Menimbang grasi dan tahanan rumah Abu Bakar Ba'asyir
Meskipun terorisme masuk kategori kejahatan luar biasa atau extra ordinary, terpidana tetap berhak mengajukan grasi. Pemberian grasi tidak bisa dilakukan sembarangan. Ba'asyir harus mengakui segala perbuatannya untuk bisa mendapat grasi.
Kondisi kesehatan terpidana kasus terorisme, ustaz Abu Bakar Ba'asyir menurun. Kabar itu langsung disampaikan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin kepada Presiden Jokowi. Mewakili para ulama, Ma'ruf mengajukan permohonan agar Abu Bakar Ba'asyir diperbolehkan berobat di luar lembaga pemasyarakatan Gunung Sindur.
Presiden Jokowi menyetujui permintaan para ulama agar Abu Bakar Ba'asyir dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Alasannya, kemanusiaan.
-
Apa isi dari gugatan terhadap Presiden Jokowi? Gugatan itu terkait dengan tindakan administrasi pemerintah atau tindakan faktual.
-
Apa yang terjadi di Bukber Kabinet Jokowi? Bukber Kabinet Jokowi Tak Dihadiri Semua Menteri 01 & 03, Sri Mulyani: Sangat Terbatas
-
Bagaimana Presiden Jokowi saat ini? Presiden Jokowi fokus bekerja untuk menuntaskan agenda pemerintahan dan pembangunan sampai akhir masa jabaotan 20 Oktober 2024," kata Ari kepada wartawan, Senin (25/3).
-
Apa yang diserahkan oleh Presiden Jokowi di Banyuwangi? Total sertifikat tanah yang diserahkan mencapai 10.323 sertipikat dengan jumlah penerima sebanyak 8.633 kepala keluarga (KK).
-
Siapa saja yang dianugerahi Bintang Bhayangkara Nararya oleh Presiden Jokowi? Presiden Joko Widodo hadir dalam Upacara Peringatan Hari Bhayangkara ke-78 Tahun 2024 di Pelataran Merdeka Monumen Nasional Jakarta, Senin (01/07).Di kesempatan yang sama, Jokowi juga memberikan atau menganugerahkan Tanda Kehormatan Bintang Bhayangkara Nararya. Penghargaan tersebut diberikan kepada tiga personel Polri.
-
Kapan Prabowo bertemu Jokowi? Presiden terpilih Prabowo Subianto bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana kepresidenan, Jakarta, Senin (8/7) siang.
"Ya ini kan sisi kemanusiaan juga, saya kira untuk semuanya. Kalau ada yang sakit, tentu saja kepedulian kita membawa ke rumah sakit untuk disembuhkan," kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Kamis (1/3).
Kamis (1/3) pagi, Abu Bakar Ba'asyir menjalani pengobatan di RSCM. Penasihat Hukum Ba'asyir, Guntur Fatahillah menceritakan kondisi kesehatan kliennya. Ba'asyir mengidap penyakit kelainan pembuluh darah vena. Akibatnya kaki Ba'asyir membengkak dan terlihat hitam. Tidak hanya itu, Ba'asyir juga disebut-sebut terindikasi mengalami gangguan pada jantungnya.
Menurut Guntur, Ba'asyir harus dirawat di luar lapas karena kondisinya yang terus merosot. Dia tak mau ambil risiko. Dia berencana meminta izin pengobatan di rumah sakit kepada Dirjen Lapas, Menteri Hukum dan HAM dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Atas alasan kondisi kesehatan itu, Ketua MUI menyarankan Presiden Jokowi memberikan grasi atau pengurangan hukuman kepada Abu Bakar Ba'asyir. Berdasarkan vonis majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Abu Bakar Ba'asyir divonis 15 tahun penjara. Vonis tersebut dijatuhkan pada 2011.
"Diberikan semacam kalau bisa dikasih grasi, ya itu terserah Presiden," kata Ma'ruf usai bertemu Jokowi.
Namun, Presiden Jokowi menegaskan belum menerima surat permohonan grasi dari Ba'asyir. "Sampai saat ini belum ada surat yang masuk kepada saya," tegas Jokowi.
Diakui kuasa hukum, Ba'asyir memang belum mengajukan permohonan grasi. Sejauh ini permintaan Ba'asyir ke pemerintah hanya sebatas pemeriksaan kesehatan saja. Tim kuasa hukum dan keluarga belum pernah mengajukan ke pemerintah agar Ba'asyir dibebaskan.
"Kalau kami penasihat hukum, kami belum pernah memohon maupun kepada ustaz Abu Bakar sendiri belum pernah ngomong. Pembebasan yang dimaksud di sini adalah grasi kan, ustaz belum pernah ngomong," kata Guntur saat ditemui di RSCM Kencana, Salemba, Jakarta Pusat.
"Ustaz tidak mau grasi. Makanya kita juga bingung yang mewacanakan siapa ya ustaz sendiri enggak mau. Itu yang disampaikan kepada kami," tambah Guntur.
Pemberian grasi tidak bisa dilakukan sembarangan. Kalaupun diajukan, permohonan grasi juga tidak bisa dikabulkan semata-mata karena faktor kesehatan. Ba'asyir harus mengakui segala perbuatannya untuk bisa mendapat grasi.
"Alasan kemanusiaan bagus saja, tapi kan alasan kesehatan bukan bagian dari grasi. Orangnya harus mengaku salah dulu. Kalau tidak gimana bisa dapat grasi," ungkap Pengamat hukum sekaligus Kriminolog Universitas Padjajaran Yesmil Anwar saat berbincang dengan merdeka.com, semalam.
Meskipun terorisme masuk kategori kejahatan luar biasa atau extra ordinary, terpidana tetap berhak mengajukan grasi. Prinsip ini yang disebutnya semua orang sama di hadapan hukum. Hanya saja, permohonan grasi baru sebatas usulan dan bisa saja diterima atau ditolak. Dalam mengambil keputusan, Presiden akan mendapat masukan dari Mahkamah Agung terlebih dulu.
"Semua kasus pada dasarnya bisa ajukan grasi. Kondisi tertentu bisa diberi atau tidak," ucapnya.
Namun, yang terpenting dalam proses grasi adalah pengakuan atas perbuatan yang dilakukan. Aturan hukum harus tetap ditegakkan meski ada pertimbangan kemanusiaan di dalamnya.
Bicara soal pengakuan atas perbuatan, Ba'asyir tetap berpegang teguh pada keyakinannya. Kuasa hukum sempat berbincang kepada Ba'asyir. Dia menegaskan Ba'asyir hanya menjalankan keyakinannya tentang Islam.
.
"Tadi pun saya mengkonfirmasi kepada ustaz terkait mengenai grasi. Pertama yang disampaikan beliau dia tidak merasa bersalah karena beliau itu hanya menjalankan syariat atau menjalankan agama islam dan menerangkan tentang agama islam itu sendiri," kata Guntur.
Selain grasi, muncul juga wacana pemberian keringanan hukuman berupa pemindahan Ba'asyir menjadi tahanan rumah. Soal pengajuan menjadi tahanan rumah sudah dua kali diajukan oleh kuasa hukum. Pertama di era pemerintahan Presiden SBY. Kedua di pemerintahan Jokowi.
Pengajuan tahanan rumah merujuk kepada Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO (World Health Organization). Dalam aturan WHO, apabila tahanan sudah berusia di atas 60 tahun harus dipulangkan untuk dirawat keluarga.
Presiden Jokowi sudah melakukan pertemuan tertutup dengan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu membahas permohonan agar Abu Bakar Ba'asyir ini. Menurut Menhan, Presiden sedang mempertimbangkan permintaan Abu Bakar Ba'asyir tersebut. Tidak tertutup kemungkinan permohonan mantan Ketua Majelis Mujahidin Indonesia itu dikabulkan. Ryamizard mengatakan, Presiden sudah lama merasa prihatin dengan kondisi Ba'asyir. Selain karena kesehatannya semakin memburuk, tubuh Abu Bakar Ba'asyir mulai menua.
"Karena Abu Bakar Ba'asyir kan sudah tua, sakit-sakitan, kaki bengkak-bengkak. Kalau ada apa-apa di tahanan kan, apa kata dunia," ujar Ryamizard.
Yesmil mengingatkan, Presiden tidak bisa mengambil keputusan menjadikan Ba'asyir sebagai tahanan rumah. Sebab, keputusan itu bukan berada di tangan Presiden tapi institusi peradilan. Dalam hal ini pengadilan.
"Enggak bisa juga tahanan rumah. Presiden tidak bisa berikan sembarangan. Enggak bisa serta merta dipindahkan ke tahanan rumah. Nanti bisa banyak yang jadi tahanan rumah," tegasnya.
Dia memahami pertimbangan kemanusiaan yang jadi acuan Jokowi. Kalaupun memang kondisi Ba'asyir lemah, disarankan tetap diberi kesempatan untuk berobat di luar lapas. Soal ini diatur dalam undang-undang.
"kalau sakit ya masuk rumah sakit untuk berobat. Kalau di rumah sakit itu kan ada diatur di UU, harus diberi izin. Itu sudah alasan kemanusiaan."
Baca juga:
Abu Bakar Ba'asyir harap jadi tahanan rumah bukan diberi grasi
Usai jalani pemeriksaan kesehatan, Ba'asyir kembali ke Lapas Gunung Sindur
Fadli Zon sebut kondisi fisik Ba'asyir bisa jadi pertimbangan Jokowi beri grasi
Abu Bakar Ba'asyir belum pernah ajukan grasi ke Presiden Jokowi
Menhan beri sinyal permohonan tahanan rumah Ba'asyir akan dikabulkan
Cek kesehatan di RSCM, Abu Bakar Ba'asyir tak terlihat didampingi keluarga