Menkeu Sri Mulyani Bakal Naikkan Pajak WP Berpenghasilan Rp416 Juta per Bulan
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati bakal menaikkan pajak warga berpenghasilan di atas Rp 5 miliar per tahun atau sekitar Rp 416 juta per bulan. Hal ini terungkap dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (28/6).
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati bakal menaikkan pajak warga berpenghasilan di atas Rp 5 miliar per tahun atau sekitar Rp 416 juta per bulan. Hal ini terungkap dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (28/6).
Menteri Sri Mulyani mengatakan, pihaknya akan menambah lapisan tarif PPh orang pribadi dari 4 menjadi 5 lapisan.
-
Apa itu pajak? Pungutan Wajib KBBI mendefinisikan pajak sebagai pungutan wajib untuk penduduk kepada negara atas pendapatan, pemilikan, dan lainnya.
-
Kapan Purnawarman meninggal? Purnawarman meninggal tahun 434 M.
-
Kapan Alun-alun Puspa Wangi Indramayu diresmikan? Sebelumnya alun-alun ini diresmikan pada Jumat (9/2) lalu, setelah direnovasi sejak 19 Mei 2021.
-
Kapan P.K. Ojong meninggal? Sebulan kemudian, Ojong meninggal dunia pada 31 Mei 1980.
-
Kenapa Siti Purwanti meninggal? Diketahui bahwa mendiang Siti Purwanti telah lama menderita penyakit jantung dan gagal ginjal.
-
Kejatuhan cicak di paha pertanda apa? Arti kejatuhan cicak yang berikutnya adalah jika kamu mengalami kejatuhan cicak tepat pada paha. Musibah yang disebabkan oleh orang lain ini bisa diketahui dari posisi cicak jatuh.
"Kami akan melakukan pengubahan tarif dan bracket PPh OP. Yang kami tambahkan satu bracket di atas yaitu 35 persen, ini bagi mereka yang pendapatannya di atas Rp 5 miliar per tahun," kata Menteri Sri Mulyani di hadapan anggota DPR.
Menurutnya, penambahan lapisan ini dilakukan karena selama ini, pemajakan bagi orang-orang kaya kurang maksimal. Selama lima tahun terakhir, yaitu dari 2016 hingga 2019, jumlah wajib pajak orang pribadi yang membayar tarif maksimal sebesar 30 persen hanya 1,42 persen.
"Pemajakan atas orang kaya memang tidak mudah dan tidak optimal karena pengaturan terkait dengan fringe benefit atau berbagai fasilitas natura yang dinikmati namun tidak menjadi objek pajak," katanya.
Dia melanjutkan, jumlah lapisan pajak orang pribadi di Indonesia memang lebih sedikit dibandingkan dengan negara lain. Jika dibandingkan dengan Vietnam dan Filipina, negara-negara tersebut memiliki 7 lapisan. Sementara Thailand memiliki 8 lapisan dan Malaysia memiliki 11 lapisan.
"Jumlah tax bracket (lapisan tarif pajak) di Indonesia sekarang ini ada 4. Hal ini mengakibatkan PPh orang pribadi di Indonesia jadi kurang progresif," pungkas bendahara negara tersebut.
Ketua Komisi XI: Pembahasan RUU KUP Harus Pertimbangkan Kondisi Masyarakat & Industri
Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Dito Ganinduto menilai, pembahasan Rancangan Undang-Undang Perubahan kelima Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (RUU KUP), harus mempertimbangkan perkembangan kondisi masyarakat dan dunia usaha. Mengingat masih berlangsungnya situasi pandemi, pemerintah diminta untuk tetap fokus pada penanganan masalah kesehatan dan berbagai program pemulihan ekonomi nasional.
"Jelas sekali penerapan RUU KUP ini, tidak bisa dilakukan saat ini juga atau dalam waktu pendek, tetapi harus mempertimbangkan perkembangan kondisi masyarakat dan dunia usaha. Kita harus pikirkan bersama secara matang waktu yang paling tepat untuk penerapan RUU KUP ini apabila telah disetujui dan ditetapkan," kata Dito dalam rapat kerja Komisi XI DPR RI dengan Menteri Keuangan dan Menteri Hukum dan HAM, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (28/6).
Maka dari itu, politisi Fraksi Partai Golkar tersebut mengajak semua pihak agar dalam pembahasan RUU KUP dilakukan secara cermat, objektif dan terukur. Dengan begitu, tujuan untuk menuju sistem perpajakan yang sehat, adil dan berkesinambungan dapat tercapai dalam jangka menengah, namun tidak memberikan dampak negatif kepada masyarakat dan dunia usaha yang masih dalam situasi pandemic Covid-19.
Hingga saat ini, sistem perpajakan dinilai belum mampu untuk mendukung sustainabilitas pembangunan dalam jangka menengah dan panjang. Hal tersebut dapat kita lihat dari kondisi APBN beberapa tahun terakhir, di mana belanja selalu meningkat sesuai perkembangan kebutuhan bernegara dan kebutuhan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik, namun penerimaan perpajakan belum cukup optimal untuk mendukung pendanaan negara.
Hal ini terlihat dari tax ratio yang masih rendah, beberapa tahun terakhir di kisaran 10 persen ke bawah. Hal tersebut menyebabkan defisit anggaran meningkat, terlebih dalam masa pandemi Covid-19, membutuhkan dana lebih untuk menangani masalah kesehatan dan program pemulihan ekonomi dan memenuhi ketentuan UU Nomor 2 Tahun 2020 agar defisit APBN harus dikembalikan pada level di bawah 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
"Kita memahami usulan pemerintah melalui RUU KUP untuk meletakkan pondasi sistem perpajakan yang lebih sehat, lebih adil, dan berkesinambungan dengan beberapa pilar, yakni penguatan administrasi perpajakan, program peningkatan kepatuhan Wajib Pajak (WP), upaya perluasan basis pajak, dan menjadikan perpajakan sebagai instrumen untuk menciptakan keadilan di masyarakat," tegas Dito.
Reporter: Athika Rahma
Sumber: Liputan6
(mdk/bim)