Menkes Terawan Sebut Metode Plasma Darah Bisa Tekan Kematian Akibat Covid-19
Muhadjir mendorong agar metoda pengobatan ini bisa dilakukan secara masif dengan cara meminta Kementerian Kesehatan memberikan bantuan alat kepada seluruh rumah sakit rujukan Covid-19.
Metoda plasma convalescent dinilai bisa meningkatkan peluang kesembuhan bagi pasien yang terpapar virus corona (Covid-19). Dengan kata lain, hal ini bisa menekan angka pasien yang dirawat hingga meninggal.
Hal ini mengemuka saat Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto dan Menteri PMK Muhadjir Effendy mengunjungi Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Sabtu (20/6). Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil pun tampak hadir menemani mereka.
-
Siapa yang dilibatkan dalam penanganan pandemi Covid-19 dalam disertasi Kombes Pol Dr. Yade Setiawan Ujung? Analisis ini menawarkan wawasan berharga tentang pentingnya kerjasama antar-sektor dan koordinasi yang efektif antara lembaga pemerintah dan non-pemerintah dalam menghadapi krisis kesehatan.
-
Siapa yang memimpin aksi demo petani Kendeng saat pandemi COVID-19? Aksi demo petani Kendeng kembali dilakukan saat pandemi COVID-19. Kala itu mereka menolak aktivitas penambangan yang dianggap berpotensi merusak lingkungan.
-
Apa yang menjadi tanda awal mula pandemi Covid-19 di Indonesia? Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
-
Bagaimana MKMK dibentuk? Ketiga orang ini dipilih secara aklamasi oleh seluruh hakim konstitusi.
-
Kapan peningkatan kasus Covid-19 terjadi di Jakarta? Adapun kasus positif Covid-19 pada 27 November sampai 3 Desember mengalami kenaikan sebanyak 30 persen dibanding pekan sebelumnya, yaitu pada 20-26 November.
-
Mengapa Erna Herawati mengalami kesulitan saat pandemi? “Itu penjualan hampir nol. Padahal kita kebutuhan tetap ada,” kata Erna dikutip dari kanal YouTube Bantul TV.
Terawan mengatakan metoda penyembuhan melalui plasma convalescent bisa membuat RSHS yang menjadi rumah sakit rujukan mampu mengurangi angka pasien yang dirawat karena terpapar virus corona.
"Kondisi ini jelas baik karena penurunan pasien yang dirawat bisa meminimalisir orang meninggal akibat virus tersebut. Ini membuat rumah sakit tidak penuh oleh pasien Covid-19, sehingga masih banyak waktu relaksasi," kata dia.
Sementara itu, Muhadjir menambahkan metoda penyembuhan plasma convalescent merupakan kemajuan dari rumah sakit yang ada di Indonesia termasuk RSHS dalam mengatasi virus.
"Penerapan pengobatan menggunakan plasma convalescent. Ini sudah dimulai (di beberapa Rumah Sakit di Indonesia, termasuk RSHS)," kata Muhadjir.
Ia mendorong agar metoda pengobatan ini bisa dilakukan secara masif dengan cara meminta Kementerian Kesehatan memberikan bantuan alat kepada seluruh rumah sakit rujukan Covid-19.
"Penerapan pengobatan menggunakan plasma ini yang direkomedasikan Kemenkes bisa digunakan untuk seluruh indonesia," ujar Muhadjir.
Dari berbagai informasi yang berhasil dihimpun, diketahui, metoda ini menggunakan plasma darah pasien Covid-19 yang didonorkan untuk membantu pasien lain yang belum sembuh.
Prosedur terapi plasma darah ini dilakukan oleh para peneliti dari Washington University School of Medicine, yang mengklaim bahwa plasma darah milik pengidap virus corona yang sudah benar-benar pulih mengandung antibodi yang mampu melawan virus SARS-CoV-2.
Di samping itu, Gubernur Jawa Barat sekaligus Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Jawa Barat, Ridwan Kamil mengatakan pihaknya terus menggelar tes masif, salah satunya di kawasan puncak, Kabupaten Bogor.
"Kajian dari kami, banyaknya kasus impor yang datang (berasal) dari orang yang datang dari zona merah," kata dia.
Mobile Covid-19 Test yang dilengkapi dengan alat rapid test dan Alat Pelindung Diri (APD) bagi petugas yang mengambil spesimen disiapkan. Pembukaan sejumlah sektor harus disertai dengan peningkatan kewaspadaan.
Selain sebagai upaya pencegahan penularan Covid-19, pengetesan masif akan mendapatkan peta persebaran yang komprehensif, melacak kontak terpapar virus, mendeteksi keberadaan virus, dan memastikan status pasien.
"Inilah cara kami agar Adaptasi Kebiasaan Baru (berjalan), kewaspadaan tetap dijaga dan kasus bisa dikendalikan," ucapnya.
(mdk/rhm)