ditujukan untuk kendaraan roda ada.
Pengakuan Pemohon SIM jalani Tes Tahun 2009
Apa yang tertuang dalam aturan teknis praktik kendaraan ujian SIM ternyata juga dialami Angga seorang warga Depok yang berbagi pengalamannya saat mengikuti ujian SIM C motor di Polres Depok 2009 silam.
"Saya itu bikin SIM 2009, itu resmi mengikuti semua alurnya. Awalnya ujian di Polres Depok," kata Angga.
Angga menuturkan, selama menjalani ujian SIM ini awalnya diminta untuk menjalani tes kesehatan, selanjutnya tes tertulis, sampai akhirnya melakukan tes praktik berkendara zig-zag dan berputar angka delapan.
"Setelah itu masuk ke praktik, di lapangan Polresnya yaudah sama seperti sekarang angka delapan, zig-zag. Tesnya muter dua kali ngelewatin, jadi pertama zig-zag dulu terus angka delapan muter dua kali udah," jelasnya.
Setelah melewati serangkaian tes, Angga kemudian masuk tahapan akhir untuk kepentingan administrasi, seperti foto, tanda tangan, dan cap jari. Semua tahapan itu dilalui dalam waktu kurang lebih tiga jam dengan biaya sekitar Rp125.000 saat masa itu.
"Sudah tahu (tes ada berkendara zig-zag sebelum ujian). Karena sebelumnya kita nanya ke om kita orang tua kita. Ini bikin SIM apa saja sih, tahapannya bagaimana. Nah dia cerita tuh tesnya apa-apa saja," tuturnya.
Tujuan Jaga Keseimbangan
Director Training Safety Defensive Consultant (SDCI), Sony Susmana mengaku belum mengetahui secara pasti kapan tes zig-zag mulai dipakai. Namun dia meyakini bila tes itu dipakai seyogyanya telah melalui penilaian yang matang.
"Kalau sejarahnya (sejak kapan) saya kurang mengetahui dan harus ditanyakan kepada teman-teman kepolisian. Tapi yang jelas itu dibuat berdasarkan studi kasus, studi banding, dan pakar-pakar. Pasti itu kalau tidak gak mungkin ada itu" kata Sony.
Oleh karena itu, Sony pun menilai adanya keputusan untuk mengevaluasi tes praktik zig-zag adalah hal yang baik. Namun jangan dihilangkan, karena aturan tes praktik itu wajib untuk mengetes kemampuan berkendara.
"Evaluasi itu bagus, tapi tidak dihilangkan. Dievaluasi seperti apa, misalnya lintasan diperlebar, misalnya zig-zagnya bentuknya tidak perlu dekat-dekat, bisa lebih jauh. Tujuannya apa karena menyesuaikan situasi yang ada di Indonesia," katanya.
"Kenapa ada zig-zag dan angka delapan tujuannya adalah menjaga keseimbangan pemotor. Nah ketika dia turun dan gak yakin itu sebetulnya bentuk observasi 'oh ini ternyata kecepatan tidak sesuai' silakan berhenti. Nanti pertanyaan lagi, kaki mana yang turun, berhenti dimana segala macam," tambah dia.
Sehingga, Sonny menegaskan bahwa ujian SIM ini adalah basic bukan menguji pemohon untuk tes menjadi ahli. Karena, seharusnya basic itu tes yang ditunjukan sebagai dasar-dasar mengemudi
"Kalau kita lihat di negara tetangga memang lebih ringan, ada apa dia harus berhenti, ada apa dia jalan, kecepatan berapa. Aturan itu yang dipakai," tuturnya.
Penjelasan Polisi
Dirregident Korlantas Polri Brigjen Yusri Yunus sempat berdalih uji angka delapan dan zig-zag sekadar mengetes kepekaan refleks pengendara jika menghadapi kecelakaan di jalan.
"Namanya etika berkendara yang kita harapkan kepada masyarakat itu kita mengajarkan dia berefleks, refleksnya harus ada dan tahu kenapa harus ada ujian angka delapan ialah untuk membuat pengendara terbiasa jika nantinya mengalami kaget karena masalah di jalan raya," ujar Yusri.
Yunus menjelaskan Polri bakal membentuk tim bersama stakeholder dan sejumlah ahli terkait ujian bagi pemohon SIM.
"Kemudian, perlu enggak kita laksanakan studi banding keluar negeri? Ya kalau memang perlu kita ke sana, ke negara mana. Baru mau berpikir ini," ujar Yusri.
Namun Yusri mengatakan Polri enggan terburu-buru dalam mengevaluasi syarat bagi pemohon ujian SIM tersebut. Menurut Yusri, Polri akan segera memutuskan syarat dalam membuat SIM.
"Jadi kan sementara Pak Kapolri, ini untuk memudahkan masyarakat, tetapi tidak lari daripada keselamatan. Oleh karena kompetensi, jadi kita harus kaji baik-baik. Anda jadi sarjana enggak ujug-ujug satu tahun terpikir jadi inilah, kan enggak mungkin, harus pelan-pelan betul-betul dulu belajar biar pintar," katanya.